Suratmi, perajin di Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat mengatakan saat awal Corona produksi berhenti total selama tiga bulan. Penyebabnya bahan baku tidak ada, yang sudah jadi pun tak laku dijual.
"Bahan benangnya tidak ada di pasar dan kalau ada yang jadupun tidak laku. Jadi saat Corona itu berhenti total," jelas Suratmi pada detikcom di rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dituturkan Suratmi, dirinya tidak ikut perajin lain tapi membuat sendiri dan hasilnya dibeli pengepul. Satu selendang 3 meter modal Rp 7.000.
" Kan ini produksi sendiri. Ongkos satu selendang Rp 7.000, saya jual Rp 14.000 ke pengepul. Kalau di pasar harganya sekitar Rp 22.000 per selendang," ungkap Suratmi.
![]() |
Sekitar sebulan ini, jelas Suratmi, perajin mulai berproduksi meskipun masih terbatas. Penyebabnya juga permintaan juga belum pulih di pasaran.
" Ini mulai buat lagi. Sehari paling baru empat selendang atau 12 meteran karena pasar juga belum ramai," imbuh Suratmi.
Jumlah perajin lurik selendang di desanya, terang Suratmi ada lebih dari 10 orang. Kerajinan itu diwarisi turun temurun dari orangtuanya.
" Dulu jumlah perajin banyak. Tapi masih manual dengan tangan bukan oglek dengan kaki dan tangan seperti sekarang ini," sambung Suratmi.
Kades Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Yoyok Kartiko mengatakan jumlah perajin tenun di desanya cukup banyak. Imbas pandemi COVID sangat terasa.
" Dampak COVID luar biasa. Perajin berhenti berproduksi berbulan- bulan dan inipun sebagian besar masih belum berproduksi," jelas Yoyok pada detikcom di rumahnya.
Simak Video " Video: Melihat Patung Biawak di Wonosobo yang Viral gegara Mirip Asli"
[Gambas:Video 20detik]
(dna/dna)