Nelayan Natuna tak hanya disebut akan diserbu oleh para nelayan dari Pulau Jawa, tapi disebut akan dijadikan tumbal?
Enggak, nggak benar itu. Nanti pada saat fishing kita libatkan PSDKP, dari KKP sendiri pengawalan. Bakamla siap mengawal, Angkatan Laut, cost guard kita. Jadi nggak ada masalah. Jangan istilah tumbal, nggak. Kita isi, di laut-laut ini dengan ramainya nelayan kita. Kapal kita banyak, tapi tak diberi izin karena melebihi kapasitas. Selama ini kapasitas 150 GT.
Kami sedang membuat kajian lagi kenapa dibuat 150 GT? Ya logika saya dibuat 150 GT-250 GT nggak masalah, kan dia menangkapnya jauh di luar. Jauh dari nelayan kecil. Yang tak diperbolehkan adalah sudah diberi izin besar, merebut yang kecil. Ini yang kita atur. Akankah tabrakan? Ya nggak mungkin. Kalau nelayan asing dari jauh saja mereka bisa lapor, apalagi nelayan biasa? Mereka akan mudah teriak-teriak, dan kita akan hadir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jangan bicara insentif dululah. Kita bicara tawarkan yang mau. Dan saya sangat yakin.
Sejauh ini bagaimana yang ditawarkan kepada nelayan Pulau Jawa yang mau ke Natuna?
Banyak, kan banyak yang minta izin.
Kalau kita hanya mengacu dengan luas wilayah tangkap kita di situ, kapasitas ikan yang ada di WPP itu, ada sekitar 700.000-an per tahun. Sementara ini sudah terangkat, tereksploitasi 500.000-600.000 lebih. Nah kalau kita tingkatkan, kan kita harus memikirkan itu juga. Ini lagi kita hitung. Tidak masalah berapa pun kapal yang ada di situ supaya tidak over fishing. Nah, over fishing, kalau laporan pendapatannya sama ya nggak ada masalah. Ini over fishing tapi pendataannya under, nah ini yang masalah. Ini harus bertahap. Dan saya sangat yakin, yang paling penting kita optimalisasi nelayan tradisional yang ada di situ (Natuna) terlebih dahulu. Setelah mereka, ini sudah 20.000-an lebih.
Nelayan di situ, mereka dengan 2 GT di musim-musim selatan nggak masalah. Dia masuk sebentar melaut, 5 jam sudah balik. Ongkos rendah, tapi ikan sudah banyak. Nah, ini yang menjadi kebiasaan mereka. Kalau lagi musim besar mereka meladang. Nggak masalah.
Kalau di situ kan daerah gurita, menangkap gurita. Dulu harga gurita di situ Rp 10.000, sekarang sudah Rp 50.000, dengan adanya aktivitas yang kita buat. Saya pikir hal-hal positif ini yang harus kita buat. Memang soal pelabuhan ini kemarin banyak yang menyatakan belum terasa manfaatnya. Tapi dengan pelabuhan itu sudah bisa ekspor gurita, dan luar biasa. Setiap bulan itu ada. Nah masyarakat yang bicara itu tadi, karena dia nggak langsung melihatnya. Dia ada pengepul, pengepulnya lari ke sini. Kan yang mengelola cold storage kita itu Perindo, dan jalan terus. Memang masih banyak yang harus kita isi. Jadi saya pikir itu. Kalau insentif, saya kira nggak masalah kalau perlu kita kasih.
Saya akan mulai yang tanpa insentif dulu. Sebenarnya banyak, tanpa insentif mereka (nelayan di Pulau Jawa) sebenarnya sudah mau. Tinggal kita hitung.
Pengamanan laut sudah baik dengan adanya AL dan Bakamla. Nah soal insiden kapal nelayan China dengan cost guard-nya, ada yang menyebutkan bahwa itu terjadi setelah masa depan Satgas 115 tidak jelas. Kemudian kebijakan penenggelaman kapal yang akan disetop sampai Plt Gubernur Kepulauan Riau menyebutkan itu penyebabnya. Sehingga nelayan China ini berani masuk. Karena sudah tak ada yang takut ditenggelamkan?
Kita itu kan bicara penenggelaman kapal, siapa yang menenggelamkan? Dengan cara apa? Orang berpikir kan kapal itu ditembak. Bukan cerita yang sebenarnya. Menenggelamkan itu kan ditangkap, baru diperintahkan kapal itu untuk dimusnahkan. Baru itu namanya penenggelaman. Dulu penenggelaman itu dibakar dengan bahan peledak, sekarang sudah dilarang, baru dibolongin kan bawahnya? Apakah cara seperti itu ada efek jera? Tidak kan.
Kita akan tetap melakukan penenggelaman. Kalau ada kapal lari tetap kita tembak kalau ada alat untuk menembak. Kemarin kita nggak ada menembak saja ketangkap 3 kapal. Kalau menurut saya ini masih bagus, kalau menurut logika saya. Nggak perlu ditenggelamkan. Yang penting begitu mereka mencuri harus kita tangkap. Penenggelaman kalau perlu ya tetap kita lakukan. Karena penenggelaman kan tidak serta-merta. Harus ditembak peringatan, baru ditembak kapalnya.
Kalau dalam kejadian kemarin. Dia lari melawan, kita ada peluru, ada mortir, ya kita tenggelamkan. Selama ini kan nggak ada yang melawan.
Baru kemarin yang melawan. Paling ya dia bikin manuver. Turun jangkar lalu memutarkan kapal supaya tidak didatangi. Karena kalau kita datang kan terjerat kapal kita, atau cidera. Atau dibakar kapalnya, modus supaya kita takut, banyak. Terus kapalnya dikasih nama Indonesia. Macam-macam namanya, Abdi, Bima Sakti, sampai Bima Sakit salah menulis itu karena dia nggak mengerti Bahasa Indonesia. Banyak itu, dan sangat jelas.
Jadi itu silakan mau dibikin cerita apa. Tapi semangat awak saya jauh lebih termotivasi sekarang. Buktinya kalau melihat 3 kapal kemarin itu, mereka mungkin sudah mau menyerah sajalah. Kan kencang. Tapi tidak, mereka lawan, mereka hajar, mereka hanya modal senjata. Ditembaki kapal mereka itu tidak tembus. Senjata kecil, ringan. Kalau ada SMB lain ceritanya, tapi kan kita belum dapat. Kalau ada mortir pasti sudah dimortir. Tapi kan tidak ada. Di situ mungkin akan terjadi penenggelaman 3 kapal, tapi kan tidak ada (senjatanya). Makanya bersyukurlah si Vietnam itu masih hidup semua.
Soal Satgas 115 ini kan sudah Keppres (Keputusan Presiden), nggak mungkin kita langgar. Jadi kita tetap jalan. Ini periodenya sudah selesai di 2019, kita harus ganti personel dong, penyegaran.
Terus saya juga dapat laporan gaji Satgas 115 ini tak seimbang. Ada yang dapat gaji besar, ada yang kecil. Ini yang mau kita perbaiki, tapi tetap gerak. Satgas 115 kan juga Angkatan Laut, Bakamla, Polisi, termasuk KKP sendiri. Tanya saja siapa yang menangkap kapal-kapal itu? Memangnya Satgas 115 punya senjata? Kan tidak. Makanya koordinasi. Nah fungsi koordinasi ini yang tidak bisa dihilangkan, tidak boleh.
Dulu dibikin Satgas 115 ini karena ketidakyakinan dengan aparat yang ada. Sehingga harus bikin Satgas. Oke sudah ada, kita akan tindak lanjuti. Tapi penjagaan kita tetap jalan. Tapi saya tak mau perintah, tenggelamkan! Untuk apa? Itu bagi saya hanya sekadar cerita. Orang silakan saja kalau menganggap saya lihat. Yang penting lihat kinerja anak-anak saya, PSDKP. Lihat koordinasi saya dengan Angkatan Laut, saya sangat diterima. Lihat sama polisi, saya sangat diterima. Kita sama kok, sama-sama jaga. Dan saya sangat yakin teman-teman polisi itu bangga untuk menjaga tanah airnya. Angkatan Laut juga bangga.
Masalah ada nelayan asing di Natuna ini bukan cerita pertama kali. Sudah dari tahun ke tahun terjadi dan di musim-musim panas. Ini kan hanya seolah Menteri yang sekarang nggak mampu. Dan saya sendiri biar saja dibilang nggak mampu, tapi saya kerja.
Per hari ini saya sudah 7 kapal ketangkap. Tanpa saya banyak omong, tanpa ilustrasi ke publik, nggak usah. Yang penting saya tidak tidur, anak buah saya makanya semangat.
Anda coba wawancara sama teman-teman yang menangkap. Saya bekali apa ke mereka selain semangat? Mereka berangkat.
Kalau ada kapal China di Natuna ya ditangkap sama mereka. Nyatanya kan nggak ada. Kalau ada sudah pasti ditangkap, for sure, sangat yakin saya. Nyatanya kan nggak ada. Mereka sudah sisir, dan kita akan terus sisir. Di mana? Sebut.
Ya itulah. Memang ada di peta kita 3 cost guard-nya melanggar di situ. Tapi ini biarlah urusan diplomasi. Kita juga nggak perlu terpancing. Sudahlah, ini kan bukan di zona teritory, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kan. Bukan di teritorial, bukan di 12 mil. Ini di zona ekonomi, yang pemanfaatan laut. Ya kita nggak usah merasa gimana. Kita tetap jaga. Yang penting agar ini tak terjadi lagi, kita perbanyak saja nelayan kita. Biar tambah orang, banyak isi.
Nelayan-nelayan di situ (Natuna) kan ketakutan karena kapal mereka hanya 5 GT, bahkan 2 GT ada masuk ke situ, diusir. Tanya mereka, bukan hanya China, Vietnam pun ada cost guard-nya yang datang ke situ. Thailand, Malaysia, Filipina juga ada. Mereka baik kadang-kadang. Memberi ikan, memberi bahan bakar. Biasa itu kalau sudah di tengah laut. Itulah.
Nah sekarang jadi gosip kan karena ada pertukaran kepemimpinan di dalam KKP. Ya mungkin menurut saya karena itu saja. Karena ketika saya menemukan ini semua, ini hal yang lumrah yang menurut saya terlalu dibesar-besarkan. Tapi sekali lagi ini bagus untuk meningkatkan kewaspadaan kita. Bagi saya, jangan terlalu fokus di sini saja. Karena ZEE kita luas, Morotai, di laut Arafuru, di Sulawesi, Bitung ke atas itu, kan itu juga perbatasan. Di laut Banda, di Samudera Hindia. Kan itu yang perbatasan. Coba itu saja, saya sudah hitung.
Saya terus terang saya akan lakukan ini, dan saya menambah armada-armada tangkap kita dan akan dioptimalkan. Ya silakan nanti yang mau memberi masukan, menyampaikan ide atau gagasan, kalau mau kritik silakan. Dari pada kritik di media, di publik kami kasih (akses). Kita sudah punya Komisi Pemangku Kepentingan saya sudah lantik. Silakan ini jadi tempat berdiskusi. Penasihat Menteri saya sudah angkat. SK-nya sudah saya keluarkan, tinggal dilantik saja. Silakan ini, ada masukan, kami terima. Mau caci, mau maki silakan. Tapi bertanggung jawab. Jangan hanya bicara di media, di publik, tapi saya minta pertanggung jawaban. Nggak usah kita ngomong lain. Dan apa yang saya sampaikan di media ini saya ingin menyampaikan bahwa saya sangat menerima semua jenis masukan untuk mempertahankan kedaulatan negara kita. Menghidupkan sektor kelautan dan perikanan. Tidak hanya perikanan tangkap, tapi juga perikanan budi daya sesuai dengan perintah Presiden.
Lanjut ke halaman berikutnya