Penggunaan situs atau aplikasi pencari kerja, seperti LinkedIn, jadi salah satu cara bagi pencari kerja untuk mendapatkan lowongan pekerjaan. Namun ternyata masih banyak penggunaan situs ini yang menghadapi tantangan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kondisi ini melahirkan tren baru di antara para pengguna situs dengan memasang banner atau label #Desperate pada profil mereka, menunjukkan bahwa mereka sudah sangat putus asa dalam mencari kerja.
Melansir dari Forbes, Senin (7/10/2024), pada umumnya mereka yang aktif mencari kerja di situs ini menggunakan banner atau label #OpentoWork atau terbuka untuk bekerja di profil mereka. Sedangkan untuk para pemberi kerja menggunakan banner #Hiring.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun akibat saking sulitnya mencari kerja hingga membuat pelamar frustasi, muncul tren yang beredar di kalangan pengguna khususnya Gen Z, mereka menggunakan banner #Desperate alias putus asa.
Banner ini pertama kali diciptakan dan dipopulerkan pengguna LinkedIn, Courtney Summer Myers. Banner ini ia buat setelah selama lebih dari 10 bulan tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Terlepas dari itu, yang menjadi pertanyaan saat ini apakah melamar kerja melalui situs-situs seperti LinkedIn tersebut benar efektif membantu pencari kerja?
Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza mengatakan pada umumnya lowongan kerja yang dibuka perusahaan dalam situs-situs tersebut hanya mencakup sekitar 20-30% dari lowongan yang sebenarnya tersedia.
Sedangkan 70-80% lowongan kerja sisanya disampaikan melalui forum-forum tertutup atau jaringan antar pekerja/asosiasi. Artinya sebagian besar lowongan ini hanya dapat diketahui dari pembicaraan 'mulut ke mulut'.
"Jadi lowongan yang ditampilkan di portal pencari kerja secara umum paling cuma 20-30% dari lowongan pekerjaan yang sebenarnya tersedia," kata Ivan kepada detikcom, Senin (7/10/2024).
"Misalnya lowongan pekerjaan ada 100, yang kita lihat di portal-portal job itu, jadi LinkedIn dan seterusnya itu, paling 20-30%. Sisanya 70-80 lowongan itu nggak keliatan di job portal, itu banyaknya di mulut ke mulut, semua yang sifatnya informal," sambungnya.
Oleh karenanya Ivan berpendapat meski situs-situs tersebut bisa membantu para pencari kerja mendapatkan lowongan yang diinginkan, namun peluang mencari kerja terbesar berasal dari jaringan atau kenalan yang sudah bekerja lebih dahulu di posisi atau perusahaan tertentu.
"Efektif sih efektif saja ya (mencari kerja) ke LinkedIn dan sebagainya, cuma kalau mau menangkap peluang yang lebih besar bukan di sana. Asosiasi profesi, di teman, saudara, jadi yang dibilang networking itu jauh lebih powerfull karena aslinya seperti itu," ucap Ivan.
"Jadi kalau lebaran gitu ya, ketemu saudara, datang terus nanya ada kerjaan nggak. Jangan 'males gua ahh datang', padahal peluang ada di situ," tambahnya.
Sehingga pada akhirnya, menurut Ivan cara paling efektif untuk mendapatkan pekerjaan adalah melalui jaringan atau koneksi tadi. Bahkan menurutnya melalui koneksi ini yang bersangkutan bisa secara langsung menitipkan surat lamaran atau CV ke bagian HRD atau pihak yang bertanggung jawab dalam penerimaan pegawai.
"Definisi melamar langsung ini juga musti sama nih, kadang kala, atau saya boleh bilang mungkin 50-60% yang terjadi itu kita titip CV atau resume ke tadi network kita entah tetangga, kerabat atau saudara, nanti dialah yang membawa ke HRD atau user,"
"Jadi kalau kalau definisinya melamar langsung adalah saya mengirim CV ke PT A, B, C itu paling masuk ke 30% (lowongan yang dibuka umum) tadi," terang Ivan.
Ivan menjelaskan praktik ini masih banyak digunakan karena dari jaringan tersebut, HRD secara langsung bisa mendapatkan 'rekomendasi' pekerja. Selain itu mereka juga bisa bertanya-tanya lebih jauh terkait pelamar kepada pemberi rekomendasi.
"(Melamar kerja melalui koneksi) jauh lebih besar. Karena dari sisi user atau yang buka lowongan, kan kita kenalnya sama si referral itu, nggak mungkin mereka kasih kandidat yang jelek. Karena itu akan mempengaruhi nama mereka," ucapnya.
Meski begitu, Ivan menekankan proses melamar melalui koneksi 'orang dalam' ini hanya bersifat rekomendasi yang membantu penilaian HRD atau divisi terkait. Namun pada akhirnya apakah yang bersangkutan bisa diterima kerja atau tidak kembali bergantung pada kemampuan atau rekam jejak masing-masing.
(fdl/fdl)