Strategi Perang Sang Prajurit Bereskan Sertifikat dan Mafia Tanah

Blak-blakan Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto

Strategi Perang Sang Prajurit Bereskan Sertifikat dan Mafia Tanah

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 01 Agu 2022 17:03 WIB
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto mengungkapkan tugas khusus yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagai mantan Panglima TNI, Hadi pun menyiapkan strategi perang untuk menjalankan tugas tersebut.
Foto: 20Detik

Hak milik tanah seringkali jadi masalah, banyak yang kemudian bisa diakui orang lain. Sebenarnya praktik dan caranya bagaimana?

Seperti modus yang saya sampaikan tadi, contohnya adalah ada tanah kosong. Tanah kosong itu kemudian ditanya, tanah ini ada punya siapa? 'Oh ini punya anu pak, ini masih belum bersertifikat'.

Kemudian ada main dengan pejabat BPN, dan juga mengeluarkan warkahnya ini seperti ini, kemudian dia akan mengurus ke desa mengeluarkan PM1 dan sebagainya kemudian di situ bisa dimulai diakui oleh mafia tersebut. Kemudian langsung masukan ke Pengadilan TUN. Nah itu bisa menjadi miliknya mafia tersebut. Nah yang punya belum tentu juga dia tahu bahwa tanah itu sedang dimiliki oleh orang lain.

Itu baru satu kasus, kemudian kasus berikutnya juga bisa terjadi adalah ini ada tanah kemudian dia sedang melaksanakan pengurusan PTSL. Kemudian PTSL-nya belum dikeluarkan. Setelah itu belum dikeluarkan, dia membikin surat palsu mengatakan bahwa ini sudah diserahkan kepada pemiliknya. Kemudian sertifikat ini diambil oleh kelompok tadi, kemudian untuk mengatasnamakan tanah yang disasar tadi, ganti nama ganti luas, ganti alamat. Ini modus juga seperti itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi banyak. Termasuk juga penumpukan sertifikat. Tadi yang kasus pak JS tadi ditumpuk. Ini karena yang penumpukan yang kedua, untung saja dia tidak ada nomor lain. Padahal sudah meninggal ini bisa juga ditumpuk lagi ngurus lagi itu bisa terjadi. Nah ini benar-benar kita terus on check sampai pemilik yang sah ketahuan.

Apakah aksi ini melibatkan banyak sekali pihak, artinya bukan maling aksi sendiri dapatkan hasil?

Oh pasti. Tidak ada namanya mafia tanah itu jalan sendirian. Banyak sekali pihak. Ada peran, atau orang yang dianggap pemilik. Kemudian ada penyandang dana, karena ini perlu anggaran untuk bisa ini. Ada oknum, petugas. Ada juga oknum desa mengeluarkan PM1. Ada oknum notaris. Ini terstruktur.

ADVERTISEMENT

Kegiatan ini subur di Indonesia, mengapa demikian?

Bukan Indonesia ya. Karena tanah ini kan tidak pernah nambah. Manusianya yang nambah. Jadi kebutuhan akan tanah kan sudah (meningkat).

Gebrakan terakhir Anda, ada sejumlah petugas di Kantor BPN ditindak. Sebetulnya ini temuan dari mana?

Sebetulnya itu kasus dari tahun 2019 dan saya minta laporan di Irjen. Saya baca, kemudian coba saya dalami, dan saya koordinasi dengan Satgas (Mafia Tanah). Kebetulan Satgas itu ada di kementerian.

Dari 2019 sampai sekarang baru diproses berarti?

Iya. Karena itu kan dulu pada waktu program PTSL. Kejadian di Jakarta Selatan ini. Ini baru di Jakarta Selatan yang saya lihat, mungkin yang lain akan terus saya teropong.

Sebetulnya komandan tim PTSL itu kan bukan Kepala Kantor Pertanahan, ada orang lain di situ. Nah di situ lah dia memainkan PTSL itu, wewenangnya, untuk berkolaborasi dengan mafia tanah. Kebetulan untuk ASN-nya sendiri sebetulnya hanya beberapa orang. Tapi yang lain adalah pegawai tidak tetap.

Uniknya pegawai tidak tetap itu punya kemampuan komputer, yang dia bisa akses ke akun. Katakan lah akunnya pak Menteri, dia bikin ke pejabat daerah, begitu muncul akunnya, wah tidak bisa menolak.

Apakah hacking juga menjadi salah satu modusnya?

Oh iya. Sebetulnya dia karena mungkin dulu pegawai mungkin, jadi tahu. Atau dulu dia yang mengembangkan sistem digitalnya. Oleh sebab itu, ketika kejadian itu kita tidak boleh membabi-buta. Artinya apa? Data-data yang sudah ada di dalam, kemudian di-print out, keluar katakan lah sertifikat, kemudian kita tidak cek. Kita harus double check.

Nah kemarin kejadian keluar, tapi sudah selesai. Padahal di situ ada penggantian melalui data digital, jadi cek dulu 'pak ini, berapa hektare, namanya ini betul,' baru dikasih. Jadi tidak terjadi ada hanya '74 meter menjadi 2000 sekian meter' dan milik orang lain.

Sejak 2019 sampai sekarang itu kan lama, apakah memang progress penanganannya lama atau kemudian Anda percepat yang mangkrak kemudian diakselarasi?

Iya sebetulnya saya akselarasi. (Berarti mangkrak sebenarnya?) Tidak segera ditangani lah.

Apakah modus semacam ini bisa terjadi juga di daerah lain?

Saya yakin ada. Tapi dengan saya melakukan gebrakan ini, mungkin mereka mulai tiarap kan. Kalau tiarap tidak melakukan perbuatan hukum tidak apa-apa. Tiarap saja terus. Tetapi kalau tiarap, tapi pernah melakukan perbuatan hukum, ya saya proses!

Oleh sebab itu saya terus melakukan evaluasi ke dalam. Saya melihat secara langsung, apakah ada celah-celah yang bisa digunakan untuk menyalahgunakan wewenang tersebut? Baik itu saya lihat piranti lunaknya, piranti kerasnya, sumber daya manusianya, sehingga saya nanti bisa mengambil kesimpulan dari mana dulu saya menyelesaikan masalah ini. Sembari saya juga melakukan mitigasi terhadap korban, rakyat, yang terkena dampaknya dari mafia tanah.

Apakah cukup semua yang Anda rencanakan untuk dilakukan setidaknya sampai tahun 2024?

Iya paling tidak, kalau tidak cukup, paling tidak saya pernah memberikan setitik warna untuk bisa memperbaiki kementerian ini menjadi kementerian yang kapabel, kementerian yang transparan, dan kementerian yang modern untuk menuju ke Indonesia Maju.

Tetapi saya yakin. Karena apa? Kalau tadi saya sampaikan softwarenya kita betulin, hardware kita betulkan, SDM-nya juga kita betulkan. Ini kan sudah menjadi motor yang baik, sudah menjadi perahu yang baik, kapal yang baik. Tinggal kita piloti saja. Kalau pilotnya siapa saja, mau dia melenceng ke kiri ke kanan, tetapi sistemnya tuh minta lurus, akan tetap lurus.

Apakah Anda juga membuat semacam kerjasama dengan pihak lain, kementerian kan tidak punya alat untuk penegakan hukum. Apakah ada semacam kerjasama atau membuat satgas khusus untuk mafia tanah?

Yang pertama, ketika saya diangkat menjadi menteri, yang saya datangi duluan adalah Bapak Kapolri. Kebetulan dulu adalah sinergi dengan saya.

(Kayaknya akrab dengan pak Kapolri?) Oh iya. Saya datang ke sana. Pak Kapolri kerjaan dulu kita laksanakan sinergi, sekarang saya menjadi menteri, saya mohon tetap dilanjutkan.

Pak Kapolri menyampaikan, 'saya laksanakan 1.000% Kang Mas,' sudah saya tenang. Dengan ucapan seperti itu, saya yakin, akan tersebar di seluruh Kapolda, sehingga Kapolda akan paham ketika saya datang itu pesannya sudah jelas apa yang harus saya lakukan.

Di samping itu, saya membentuk Satgas untuk mafia tanah. Internal. Lalu, kita juga akan gabungkan dengan Satgas Kepolisian. Karena internal sendiri harus saya bereskan semua ini, punya satgas khusus yang melihat, menerawang, dari semua sistem yang ada.

Apakah sanksi-sanksi yang ditetapkan akan Anda tegakkan dengan tegas?

Iya. Saya sudah sampaikan kepada seluruh staf. Saya sebagai pembantu bapak Presiden, sebagai menteri akan saya laksanakan tiga perintah bapak Presiden itu. Saya akan melaksanakan dengan serius dan terukur.

Terobosan apa saja yang Anda lakukan di permasalahan tanah suku anak dalam, boleh diceritakan?

Jadi sebetulnya suku anak dalam ini permasalahannya sudah 22 tahun yang lalu. Suku anak dalam memiliki tanah di wilayah Jambi sana yang sudah turun menurun itu sekian ribu hektare di sana. Lalu, itu terbukti dari peta mikro yang dikeluarkan, bahwa ada bekas kuburan pemakaman kakek neneknya dan sebagainya.

Tetapi karena ada pengembangan perkebunan, maka suku anak dalam ini agak tersingkir. Namun, perusahaan itu bagus, karena tetap menampung suku anak dalam di satu tempat. Di wilayah itu juga, yang sekitar 50.000 hektare lah. Luas sekali.

Nah di sana diberikan lahan seluas 2.000 hektare untuk ditempati suku anak dalam dan tempat itu juga menjadi plasma kelapa sawit. Tetapi ada kurang lebih 113 suku anak dalam, yang kita beri kode SAD 113, ini belum bisa menerima. Saya tidak tahu alasannya belum bisa menerima.

Akhirnya, mereka hidup di dua kabupaten. Tersebar di dua kabupaten. Setelah beranak-pinak mereka dari 113 menjadi 744, berdasarkan kita coba cek verifikasi. Nah dia menuntut, saya ingin menuntut tempat saya, tempat hidup saya. Selama 22 tahun itu terus minta kepastian.

Saya pelajari, semuanya saya identifikasi. Saya panggil PT tersebut, dan dia pernah menjanjikan tetapi belum terealisasi. Dia berjanji akan dicarikan tempat seluas 750 hektare, di luar dari wilayahnya dia. Karena ada satu PT juga yang kemungkinan sudah tidak bisa lagi mengelola, dan itu ada tanaman kelapa sawit juga dan tidak mungkin, tidak produktif.

Suku anak dalam senang dengan berita tersebut, tetapi berlarut-larut tidak pernah terealisasi. Saya datang ke sana, menemui PT tersebut. Kemudian sebagian suku anak dalam juga saya kumpulkan. Saya minta Pak Gubernur menjadi saksi, Ketua DPRD Provinsi Jambi menjadi saksi. Kebetulan DPRD sana baru saja melaksanakan pansus tanah dan suku anak dalam itu bagian dari rekomendasi. Jadi enak saya untuk memutuskan.

Akhirnya, saya putuskan bahwa setelah hasil koordinasi semua, suku anak dalam harus segera diberi wilayah yang 750 hektare. Saya beri batas waktu sampai 30 Agustus, satu bulan lagi.

Kedua, apabila permasalahan suku anak dalam yang menginginkan 750 hektare ini tidak terpenuhi sampai 30 Agustus, maka akan saya kembalikan ke tanahnya mereka, yang saat ini juga sedang dikuasai oleh perusahaan tersebut seluas 750 hektare yang saat ini juga ada tananam sawit. Tanda tangan, mereka setuju.

Kapolda, Danrem, semua senang dengan keputusan tersebut, termasuk Gubernur dan Ketua DPRD. Tuntas semua itu setelah 22 tahun, sehingga nanti jika tidak masuk yang 750 hektare, masih tetap dapat tanah yang di tempat tinggal mereka awal.

Kepala Kantah-nya, Kanwilnya, sudah saya panggil. Sudah bisa dibikinkan sertifikat. Bisa didaratkan? Bisa. Karena waktu itu tidak terealisasikan kita daratkan di wilayah langsung. Karena mereka sudah tandatangan menyetujui.

Semua happy dan itu sebelumnya malam-malam saya datangi. Bapak itu kerjaannya apa selama ini? 'Pak saya itu hanya mencari ikan baung kerjaan selama ini, kadang-kadang laku, kadang-kadang nggak.'

Harapan bapak apa? 'Kalau seandainya tanah saya bisa dikembalikan Pak, ekonomi saya bisa naik, saya juga bisa hidup tenang, tidak seperti saat ini harus ke sungai Batanghari nyari ikan dan sebagainya.'

ATR/BPN mengeluarkan seragam baru, mengapa harus begitu, apakah ada yang berubah?

Seragam itu adalah seragam yang lama, seragam lama yang saya berikan aura sedikit. Pangkat sudah ada. Cuma dulu pangkatnya warnanya kuning, warnanya sama dengan baju, nggak kelihatan. Sekarang dasarnya saya ganti warna biru, dengan pangkat warna kuning sehingga kelihatan.

Yang dulu pakai mutz warnanya sama dengan baju, sekarang saya kasih baret warna hitam, sehingga kontras keluar. Lalu, saya berikan tongkat komando untuk percaya diri, dan berikan simbol kalau ATR/BPN adalah institusi vertikal. Di mana saya bilang A, sampai ke daerah akan A. Perlu satu komando.

Yang mendapatkan tongkat siapa saja?

Yang dapat tongkat itu adalah kepala, jadi kepala kantor wilayah, kepala kantor pertanahan. Itu kan teritori. Di pusat nggak yang ada pakai tongkat. Kecuali menteri saja.

Jabatan Dirjen ataupun Wamen apakah mendapatkan juga?

Nggak. Wamen juga nggak.

Ada anggapan ini seperti masih militer-militeran, artinya Anda seperti bernostalgia masa lalu?

Oh nggak. Itu kan untuk berikan kepercayaan kemudian ada kesetaraan di Forkopimda. Karena kan ketemu dengan Dandim, ketemu Kapolres, ketemu Kajati, ketemu Kajari. Kajari-kajari itu kan pakai tongkat. Ketemu dengan Basarnas, ketemu dengan BNN. Jadi dia setara. Paling nggak kalau lagi upacara atau pertemuan koordinasi sama-sama pakai tongkat. Confident.

Sebagai penutup seperti apa closing statement atau ada pesan-pesan yang mau disampaikan?

Saya imbau masyarakat jangan takut urus sertifikat, urus sendiri. Kedua, apabila petugas di lapangan ada yang mempersulit, ada yang pungli, ada yang tidak layani dengan baik laporkan. Akan saya tindak!


(hal/eds)

Hide Ads