Meski tinggi badannya tak sampai 160 cm, Lily Soeryadjaya menyimpan nyali luar biasa. Aksinya sebagai petugas Palang Merah justeru pernah dicurigai sebagai mata-mata musuh. Suatu hari ketika tengah berjalan di kawasan Braga, sekelompok tentara republik menyergapnya. Selama beberapa waktu dia disekap, membuat panik sang kakak.
Selama dalam sekapan tentara, Lily menceritakan seluruh kegiatan di Palang Merah. Dia mengajak mereka untuk membuktikan apa yang dikerjakannya. Akhirnya Lily pun dibebaskan dengan baik-baik.
"Mereka juga baik-baik. Ik ga diapa-apakan," kenang Lily seperti tertuang dalam buku "Man of Honor" karya Teguh Sri Pambudi dan Harmanto Edy Djatmiko dikutip detikcom, Rabu (30/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lily dan William menikah pada 15 Januari 1947 di Belanda. Tapi Lily Soeryadjaya menandatangani surat nikah di Bandung.
William mengirimkan surat itu dari Amsterdam. Dia telah lebih dulu berada di Negeri Kincir Angin itu untuk menemani adiknya, Tjia Kian Tie, yang mendapat beasiswa kuliah bidang ekonomi di Gemeentelijke Universiteit van Amsterdam.
Di sana, William juga mengisi waktu dengan menimba ilmu di sekolah kejuruan teknik penyamakan kulit di Middelbare Vackschool v/d Leder & Schoenindustrie di Waalwijk. Dua bulan setelah menandatangani surat, Lily seorang diri menyusul William ke "Negeri Kincir Angin" dengan kapal laut.
Ketika mereka kembali ke Bandung dan dikaruniai empat anak, William Soeryadjaya harus meringkuk di Penjara Banceuy. Di tengah situasi politik dan ekonomi yang masih tak menentu pada awal 1950-an, William bersengketa dengan mitra usahanya.
Dekat dengan kalangan penguasa, sang mitra mempidanakan William tanpa bukti jelas. Tujuan utamanya merampas perusahaan yang sudah mulai mapan.
Baca juga: Mengikat Loyalitas Pegawai Astra dengan Roti |
Lily Soeryadjaya kembali memperlihatkan nyalinya. Dia melawan. Bolak-balik mengurus sejumlah bukti ke polisi, Lily berusaha meyakinkan bahwa suaminya itu tak bersalah.
Dia juga tiap hari membawakan makanan ke penjara sekaligus meminta jaminan agar belahan jiwanya itu tak dianiaya lazimnya para tahanan. Keempat anaknya yang masih balita dia titipkan kepada kerabatnya.
Kegigihannya menuai hasil di minggu kelima. William Soeryadjaya menghirup udara bebas dari penjara yang pernah dihuni Sukarno itu.
(jat/ang)