Blak-blakan Dilema Subsidi Ongkos Haji

Wawancara Khusus Dewas BPKH

Blak-blakan Dilema Subsidi Ongkos Haji

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 08 Jul 2022 16:04 WIB
Jakarta -

Seluruh dana haji jamaah asal Indonesia dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dari lembaga ini, dana yang dikumpulkan dikelola hingga menghasilkan keuntungan yang nantinya akan digunakan untuk menutupi ongkos biaya haji para jamaah.

Dalam Blak-blakan kali ini, BPKH akan membahas terkait prosedur pengelolaan dana haji, menjawab isu terkait utang dengan Arab Saudi, dan menjawab rencana kenaikan ongkos naik haji.

Berikut wawancara selengkapnya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisa dijelaskan apa peran dan fungsi utama BPKH?

Sesuai dengan UU 34/2014, peran utama lembaga ini mengelola dana haji, dulu sebelum lembaga ini belum ada dana haji dikelola oleh Kemenag, dan mereka juga mengelola operasional haji, sejak lembaga ini ada maka pengadaannya diserahkan kepada kami, BPKH.

Yang dimaksud mengelola itu mulai menerima setoran, menginvestasikan atau menjaganya sampai membayar semua kebutuhan yang diperlukan untuk haji. Singkatnya seperti itu kira-kira.

ADVERTISEMENT

Bagaimana prosedur pengelolaan dana haji?

Jadi begini, dulu sebelum ada BPKH dana yang disetor jamaah itu disimpan oleh Kementerian Agama, dana tadi dianggap sama saja sejak dia setor sampai dia berangkat kemudian (begitu saja).

Walaupun memang kenyataannya dulu itu dana yang disetorkan lebih kurang dengan kebutuhan cost seorang jamaah. Tapi dengan antrean yang panjang, maka sebetulnya terjadi cost yang terus naik, seperti tahun ini, lonjakan luar biasa. Sementara dana ini statis saja, sehingga lama-lama ada gap, gap yang inilah kemudian BPKH mengisi.

Contoh riilnya, sebelum pandemi jamaah itu ketika dia menyetor Rp 25 juta, menjelang berangkat ditambah Rp 10 juta, jadi Rp 35 juta.

Jadi cost haji saat itu Rp 75 juta per orang. Ada gap, ketika mereka setor hanya Rp 35 juta. Sisanya ini kita tutup dari nilai manfaat yang kita hasilkan.

Itu harus dikejar, kalau tidak bisa repot nombok ya?

Betul, itu yang juga menjadi konsen kami bahwa pola ini ke depan harus ditinjau ulang.

Bagaimana peninjauan yang dimaksud?

Kalau tidak ada perubahan apa-apa, maka cost naik terus, setoran tetap, gap makin besar, maka mau Ndak mau di tahun sekian itu berlaku atau seperti yang terjadi pada kasus First Travel, bahwa setoran orang termakan untuk subsidi, ini kita hindari sebetulnya. Sampai hari ini Alhamdulillah masih bisa kita atasi, nilai manfaat itu cukup untuk menutupi tadi, subsidi tadi.

Tapi lama-lama tidak bisa, sehingga kita punya sebuah pemikiran, dan kita sedang membuat kajiannya. Ya intinya itu tidak bisa dipertahankan, menurut saya.

Sehingga ada hal baru yang dipertimbangkan untuk diubah, tapi ini menyangkut tiga pihak, masyarakat haji sendiri, pemerintah dan BPKH. Nanti ujungnya kita ke sana insyaallah, bahwa perlu ada perubahan.

Saya sudah menulis di media hal yang sama, apalagi tahun ini kan kita dikejutkan dengan naiknya atau tambahan syair cost yang tadinya per jamaah dibebani 1500 riyal tiba-tiba tahun ini menjadi 6000 riyal. Itu kan semacam service fee.

Kenaikan itu karena pandemi?

Tidak juga, kalau saya melihat kebijakan baru mereka, Saudi yang kalau saya boleh dikaitkan dengan kebijakan mereka yang ingin mengubah infrastruktur Makkah Madinah.

Tujuannya untuk pembangunan?

Pembangunan, ditambah dengan turunnya pendapatan minyak mereka kan, dugaan saya ke sana. Rp 25 juta plus Rp 10 juta ketika mau berangkat. Itu sebelum ada optimalisasi, rata-rata berapa? Mulai dari Rp 46 juta, Rp 53 juta, lalu dari 2015-2016 ke atas sudah ada gap.

Sebelumnya aman?

Sebelumnya dulu sekali, ketika 2005 ke bawah itu kan orang pengumuman haji di tahun yang sama, tahun ini berangkat haji pendaftaran di kasih 3 bulan. Maka siapapun yang siap setor jadi by vost, tidak ada antrean tapi kan itu dipandang tidak adil. Itu menguntungkan mereka yang siap, yang punya uang.

Lalu dibuat orang boleh daftar kapan saja konsekuensi nya ada antrean. Sehingga ada upaya agar mereka tidak terlalu berat sehingga diberikan semacam subsidi tadi, kebetulan tadinya ada semacam efisiensi yang bisa nutup, tapi lama-lama kan ini tidak bisa dibiarkan.

Cara BPKH menutup gap polanya seperti apa?

Kita sudah diatur oleh Undang-undang. Ada 6 prinsip dasar yang tak bisa dilanggar, pertama harus syariah, jadi kalau kita dengan bank harus bank syariah, investasi syariah, kedua tentu harus aman, must secure safe, sedapat mungkin tidak hilang karena ada pasal mengancam kami jika itu gagal.

Jadi misal kripto ada syariahnya nggak bisa karena ada naik turun nggak karuan?

Iya, syariah kan mengatur sebenarnya pertama syariah, kedua aman, ketiga harus memberikan nilai manfaat, jadi kita mau nggak mau. Kalau perusahaan itu mendapatkan laba, pada akhirnya masuk ke modal, kalau kita nggak, kembali ke pemberi dana, siapa? jamaah haji yang menunggu.

Semua laba yang kami hasilkan digunakan untuk mereka berangkat dan sebagian untuk jamaah tunggu, nah itu yang sekarang baru yang kita sebut future account.

Jadi intinya dana yang masuk itu semuanya untuk jamaah, bukan untuk pengurus bukan untuk lembaga, boleh dikatakan untuk kami tidak ada. Kemudian ada transparansi.

Dana abadi umat bagaimana?

Dana abadi umat adalah dana yang dimiliki yang dititipkan Kemenag kepada kami.

Berapa jumlahnya?

Hari ini berjumlah Rp 3,7 triliun, dari awal kami terima di Di 2018 Rp 3,1 triliun. Ini dua hal berbeda, dana abadi bukan untuk operasi haji, itu di kita operasikan dapat revenue tapi untuk kemaslahatan.

Asalnya dari?

Akumulasi saldo-saldo haji sebelumnya sehingga terkumpul lah DAU tadi itu dititipkan ke kita juga. Dana haji berbeda ni, dua-duanya kita kelola.

Tujuannya buat apa?

Membantu kemaslahatan umat, ada kita sebut ada 6 bentuk kegiatan pelayanan haji, misalnya ada beberapa daerah yang minta kami mau bikin asrama haji, klinik, kabah-kabahan an untuk manasik, bahkan untuk kursi roda, prasarana ibadah, sekolah, pesantren, kesehatan bahkan kemarin kita bantu juga untuk COVID-19.

Jadi ini tidak masuk dalam pengelolaan haji?

Kita kelola tapi di luar dana haji.

BPKH itu selain abadi umat pengelolaan dana haji ada lagi nggak?

Tidak ada, dua itu saja, tapi jumlahnya cukup besar, DAU saja sudah Rp 3,7 triliun, total sekarang kita mengelola Rp 160 triliun.

Akumulasi dari?

Setoran haji yang sudah masuk kemudian kita putarkan dengan tadi berjumlah sekitar Rp 167 triliun.

Kalau boleh tahu returnnya?

Kita punya data sekitar 5-6 tahun terakhir kita bilang naik dari angka 4 koma sekian sampai 6 persen. Jadi kita memang oleh UU dituntut ada pasal 53 dalam tanda petik mengancam kami. Intinya gini, kalau ada kerugian terjadi, tanggung jawab 14 orang, ini berat dan kalau lebih tidak ada bonus.

Tidak boleh agresif juga?

Makanya dari situlah kita tidak bisa dalam investasi dipakai yang low risk. Karena kita tidak boleh kena resiko kita mengambil di low risk Investment.

Dari dana Rp 160 triliun itu, pak Ahyar tetap memperkirakan ada gap nanti ada yang dana yang harus ditombokin?

Tahun ini makin nyata, makin besar, sayang saya nggak bisa tunjukin ya grafiknya, jadi setoran kan stabil, naik sedikit sekali, tapi costnya naik, tahun ini kan dari sebelum pandemi kurang lebih Rp 70 juta, tahun ini Rp 98 juta.

Artinya ini harus menjadi pemahaman buat?

Tiga pihak tadi, kita harus mengoptimalkan lagi, pemerintah harus sepaham juga , pemerintah ada dua pihak DPR dan Kemenag kemudian jamaah juga harus paham. Karena gini dalam Q.S Ali Imran disebutkan, haji itu harus mampu yang meliputi tiga hal, finansial, kesehatan, keamanan nah kalau cuma dua, misal di finansial ini kan kalau tidak mampu maka tidak wajib haji, tapi kan siapa si di dunia ini yang nggak pengin haji.

Bagaimana kemudian jalan keluarnya?

Ada tiga sisi yang pertama tentu jamaah dulu harus memahami bahwa ada syarat dalam QS Ali Imran 97. Ada gap dan itu yang kami sosialisasi kan sehingga mereka harus menyadari bahwa karena yang mereka bayarkan kurang dari total cost yang diperlukan satu, yang kedua pemerintah selama ini cukup dalam tanda petik bijak mempertahankan agar jamaah tidak bayar lagi, tapi kan ini tidak realistis.

Makanya suatu hari nanti sudah kita hitung di 2026 kalau tidak salah ancamannya cukup serius sudah harus menutup dengan setoran. Apalagi di tahun yang sama nanti ada haji dua kali, sehingga sekali haji sebelum pandemi itu Rp 15 triliun sekali haji, setelah pandemi ini kan hampir dua kali lipat naiknya. Dengan demikian makanya harus ada kesadaran dari pihak-pihak terkait, optimalisasi kami mungkin di satu sisi bahwa di berikan sebuah keleluasaan agar kami berani masuk medium risk, karena risk itu berpengaruh pada income. Kalau selama ini kan kami ditekan di low risk, makanya kita bermain di 6 persen, tapi kalau mungkin ada kesempatan lebih tinggi akan beda ceritanya namun resiko lebih tinggi juga

Pemerintah boleh saja, tapi kan tanggungan 14 orang ini?

Iya, makanya di situ mungkin ada sebuah terangsur lah ya, karena kalau bertahan di titik masing-masing ya gada kemajuan apa-apa, makanya kita memandang perlu review terhadap UU tadi pasal 53 tadi maupun di resiko tadi demi optimalisasi.

Sudah dirancang?

Sudah, kita sudah mengajukan ke DPR tapi sayang beluk masuk Prolegnas.

Mulai kapan?

Sudah dua tiga tahun, kami dari awal sudah membaca ini maka kajian sudah 4-5 tahun kami sudah sebar juga informasi nya cuma bahwa orang memandang ide itu tidak sama.

Ini untuk mengantisipasi jangan sampai BPKH disalahkan di kemudian hari sudah ada warning?

Kami undang berbagai pihak, kampus untuk mengkaji dan dapat support, tapi kan ini tidak sesederhana itu, ada unsur DPR, Politik, pemerintah politis dan realitas yang kita hadapi. Orang umroh, sudah umroh belum (sudah pak) berapa (Rp 25 juta) Rp 25 juta ya, berapa hari (7hari) haji berapa hari (tergantung) 40 days reguler. Kalau 40 hari ambil lah 10 hari, 25 juta kalau 40 hari Rp 100 juta kan, itu perbandingannya, tidak apple to apple. High season, hotel naik pesawat naik, pesawat kalau umroh berangkat penuh pulang penuh, ini ngga, berangkat penuh pulang kosong. Nanti berangkat kosong pulang penuh 2x4. Nah ini yang masyarakat nggak bisa bayangkan, jadinya lho kok mahal, kita sudah compare ke Malaysia hampir sama.

Malaysia gimana?

Ketika Rp 70 juta, mereka Rp 69 juta.

Apa yang mereka lakukan?

Kita pernah komparasi, mereka punya TH (tabungan haji) yang sudah ada sejak 1962 jauh lebih awal. Akibatnya apa, akumulasi dana investasi mereka besar, mereka sudah punya kebun sawit, pabrik a pabrik b macam-macam rumah sakit bahkan, hotel, artinya dengan investasi sebanyak itu maka subsidi mereka ga masalah, karena jamaah mereka cuma 30ribu orang, kita 210 ribu.

Jadi subsidi mereka sebenarnya sama, jadi di sini dulu bayar Rp 35 juta, mereka kan 10 ruvy Ringgit, which is sama dengan Rp 35 juta, sisanya sama mereka subsidi oleh dana yang lebih siap kemudian juga dana investasi lebih besar.

Uang itu jatuhnya ke mana saja sih pak?

Pertama saya harus beritahu bahwa ada aturan tentu UU kami dapat hak operasional maksimal 5 persen dari nilai manfaat tahun sebelumnya, APBN 0 rupiah. Dari pengalaman 5 tahun ini kami tidak pernah mencapai 5 persen.

Setiap tahun dana pengelolaan itu mendapatkan return sekitar 6 persen, dari 6 persen itu 5 persennya?

Mulai menggaji dari yang tertinggi sampai ke bawah, semuanya dan Alhamdulillah kita bisa tekan cost, tahun lalu kalau ga salah kita hanya gunakan 2,38 persen artinya kita bisa sangat efisien.

Audit ya pak?

Iya, ini menarik selama 4 tahun berturut-turut kita WTP, sepekan lalu keluar hasil audit nya, Alhamdulillah WTP. Jadi pernyataannya bagaimana mengelola, dari dana sebanyak itu kita bagi dua, UUnya gtu, 30 persen kita tempatkan di bank-bank syariah terpilih tidak semua bank syariah kita berpartner kita seleksi lagi kita evaluasi setiap 3 bulan. Kalau mereka masuk kriteria ok, kalau ga kita keluar dulu 70 persen itu kita investasikan, bentuknya apa? pertama yang paling besar saat ini adalah surat berharga syariah, bisa sukuk, bisa saham, yang lain adalah kita boleh beli emas dibatasi 5 persen kemudian kita boleh investasi lainnya, 10/20.

Itu beli Bank katanya boleh?

Nah kita sudah beli Bank Muamalat, itu termasuk investasi lain, kita sudah beli Alhamdulillah sudah milik bangsa tadi kan milik asing itu sehingga kita bisa kelola sekarang, murah-murahan itu mempercepat besaran return setiap tahunnya, termasuk kita boleh ke luar negeri walaupun saat ini masih fokus di Saudi dan baru satu. Di Saudi banyak potensi sebetulnya mulai dari akomodasi dan hotel sebagainya kemudian bisa untuk makanan katering transportasi bahkan bisa juga.

Mereka mau ngembangin wisata lho pak?

Iya kita diajak, namanya RIM kita diajak dalam kajian, tapi yang Saudi memang karena pandemi belum jadi. Kita udah beberapa proposal, nah itu dewas kerjaannya, dewas ini ada bidang komisaris karena setiap penempatan rupiah oleh dewas.

Harus dapat persetujuan dewas?

Iya persetujuan dewas, dan kita membahas itu sangat serius. Ya ini kehati-hatian tadi kalau nggak kena pasal 53 tadi, jadi dari sekian banyaknya proposal terus terang baru satu yang kita loloskan jadi namanya APIF Auckof properti Investment found itu di bawah IsDB. So far oke, ditanya kemarin ditanya ok, tapi memang apa namanya ya baru rumah sakit kecil sekali, persentase baru 1 persen besarannya. Tapi kita sudah 3 besar tu dalam proporsi kepemilihan saham ya. Dana kelolaan haji untuk investasi lain apakah investasi di insfratruktur.

Pembangunan IKN, itu masuk nggak dalam investasi lain-lain?

Ketika ada rencana investasi kan kami tidak bisa melewati 6 syarat itu tadi dari syariah sampai transparan tadi, kemudian dalam hal ini kami mempunyai 10 resiko yang kita akan hadapi. Yang kita beli memang sukuk, sukuk itu ada dua kategori besar, sukuk negara sama sukuk swasta.

Sukuk negara memang bervariasi ya kami tidak pernah diarahkan untuk infrastruktur berapapun pun kalau bicara bebas, saya berpikir secara pribadi, kalau memang itu memenuhi syariah tadi dan lainnya why not, karena pemerintah lah yang paling bisa memberikan jaminan, swasta kami beli beberapa korporat tapi tetap kami gaji dan setelah itu lolos baru kita lakukan. Jadi sementara memang cukup besar.

Makanya kami membaca sentimen masyarakat dan kami sangat hati-hati di situ makanya beberapa usulan banyak beberapa usulan dari berbagai sumber ya kita saring dulu kita kaji dulu seperti Bank Muamalat itu butuh 2 tahun lebih mengkajinya sampai pada titik yes we agreed kalau Ndak ya kita Ndak berani.

Kalau IKN bagaimana?

Apalagi IKN kan, semakin masyarakat, kita membaca juga termasuk gini di luar negeri banyak potensi dan return cukup menarik tapi berfikir juga apa tidak ironi ketika negara mengajak di dalam kami malah membuang ke luar, ini menjadi pertimbangan kita juga betapa pun kadang-kadang di sana daya tahan nya bagus juga, jadi kita mesti itulah ada yang kuantitatif kualitatif kita pertimbangkan.

Setelah dua tahun berhenti karena pandemi, ada praduga BPKH punya utang ke Saudi karena tidak mengambil tambahan kuota haji?

Semua pembayaran haji itu di muka, justru bisa tidak akan keluar kalau ada utang, jadi masyarakat harus tahu bahwa bisa tidak akan keluar ketika masih ada utang, misalnya perusahaan sana ada yg bilang itu BPKH masih ada utang, itu pemerintah Saudi akan menahan Visa tidak akan dikeluarkan sampai selesai, makanya itu tadi isu yang tidak masuk akal tidak berdasar. Insyaallah nggak ada hutang di Saudi dan karena uang pembayaran harus di muka.

Bahkan ketika masih pra pandemi kami mengeluarkan uang ke Kemenag itu sekitar 3 bulan sebelum haji karena mereka biasa 6 bulan sudah mulai survei pasar. Kemarin Saya kasih contoh yang bisa dikatakan jelas ya, ketika tiba-tiba hanya 4 hari sebelum jamaah berangkat ada kenaikan tadi masyair 1.500 riyal tahun lalu Sebelumnya sekarang 6.000 riyal totalnya Rp 1,5 triliun. DPR kelabakan, Kemenag bingung, kemudian rembukan kami siap kami sampai bilang dana itu aman, liquid karena UU menentukan.

Berapa likuiditasnya?

Kita dituntut UU minimal dua kali cost naik haji, satu kali haji kalau masa normal itu Rp 15 triliun. Data kami akhir tahun kemarin menunjukkan 29 kali hampir 3 kali lipat.

Dalam bentuk cash di bank?

Iya bisa bentuk tabungan giro atau deposito yang bisa dicairkan sewaktu-waktu tanpa cost. Sehingga kami buktikan Rp 1,5 t dalam 4 hari tidak ada masalah artinya dana itu aman insyaallah likuid kebetulan, terbukti kemarin 4 hari kan kita lihat DPR bingung pemerintah apalagi. APBN tidak mau turun ya alhamdulillah kita buktikan kita memang siap, ini sekadar bukti kepada masyarakat bahwa apa yang selama ini kita katakan bukan suatu isapan jempol, karena memang kami kawal sebaik mungkin, alhamdulillah so far so oke lah

Itu bisa dipertanggungjawabkan?

Insyaallah

Transparansinya gimana?

Sangat terbuka, jadi siapapun silakan lihat neraca kami laporan keuangan kami yang selalu kami update di website dua kali setahun kami buat di kolom tertentu bagian dari ketentuan begitu kami melapor ke menteri dan presiden pastikan lewat menteri, DPR secara reguler setiap mesti kita laporkan, jadi everybody can see lah.

Jadi tidak ada isu soal transparansi?

Insyaallah sangat terbuka.

Antisipasi seperti yang bapak katakan?

Kita menyebut sustainability, jadi memang tidak stand kalau pola ini tidak berubah. Kita sudah baca sekitar 4 tahun lalu. Kita lihat wah ini nggak bisa begini. Makanya kita bikin kajian untuk meyakinkan sehingga tahun ini ada semacam penguatan ketika ada permintaan kenaikan Rp 1,5 triliun ini kan membuat cost per orang kan Rp 98 juta jadi 3-4 kali.

Idealnya bagaimana kemudian?

Bicara idealnya ya, pertama mungkin perlu adanya kenaikan secara setoran awal.

Berapa idealnya menurut bapak?

Kita belum hitung secara persis tapi bisa disimulasikan ke beberapa skenario, saya pernah bikin beberapa skenario karena kita juga harus memproyeksikan kenaikan tahun demi tahun cost hajinya.

Tapi Rp 25 juta itu sudah tidak ideal menurut bapak?

Saya kira tidak, kecuali begini, selama ini kan kita begini, Rp 25 juta kita setor nanti Rp 10 juta saat berangkat dan kemudian selama ini kan kami ada virtual account jadi gini, kita bisa melihat terus, jadi gini, tahun lalu kita dapat Rp 10,5 juta, nilai manfaat itu terpakai untuk subsidi sekitar Rp 8 triliun.

Rp 2 triliunnya kita berikan ke virtual account jamaah tunggu. Kita lihat yang berangkat dapat Rp 8 triliun yang menunggu banyak cuma dapat Rp 2 triliun ini kan nggak fair. Jadi kalau mau bicara ideal saya kira bagi rata proporsional, ini yang belum terjadi, karena pemerintah bertahan agar tidak ada tambahan cost mereka yang berangkat.

Misalnya dibagi rata ada tambahan cost?

Sebentar dulu, jadi Rp 10 triliun dibagi semua proporsional, kedua kalau mereka diberi kesempatan ada yang minta pak bagaimana kalau kamu nambah setiap bulan, nah ini belum ada kesempatan untuk itu, saya bilang kenapa tidak, kalau mereka rela, saya kan ke daerah-daerah sosialisasi kenapa tidak dibuka kesempatan seperti Bank kami tiap bulan bisa masuk sehingga saat berangkat sudah tidak lagi besar gap-nya. Sekarang terasa nih, waduh.

Yang lain tentu memang yang fundamental kesadaran tadi bahwa haji itu ibadah super khusus, tempatnya waktunya persyaratannya istitoah Qur'an kan Sangat tegas kan

OKI, ini harus dipahami masyarakat, kalau belum istitoah ya jangan paksakan diri walaupun itu kan agak relatif bagi masyarakat ya.

Jadi kita mengedukasi masyarakat bahwa mereka tidak memang harus memahami istitoah dan itu sangat kuat dasarnya dan mereka agar bisa mengangsur sesuai ketentuan masing-masing.

Apakah mungkin republik ini punya endomen atau apa namanya yang kemudian memastikan bahwa orang yang berangkat dengan sejumlah uang ditambah lagi dengan dana kelolaan itu butuh waktu berapa lama?

Saya sempat bikin kajian sederhana, dengan tidak ada perubahan apa-apa. Misalnya begini, ada 3 sekenario yang pernah saya hitung, pertama tidak ada kenaikan apa-apa. Semua sama cost sama itu butuh waktu 18 tahun untuk seseorang nabung untuk mencapai cost yang sebenarnya.

Lalu kita buat skenario lain, bahwa terjadi kenaikan setiap tahun sekian persen, itu waktunya sekitar 17 tahun atau berapa tahun atau kenaikan setiap 5 tahun saya menghitung sekitar 22 tahun itu tanpa nambah lagi dia akan mencapai titik-titik kita akumulasi kan lah dengan asumsi return per tahun 4 persen, jadi butuh waktu 20 tahun juga.

Artinya kondisi apa adanya dan kondisi kenaikan Cost ada yang tetap ada yang tiap tahun naik sedikit ada yang setiap 5bm tahun sedikit itu perlu waktu kira-kira antara 18-20 tahun , masa tunggu orang mencapai titik Rp 70 juta tadi. Ini masalahnya gini, kan naik lagi nih jadi Rp 98 juta, bahkan tahun depan prediksi beberapa pihak naik lagi, kenapa naik?

Bisa sampai seratus?

Ya sekarang sudah Rp 98 juta, walaupun itu perlu disadari bahwa yang Rp 5 juta kan kembali kepada mereka dalam bentuk living cost kan jadi sebenarnya bayarnya bukan Rp 35 juta lagi tapi Rp 30 juta.

Berarti kita harus punya pola yang realistis nggak bisa kemudian pola yang lama diteruskan dan juga jangan pengin buru-buru?

Kami disini punya solusi lain, kami sejak dua tahun ini punya program haji muda, jadi anak-anak milenial kan sekarang kita tahu income mereka bagus tu, dalam kerja 2-3 tahun mereka sudah punya Rp 25 juta biasanya, nah kita dorong mereka untuk kenapa nggak daftar haji dulu, kenapa? Karena haji kan butuh fisik, nanti kalau haji di usia 50 tahun masih oke, kita lihat haji yang sepuh-sepuh kasihan, berat fisik. Jadi kita dorong anak-anak muda yang sudah punya dana silahkan daftar lebih awal.

Kampanye ini kita buat dalam berbagai serial, jadi teman-teman kalau mau lihat kami punya Instagram punya web punya macam-macam ada beberapa produk antara lain mengajak itu, haji muda. Mungkin ini media juga untuk kita sampaikan kepada para milenial.

Pesan terakhir?

Bahwa haji memang kegiatan ibadah yang unik, super unik, uniknya antara lain bahwa waktunya tertentu, tempat tertentu, persyaratan tertentu, ada syarat istitoah kemampuan yang meliputi finansial, keamanan dan kesehatan. Ini tolong dipahami betul oleh siapa saja ya, ditambah satu lagi, bahwa ada undangan dalam tanda petik, jadi ada orang kaya raya tapi tidak pernah berangkat, kaya yang tadi 46 orang dikembalikan mungkin undangan palsu, wallahu a'lam.

Kalau disadari memahami kondisi ini mudah, tapi di luar itu juga tentu pemerintah DPR dan Kemenag harus lebih realistis dalam menata ini karena ranah kami ranah keuangan saja, operasi itu ada di Kemenag, tentu kita kolaborasi ya tapi nggak dong servis naik terus tapi cost dipaksa segitu aja, nggak realistis. Kami pun tentu BPKH akan terus berpikir untuk optimalisasi return dengan ruang-ruang yang kalau bisa diperlebar.

Insyaallah manageable, kita meyakini orang-orang kita yang terpilih ini akan bisa mengelola. Karena kita yang 14 tahun mantan bankir aja hampir separuh jadi ada banjir ahli finance ada akuntansi semua berfikir fokus untuk itu sehingga dengan kondisi lima tahun terakhir kita masih yakin manageable, dewan pengawas serta dewan pengelola nya tidak mencari kaya di BPKH. Sebagian dari kita insyaallah sudah selesai, tentu hidup perlu dana tapi cukup apa yang sudah ada.


Hide Ads