Siapa bilang makan buah salak membosankan? Di tangan Shelly (45), Salak bisa dijadikan berbagai varian kuliner yang lezat. Ide bisnis muncul pada 2016 saat dirinya bersama suami tidak memungkinkan lagi untuk bekerja, sedangkan mereka harus tetap menghidupi tiga anaknya.
Shelly memilih salak sebagai bahan baku utama karena buah tropis itu lah yang saat itu sering ada di rumah. Awalnya dia hanya mengolah salak menjadi brownies salak (brownlak), namun seiring waktu menu yang dijual semakin bertambah seperti kukis salak (kuklak), sambal ebi salak (sambilak), ayam geprek sambilak, kerupuk salak (kruplak), kopi biji salak (kojilak), teh kulit salak (tehkulak), sari buah salak (sarlak), dan asinan salak (sinlak).
"Saya sukanya ngolah-ngolah makanan, terus yang ada di rumah waktu itu bapak seringnya beli salak untuk makanan, jadi mulainya dari yang mudah di dapur terus mulai ngolah-ngolah salak. Awalnya dulu dari brownies, terus saya posting-posting saja di sosial media ternyata responsnya nggak disangka. Setelah itu saya berpikir kayaknya oke nih kalau diseriusin," kata Shelly kepada detikcom, Senin (30/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya dia menjalankan bisnis salak ini hanya dari rumah, sampai akhirnya semakin berkembang dengan memiliki dapur sendiri beserta 3 pegawai, dilengkapi berbagai macam alat yang mendukung, serta outlet di Bekasi. Bisnisnya semakin berkembang hingga omzet yang diraihnya bisa Rp 20 juta per bulan.
Shelly mengaku tantangannya dalam berbisnis ini adalah memperkenalkan produknya kepada masyarakat agar mau mencoba. Sebab, produknya ini terbilang unik dan masih sangat asing di masyarakat.
"Bisnis saya kan masih cukup awam ya salak dibuat seperti ini, jadi masyarakat mau coba mungkin takut nggak enak. Tapi untungnya saya bekas anak kantoran karena sudah umur 40 ya sudah nggak mungkin kerja kantoran, ya udah ngolah-ngolah saja, background saya juga bekas PR, jadi walaupun usaha belum besar saya rajin branding," imbuhnya.
![]() |
Shelly menjelaskan sedikit gambaran bagaimana cara mengolah salak jadi sebuah produk yang lezat. Jika membuat brownies, dia memisahkan salak dari biji untuk buahnya dijadikan brownies. Pembuatannya sebenarnya seperti brownies pada umumnya, hanya saja ada salak yang ditambahkan untuk bahan baku dan topping.
"(Kalau) kopi dan teh cara pembuatannya sama kita punya mesin. Mesin dehydrator, mesin pengering. Setelah biji dan kulit lepas dari dagingnya kita cuci bersih, kita masukkan modelnya kayak oven cuma dia ada blowernya jadi dia kering mengambil cairan di dalam kulit dan biji. Nanti pas dia sudah kering nggak ada cairan, kalau kulit langsung kita haluskan, kita ayak terus jadi bubuk, kita packing dalam kemasan olive oil," kata Shelly saat menjelaskan pembuatan teh Salak.
Namun dikarenakan terdampak pandemi, omzetnya turun 50%. Reseller dari beberapa tempat oleh-oleh di Indonesia banyak yang berhenti karena tutup, termasuk reseller dari Singapura. Penjualannya saat ini hanya mengandalkan marketplace yang menjangkau hampir seluruh Indonesia.
"Dulu kita satu bulan bisa sampai Rp 20 juta, sekarang untuk mencapai Rp 10 juta saja sudah bagus. Tapi sekarang sudah membaik sih, kalau kemarin benar-benar zonk banget, sekarang sudah mulai karena orang sudah mulai ada kegiatan. Saya sudah mulai dapat pesanan-pesanan 50-100 box yang ready to eat. Terus juga saya baru dapat pasar di Cimory, saya bisa masukin cookies saya di Cimory," jelasnya.
Kira-kira modalnya berapa ya? Klik halaman selanjutnya.