Ada Orang Terkaya Indonesia Keliling Dunia Bagi-bagi Duit

Wawancara Orang Terkaya RI ke-4

Ada Orang Terkaya Indonesia Keliling Dunia Bagi-bagi Duit

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Senin, 19 Mar 2018 08:36 WIB
3.

Keliling Dunia Beri Sumbangan

Ada Orang Terkaya Indonesia Keliling Dunia Bagi-bagi Duit
Foto: Fadhly Fauzi Rachman/detikFinance

Anda dikenal sebagai filantropi, seberapa penting hal itu bagi Anda?
Terima kasih kalau dianggap seperti itu, moga-moga itu benar. Itu pengaruh hidup saya, itu ibadah saya. Bagi saya itu ada tiga hal penting dalam hidup saya. Yang pertama, saya mau ibadah saya baik di depan Tuhan, berkenan lah. Nanti suatu hari saya menghadap Gusti Allah sang pencipta, saya, rapor saya lulus, itu penting.

Hidup ini kan bukan cuma sekarang, ada yang akan datang. Kalau cuma sekian, ya nggak apa, kalau nggak ada hidup yang akan datang ya saya habiskan saja uang saya. Karena ada hidup yang akan datang, saya harus hati-hati. Saya harus berbuat yang baik sehingga ibadah saya diterima dengan baik.

Kedua, karena saya lahir di Indonesia, saya hidup di Indonesia, saya mau lihat masyarakat Indonesia, mungkin cuma sebagian kecil, tapi karena kehadiran saya, saya bisa rubah nasibnya sedikit. Saya puas, senang saya. Ketiga saya juga mau lihat keturunan saya bener, anak-anak saya jadi orang baik. Tiga hal ini harapan saya di dalam hidup itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah seberapa sering Anda membagikan sumbangan? Ke mana saja?
Begini, kita kerja sesuatu hal yang sosial, tidak usahlah harus pakai upacara, tidak usah harus lihat hari, Jumat Kliwon, kita nggak usah lihat hari Minggu, tidak. Kerja baik itu setiap saat dimana saja, kapan saja. Misalnya, saya lewat Singamaraja, lihat ada anak jualan, namanya Ayu jualan bunga ujan-ujannan. Saya bilang sama dia, besok karyawan saya datang ke sini mengurus kamu, lalu kita lihat oh rumahnya di sini, kita bayarin rumahnya.

Lalu di Surabaya, di Medan. Di Medan anak kecil jual koran, sekarang sudah mau sekolah kedokteran. Lalu misalnya ada anak penjual susu kacang kita bantu, sekarang sudah jadi dokter. Itu kita lakukan. Artinya begini, kerja baik itu bukan pakai upacara, tidak pilih hari, tidak pilih saya lagi senang atau saya lagi tidak senang, saya lagi untung atau lagi tidak untung, itu nggak.

Tiap kali Indonesia ada bencana saya di tempat, nggak pernah nggak ditempat. Sinabung saya di lokasi, gempa di Yogyakarta saya di lokasi, gempa Padang saya di lokasi, banjir di Jawa Tengah saya di lokasi, banjir di Manado saya di lokasi, saya datang sendiri. Bukan hanya bantu uang, tapi saya pribadi datang.

Filantropi adalah sebuah komitmen, bukan karena orang lain, filantropi bukan sedekah, filantropi bukan persepuan, filantropi bukan CSR, filantropi adalah sebuah komitmen Anda terhadap hati nurani Anda.

Selain di dalam negeri, Anda juga keliling dunia untuk memberikan sumbangan?
United Nation itu, saya punya cucu angkat orang Suriah. Rohingya kita juga bantu, siapa saja. Sampai saya datang ke perbatasan Irak, itu saya datang juga. Saya mau merasakan.

Sudah ke negara mana saja?
Saya nggak tahu, Middle East, Timur Tengah, Nanti saya juga ke Beirut mengurus Palestina. Beberapa negara saja. Saya bantu anak Unicef, di Sudan saya bantu.

Kenapa Anda memberikan bantuan sampai ke luar negeri?
Senang saya, gampang kasihan saya orangnya. Itu saja, melihat apa nggak tega, melihat apa nggak tega.

Bantuan apa yang anda berikan? Berapa jumlahnya?
Iya bentuk uang. Nggak pernah hitung saya berapa jumlahnya. Ngapain saya hitung. Orang niat saya hanya untuk membantu, jadi nggak pernah memikirkan untuk hitung-hitung berapa jumlahnya itu.

Anda tidak takut rugi?
Rugi apanya? Ya nggak apa-apa dong. Belum pernah dalam hidup ini, saya lihat orang kerja baik dan bangkrut, itu belum pernah. Saya belum pernah lihat ada orang sumbang orang miskin, dia jadi bangkrut. Jadi miskin. Tapi saya sudah sering lihat konglomerat jadi bangkrut.

Tahun 1997, Indonesia, kita nggak usah sebut nama lah, itu top 10 konglomerat semua bangkrut. Tapi dalam hidup saya, saya punya keyakinan, dan tidak pernah melihat, orang berbuat kebaikan dan bangkrut, belum pernah.

Apa Anda fokus membantu di sektor tertentu?
Pendidikan dengan kesehatan. Di Sudan pendidikan saya bantu. United Nation yang bagian anak-anak saya bantu. Tenaga-tenaga kerja Indonesia juga saya bantu, bagi mereka yang membutuhkan. Siapa saja yang membutuhkan biasanya saya bantu sebisanya.

Sudah berapa orang kira-kira yang sudah pernah Anda bantu?
Nggak mau saya hitung itu, saya nggak mau tau, saya nggak mau pusingin. Saya nggak mau bicara mengenai cost and benefit. Saya bicara mengenai saya lihat orang menjadi baik, bantuan saya mungkin U$ 1 bisa merubah nasib dia. Thats enough.

Mohon maaf ini, coba dipikirkan uang satu juta makan di restoran belum tentu cukup. Tapi uang satu juta itu bisa merubah nasib satu keluarga. Kalau kita pikir rasional, yang tenang, kerakusan kita, keserakahan kita, kita buang itu semua untuk bisa membantu yang lain.

Ada rencana untuk kembali ke negara lain memberikan sumbangan?
Mau berangkat lagi mungkin sekitar April kalau tidak salah, Yordania, ke Beirut, terus mengurus suriah sama Palestina.

Kenapa pilih ke negara itu?
Nggak tahu, saya ingin saja karena saya lihat orang di sana, hati nurani saya ingin ke sana. Nggak tahu kenapa.

Sejak kapan Anda mulai sering memberikan sumbangan ini?
Sejak muda, saya lupa sejak kapannya. Hanya skalanya saja begitu kan, lebih mampu ya skalanya lebih, kalau kurang mampu ya skalanya kecil.

Apakah ini dilakukan saat Anda sudah sukses?
Saya nggak pikir itu, saya pikir bagaimana orang itu diringankan bebannya. Saya tipe orang yang seperti ini, kalau saya makan roti, keliatan orang nggak punya makan, saya bersedia bagi separuh biar makan sama-sama.

Apa mereka yang diberikan bantuan tahu bahwa Anda salah satu orang terkaya di Indonesia?
Nggak juga, banyak orang yang nggak tahu siapa saya. Misalnya saya cerita ya, dengar nggak di medsos, bahwa di Makassar ada anak kecil satu, laki. Ibunya sakit, ibunya buta, adik-adiknya sakit, dia setiap hari mengurus keluarga. Itu saya yang tolong. Saya dengar itu, saya kirim pimpinan cabang saya di Makassar, naik mobil lima jam ke kampungnya, dan dirawat. Dia tidak tahu siapa Tahir itu, apa orang-orang seperti itu tahu siapa Tahir? Nggak tahu. Anak kecil itu.

Lalu ada di Jawa Timur, yang kena kanker, saya bantu ke Jakarta untuk operasi. Ya mana dia tahu saya ini siapa. Tapi saya nggak pusing dia nggak tahu atau bagaimana, karena apa yang saya kerjakan kan diperhitungkannya sama yang di atas. Saya kan mengisi rapor nih, rapor itu nanti saya bawa ke sang pencipta.

Bagaimana Anda membagi waktu mengurus perusahaan dengan membagi sumbangan?
Ya saya kan setiap hari menerima 10 permohonan surat bantuan pribadi. Saya masih bisa handle itu, kan saya juga ada orang-orang yang membantu saya di sini, saya percaya. Tapi kalau ada yang minta bantuan modal kerja nggak saya kasih.

Kenapa?
Kalau modal kerja (pinjam) ke bank saja, saya nggak bisa bantu. Tapi kalau you miskin, nggak bisa makan, saya kasih bantuan yang cukup. Sakit, nggak bisa berobat, saya kasih. Kalau modal kerja kan saya nggak tau you mau kerja apa, nggak sembarangan saya. Kalau modal kerja nggak mau, utang rentenir saya bayarin saya nggak mau. Kan nggak tau dia utang itu buat apa, mungkin dia judi, mungkin ya, atau dia dagang nggak terlalu pintar, ya saya nggak tahu.

Apa misi Anda melakukan ini semua?
Saya sudah bilang, saya adalah pribumi, perilaku cinta bumi Indonesia. Singkatan pribumi itu. Pribumi itu bukan karena dilihat dari KTP-nya, bukan dilihat dari asal orang tuanya, tapi dilihat dari perilakunya baru menentukan orang itu. Apa artinya kalau you Indonesia tapi jadi penghianat negara, apa artinya kalau pribumi asli tapi kerjanya cuma yang nggak baik, sebaliknya kalau ada satu orang minoritas tapi kerjaan baik, dia juga pantas disebut pribumi.

Jadi paling penting itu perilakunya bukan KTP-nya. Coba, Anda bisa nggak menentukan Anda mau lahir dimana? Mau anak siapa? Menentukan kapan Anda lahir? Tidak bisa. Artinya apa? Itu wilayah Gusti Allah, tidak ada manusia yang berhak menentukan, menyentuh wilayah itu.

Saya dilahirkan di Surabaya, di tempatnya orang penyewa becak, iya toh, di rumah kontrakkan nomor 20, itu adalah 'Atas' yang menentukan. Tetapi, ada hal yang bisa kita pilih dalam hidup, Anda mau jadi, atau Anda mau jadi tidak baik. Dan saya mau jadi orang baik, itu bisa saya pilih.

Harapan Anda dengan melakukan ini semua?
Harapan saya agar pengusaha Indonesia, yang sudah menikmati keuntungan di Indonesia, harus berbagi lah apa yang mereka miliki. Karena dengan berbagi itu, amal mereka juga baik, hidup rakyat Indonesia juga bisa lebih baik, negara lebih aman.

Lalu lihatlah satu kecantikan harmonis, tidak lagi ada namanya orang kaya orang miskin, tidak ada orang beruntung dan tidak beruntung. Orang yang beruntung ya bantu yang tidak beruntung, orang kaya ya bantu yang miskin, itu sudah hukumnya.

Karena saya pikir begini, apa sih susahnya bagi konglomerat ya, menyisakan misalnya 10% hartanya diberikan kepada umat, atau diberikan kepada rakyat yang paling bawah. Apa susahnya? Saya terus berbicara logika. Kalau pengusaha itu pikirannya masih cost and benefit, okelah saya terima. Tapi saya meng-argue, benefit ini udah diambil, tapi you belum pernah bayar costnya loh.

Kalau kita tidak lahir di indonesia, besar di Indonesia, bisa nggak kita jadi orang terkaya 100 besar di dunia itu? Nggak ada bagiannya. Kalau kita lagi sial nih ya, tinggal di Sudan, Nigeria, Uganda, belum tentu bisa kita.

Nah kalau saya, saya renungkan, bagi saya jangan bilang 10%, 50% juga saya bagikan. Soalnya apa? Loh, apa susahnya gitu loh, kita bicara logika saja, bicara yang sangat rasional. Kita ini kalau tidak di Indonesia, tidak cari uang di Indonesia, kita tuh nggak ada apa-apanya.

Jadi kalau kita semua pengusaha ya, semua punya pikiran kaya begitu, Indonesia ini kan jadi teduh. Kita sudah tidak kelihatan lagi ada anak pinggiran di pinggir jalan, kita sudah tidak lagi anak sekolah yang nggak mampu beli seragam, kita nggak lagi lihat yang lewat pinggir kali harus lewat medan berat untuk sekolah, kita nggak lihat lagi ada orang di pelosok-pelosok yang susah makan.

Apa yang harus dilakukan agar bisa sukses seperti Anda?
Kita ini harus punya mimpi, untuk mimpi itu kita hidup. Tapi mimpi itu tidak bisa tunggu di rumah, kita harus kerja keras, cari kesempatan.

Saya sekarang umur 66 tahun, kalau dibilang saya termasuk ada sedikit kesuksesan. Itu sampai hari ini, saya bangun jam 05.30 pagi, saya kantor jam delapan sudah di kantor. Saya pulang jam enam sore. Saya malam tidak hangout, tidak keluar, tidak makan-makan di restaurant, karaoke, merumpi sana-sini seperti kebanyakan orang.

Saya itu pulang, baca korang, nonton tv, saya memperdalam saya punya pengetahuan. Hidup teratur dan sehat. Cari ilmu, kerja keras sampai kapan pun. Sampai sekarang saja, saya sekarang murid S3 Universitas Gajah Mada di UGM.

(fdl/ang)
Hide Ads