PT Krakatau Steel (Persero) kini telah mengantongi keuntungan sebanyak Rp 800 miliar setelah 8 tahun berdarah-darah. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkap bagaimana dirinya dan tim mencetak untung itu, mulai membenahi karyawan hingga negosiasi ke kreditur atau pemberi utang.
"Ini kan usaha bareng-bareng, bukan usaha sendiri. Ibaratnya tim sepakbola, kita Jose Mourinho, nih. Bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada. Saya sangat atensi dengan yang namanya SDM, kemudian juga struktur business process, business model, jadi fokusnya ke sana. Kemudian apa yang dilakukan harus bikin untung. Kita cari untung. Ada orang cari kerja, kita cari untung," kata dia dalam acara Blak-blakan detikcom.
Dia juga menekankan, dalam pemulihan perusahaan, pola kerja antara direksi, komisaris, dan karyawan harus bersinergi. Terutama, bagaimana pimpinan bisa memenuhi kebutuhan karyawannya untuk bekerja.
"Jangan sampai perangkatnya kurang, laptopnya tua, internetnya nggak ada. Itu hal-hal sederhana, kita harus pastikan mereka siap tempur, gimana app-nya digitalisasinya. Supaya mempermudah bekerja. Kalau mereka mudah bekerja, akan lebih produktif, karena lebih banyak mereka daripada pimpinan," ujarnya.
Tidak hanya itu, tim Krakatau Steel juga memiliki cara dalam meyakinkan kreditur terkait utang perusahaan yang besar. Itu dilakukan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Sebab, bank yang memberi utang juga berbeda-beda. Mulai bank pelat merah hingga bank asing.
"Kemudian 10 bank, ada bank pelat merah, swasta, ada asing. Pendekatannya berbeda-beda. Sementara perjanjian titik-koma harus sama 10-10-nya," terangnya
Berikut ini, tanya jawab lengkap bagaimana Silmy Karim mengubah perusahaan yang dulunya buntung menjadi untung:
Bagaimana Membenahi Krakatau Steel hanya dalam tempo kurang dari 3 tahun sudah untung Rp 600-800 miliar?
Ini kan usaha bareng-bareng, bukan usaha sendiri. Ibaratnya tim sepakbola, kita Jose Mourinho nih. Bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada. Saya sangat atensi dengan yang namanya SDM, kemudian juga struktur buseiness process, business model. Jadi fokusnya ke sana. Kemudian apa yang dilakukan harus bikin untung. Kita cari untung. Ada orang cari kerja, kita cari untung. Perlu juga ada satu perubahan pola pikir, mindset, orang bilang mengubah culture itu gampang diomongin tetapi sulit dilakukan. Tidak ada pimpinan CEO menyampaikan kita boros ya, kita semua bilangnya efisiensi, tingkatkan penjualan, efisiensi. Tetapi kuncinya mengeksekusi omongan itu
Untuk supaya bisa optimal, mindset-nya harus ikut diubah. Kita ambil contohnya, struktur organisasi ada 7 layer, pegawai negeri atau ASN 3 layer 4 layer, kita malah lebih tebal. Gimana bisa kompetitif, bagaimana bisa berdaya saing. Kemudian ada istilah, lebih baik satu singa memimpin sepuluh kambing dibanding 10 singa dipimpin satu kambing. Kita sebagai pimpinan melatih sebagian fighter. Saya boleh adu tim KS sekarang dengan tim perusahaan lain, itu kita bisa lebih unggul, karena dalam 3 tahun ini, saya melatih mereka sebagai fighter. Meresponsnya cepat, kita tidak menghindari masalah, kita kan membutuhkan respons, bukan hanya peluang tapi merespons masalah juga harus cepat. Jangan sampai masalah muncul menjadi besar.
Kemudian kaitannya dengan culture structure. Pimpinan biasanya dilayani. Kita harus melayani. Kenapa kita harus melayani, karena nggak bisa, kadang-kadang muncul mendewakan direksi dan komisaris, kebalik. Kita yang harus punya mindset untuk tim kita itu terlayani, jangan sampai perangkatnya kurang, laptopnya tua, internetnya. Itu hal-hal sederhana. Kita harus pastikan mereka siap tempur. Gimana app-nya, digitalisasinya. Supaya mempermudah bekerja. Kalau mereka mudah bekerja, akan lebih produktif, karena lebih banyak mereka daripada pimpinan.
Makanya saya bilang, jangan mendewakan-mengkultuskan pimpinan. Kita sama, beda role aja. Kemudian seorang pimpinan harus bisa melihat lebih jauh, lebih luas, karena kita tujuannya ke mana harus tahu. Bagaimana bisnis baja ke depan, bagaimana kemudian trennya, apa ancamannya, tantangannya apa. Ini harus dijawab semua. Kalau kita tidak bisa melihat itu, kita tidak bisa artinya mengantisipasi, wah itu sudah selesai, kenapa? Karena teknologi berkembang, daya saing semakin kuat. Jangan pernah berpikir bahwa orang lain tidur. Misalnya, 'Udah, Pak, ngapain kita partneran sama dia, kita cut aja perusahaannya, kita bubarin, kita ambil alih bisnisnya'. Terus mereka ngapain, memang mereka tidur? Mereka akan bikin lagi dan jadi pesaing kita.
Jadi, jangan sekali-kali pertama dalam agama, jangan zalim, kedua jangan mikir mereka tidur, mereka terus bekerja. 'Ah untuk itu, kita kita mesti juga bisa mengimbangi, jadi partneran menang 5-0, masing-masing harus merasa menang, itu yang top. Namanya berpartner itu harus setara. Kalau udah nggak setara, udah akhirnya memakan dan itu tidak sehat, dan banyak lagi hal lain yang dibangun di KS agar sustainable yang namanya turn around itu bisa dilanjutkan terus. Kemudian jangan kita merasa bisa katak dalam tempurung, kan ada misalnya 'Saya sudah 30 atau 20 tahun, saya loyal terhadap perusahaan.' Nanti dulu, bapak ini loyal atau nggak keterima di tempat lain? Nggak laku? Jangan sekali-kali hal-hal yang kayak gitu, nggak laku buat saya. Kalau lu bagus, nggak happy, daftar tempat lain. Terima apa nggak? Tapi kalau memang dia jago, akan gampang. Selain dia daftar, dia sudah ditarik.
Artinya, bahwasanya kita sudah termakan suatu bluffing, kebanyakannya nih posisinya paling tinggi, takut turun. ini juga nggak boleh. Saya selalu bilang, kan anak usaha KS banyak. Total itu bersama afiliasi hampir 60. Saya bilang, jangan sekali-kali kalian takut posisinya hilang. Ketika takut posisi hilang, di situlah kita mulai bias, pengin popularitas dong? Baikin anak-anak buah, bikin perjanjian kerja bersama, bagaimana supaya mereka happy, kenapa? Takut didemo, nggak bisa untuk kompetitif, kita harus memilih mana yang memberikan nilai tambah, optimal. Karena perusahaan lagi sakit, bukan lembaga sosial. Dalam lembaga sosial membuat sesuatu aktivitas sosial.
Namanya perusahaan harus untung. Kalau mau untung, harus siap dengan segala macamnya. Tetapi kita harus masuk dengan melihat keadaan di dalam seperti apa, kita harus juga minta trust dari mereka, keikhlasan dong. Untuk dipimpin saya, harus ikhlas dulu, apalagi relatif saat saya masuk usianya relatif lebih muda. Jangan merasa kita lebih dari yang lain. Jadi kita membangun kesetaraan dan membangun kebersamaan, dan itu tidak mudah, karena kebanyakan ada juga perasaan banyak nih insecure. Kalau sudah mempunyai insecure, itu jadi biasa lagi. Saya sudah berapa kali bilang bias ini, karena ini untuk menunjukkan nggak mudah menjadi pimpinan.
Tadi Bapak bilang ada 7 layer gemuk banget dan 60 anak usaha. Dalam rangka efisiensi dipadatkan, dirampingkan, efisiensi, meskipun meminta keikhlasan tapi kan bisa ada yang nggak ikhlas. Tidak ada gejolak sama sekali?
Boleh dibilang smooth, gejolak pasti ada. Sebagai pimpinan, jangan sampai berpikir bahwa 'Wah tidak ada yang sebel sama saya. Saya adalah pimpinan yang dicintai.' Itu bohong, nggak ada. Namanya pimpinan, itu harus siap juga dibenci, dimaki, tetapi kan lihat hasil akhirnya. Ketika saya masuk, posisinya minus ratusan juta dolar, triliun. Tetapi kan sekarang sudah untung. Tadi saya sempetin interview beberapa direksi anak perusahaan dan calon manajer. Saya sampai ke sana, saya harus memastikan siapa-siapa yang duduk itu buat ke depan.
Oleh sebab itu, yang tadi bahwasanya tentu harus bisa mengkaji apa apa yang kiranya yang berpotensi juga menjadi titik kembali menjadi seperti dulu. Nah, ini yang harus kita pastikan. Dengan pembinaan dan pola pikir, 7 layer 60 perusahaan. Bagaimana? Diklaster, bahkan kita banyak melakukan cost to profit center. Yang tadinya biaya, kenapa kalian melayani KS saja, misalnya water treatment plant, waste water treatment. Kenapa melayani KS, kenapa nggak melayani perusahaan lain. Ya sudah deh spin off, gabung dengan anak perusahaan waste water management, kenapa nggak digabung? Gabung. Kalau perusahaan yang bisnis, satu dibubarkan atau cari bisnis yang lain yang bisa menghasilkan.
Yang dilarang bikin perusahaan kemudian jadi rugi, bermain di tataran yang tidak optimal. Kita BUMN mesti ada kekhususan dong. Kalau memang bisa dijalankan, swasta tidak punya ada kontribusi, bisnis induk yang menang, strategis ataupun memperkuat, manage cost, dan berbagai macam alasan itu, saya udah nggak usah. Bahkan di awal kita bikin kuadran itu gampang saja kok. Core business untung, core business tidak untung, tidak core business utang, tidak core business tidak untung, ya disikat duluan itu. Gampang kuadran 4. Kita lihat lain core business tidak untung, oh kebanyakan orang. Nah, orangnya bisa nggak kita pindahkan, kita pilih busnya yang lebih baik.
Kan ada juga sebelum pandemi mereka ngerasa, 'Ah, gue bisa kerja di tempat lain'. Saya tawari dulu pensiun pada usia 56. Saya tawari pensiun dia 40. pensiun dipercepat. benefitnya, kita berikan sesuai. Buat KS apa? Daripada nggak produktif. Mau rugi terus? Akhirnya 100 persen hilang karena didiamkan atau pilih 40 persen, 60 persen bertahan. 'Tapi kan Bapak lebih dari 60 persen tuh ngilanginnya'. Ya kan ada juga pensiun normal, saya tidak ganti, masuk 56 posisinya ada gabungin, gabungin-gabungin. Dari beberapa anak usaha, berkurangnya tidak banyak tetapi orangnya.
Kalau ditanya apakah seorang Silmy Karim mem-PHK dalam konteks restrukturisasi? Jawabannya, kalau dalam konteks KS, tidak. Tetapi saya men-spin off kemudian, yang tidak optimal tidak diperpanjang kontraknya. Kalau misalnya gini, prinsip sapi menyusui, kalau sapinya kurus, susunya pasti sedikit. Ya sapinya dibikin gemuk kemudian baru dinikmati susunya. Jangan kebalik. Kadang-kadang pengin populer bukan ke karyawan, ke lingkungan. Kita harus bisa bilang tidak. Susah loh biang tidak itu. Apalagi yang datang itu menggunakan tekanan embel-embel ini-itu. Tetapi kita kan bisa menyampaikan dengan fakta, dengan suatu keadaan. Tidak mudah bilang tidak. Kalau seorang pemimpin tidak bisa bilang tidak, itu juga siap-siap lewat.
Sebenarnya bukan suatu hal yang baru, tetapi bagaimana kita menjalankan atau mengeksekusi itu secara baik dan secara optimal. Kemudian melibatkan banyak pihak yang mana ownership-nya dimiliki oleh saya. Tetapi dimiliki oleh tim saya. Kadang-kadang pimpinan itu dalam rapat, ujungnya sudah tahu, notes yang disimpulkan. Cuma kan kita harus berproses selama satu jam. Membiarkan rekan kerja kita memiliki ide. Kalau idenya dipakai, dia akan jagain itu. Coba kalau misalnya, perintahkan A dan B perintahkan C bisa 5 menit selesai rapatnya. Tetapi ownership-nya tidak ada tidak melatih mereka untuk berpikir, tidak melatih mereka untuk menghadapi persoalan, kelar! Ini saya ngomong berdasarkan perjalanan panjang atau istilahnya bukan asal-asalan atau teori bangun tidur.
Lanjut ke halaman berikutnya
(zlf/zlf)