Kisah Sukses 'Tukang Air' yang Jadi Bos Pabrik Kereta

Wawancara Khusus Dirut PT INKA Budi Noviantoro

Kisah Sukses 'Tukang Air' yang Jadi Bos Pabrik Kereta

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 14 Okt 2022 18:35 WIB
Dirut INKA Budi Noviantoro
Foto: 20detik

Ke depan berarti yang akan diandalkan pasar bus listrik INKA adalah proyek-proyek pemerintah?

Itu utamanya, tetapi saya yakin nanti lama kelamaan mereka sudah menikmati dengan fasilitasnya. Sebetulnya yang jadi concernya chargernya ini narohnya di mana, bagaimana. Bayangin aja kalau sekarang kayak pom bensin itu, ngecas satu jam, terus bingung ini ke mana. Makanya saya cuma berpikir sekali ini baterai adalah sasaran antara. Ke depan itu adalah hidrogen.

Ini (hidrogen) juga sedang dikembangkan INKA?

Sedang dikembangkan. Sekarang kita dapat kontrak sama Politeknik Madiun, kolaborasi antara Dikti dengan INKA menggunakan dana APBN, yang diserahkan ke Politeknik Madiun, kita membangun ekosistem baru. Saya lagi membuat prototipe kereta berpenggerak listrik aliran atas, genset, baterai, dan hidrogen. Jadi empat hybrid kita coba kombinasikan. Kalau jadi, di Madiun di sekitar kampus politeknik sedang diselesaikan rel untuk uji coba 800 meter.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Itu potensial bisa digunakan di mana?

Di semua moda. Saya kemarin ke Berlin kereta sudah pakai hidrogen, yang di pameran JCC juga teman-teman dari BRIN mengembangkan hirogen juga.

Hidrogen lebih mahal atau murah?

Sekarang lebih mahal di samping baterai, tetapi potensi hidrogen di Indonesia ini luar biasa. Batu bara itu diolah jadi hidrogen itu.

ADVERTISEMENT

Karena kalau baterai masih belum apa ya. Banyak pertanyaan. Susah jawabnya. Saya pikir lebih baik (kendaraan listrik) kita yang eksklusif misalkan di IKN, rutenya ke sini-sini sudah tahu. Misalnya di Ancol juga cukup itu. Malah Ancol sebetulnya sudah bisa pakai autonomus bus, cuma masalah regulasi lagi. Kalau operasikan autonomus aturannya harus ada supir. Nggak apa-apa (tenaga listrik) untuk riset teknologi. Tapi at the end of the day, kalau pemerintah sudah membuat khusus untuk masalah begini, ini kita bisa langsung buat untuk masyarakat Indonesia.

Tapi ke depan saya yakin hidrogen luar biasa, lebih simple dan gampang buat masyarakat. Itu ada dua, satu ganti baru. Kedua modifikasi. Jadi untuk pabrik-pabrik otomotif sekarang nggak terlalu berat hati. Minimal 60% komponen dipakai, tapi kalau ganti baterai gitu kayak mercy segala macam kan agak keberatan.

Hidrogen ini lebih ramah lingkungan?

Pasti lebih ramah lingkungan. Macam-macam ya hidrogen, ada elektrolisi dan macam-macam. Tapi kalau dengan batu bara, sebetulnya prosesnya nggak green, tapi hidrogennya green. Tapi kalau bicara hidrogen yes, karena hidrogen nggak cuma dari batu bara. Dari air juga bisa kok.

Soal pasar ekspor, bagaimana upaya INK sejauh ini menjangkau pasar ekspor? Utamanya di masa pandemi?

Pandemi ini luar bisa. Kita kalau ekspor kan harus ke luar negeri. Ini udah 2 tahun baru kita lagi ke Berlin. Di sana nggak cuma lihat pameran internasional, tapi juga ketemu costumer. Ada Bangladesh, Zambia di sana, semua perusahaan kereta api dunia datang ke situ.

Jadi untuk going global ini kan diinisiali oleh Presiden juga dan Pak Erick, bahwa BUMN jangan hanya jago kandang. Kita mencoba global. Makanya kita harus tulis bangga buatan Indonesia.

Untuk luar negeri, untuk bus pun kita coba masuk. Kami sudah zoom kemarin dengan perwakilan Pakistan sebelum kena banjir. Setelah kena banjir butuh waktu dulu. Pakistan itu pemerintahnya ingin ganti bus yang di Karachi. Itu 14 ribu bus di Karachi saja yang mau diganti pakai EV. Sanggup nggak INKA ditanya? Sanggup. Kenapa? Karena INKA banyak partner, banyak teman karoseri. Jadi nanti INKA buat perhitungannya. Itu karoseri Indonesia ternyata satu tahun lumayan besar kapasitasnya. Tinggal kita bagi-bagi toh. Jadi ini kita jajaki.

Kemudian di Thailand juga ada yang namanya east economy zone (EEZ), itu juga mengembangkan di daerah Thailnd selatan timur konsepnya kan green. Kemarin juga zoom-zoom-an tertarik, termasuk buat beli chargernya. Thailand itu beli charger dulu. Menurut saya benar juga. Berapa ribu dipasang dulu, mobil ya nanti. Jangan sampai ada mobil, chargernya nggak ada kayak di Indonesia. Kalau di sana dipasang charger banyak banget.

Cuma kemarin masih deal-dealan berapa persen yang bisa. Akhirnya kan minta diproduksi di sana. Bisa saja. Jadi ada tahapan nanti di sini dulu, setengah di sana, akhirnya full di sana. Saya kira itu normal lah. Di Indonesia juga begitu. Yang namanya Pakistan juga begitu, akhirnya saya bilang tiga tahun pertama beli putus, tapi training mulai di situ. Setelah siap lanjut separuh, lebih siap lagi 70%, akhirnya full manufaktur di Pakistan. Itu wajarlah seperti itu.

Setelah banjir saat ini bagaimana?

Belum ada lagi baru sekali, di sana masih berduka karena Pakistan banjir, Tapi saya nggak maksa lah. Paling nggak dia sudah ada semacam atensi bahwa ini seperti itu. Jadi yang menarik adalah bagaimana kita memberikan dukungan teknologi ke sana. Kalau hanya beli putus, mereka juga bisa beli dari China dan yang lain. Jadi kita buat roadmap bagaimana kita mulai dari beli putus, kemudian dipasang di sana, macam-macam, sejalan dengan kesiapan SDM mereka.

Selain Pakistan, Thailand, kemarin juga sempat kerja sama dengan Sri Lanka?

Sebenarnya Sri Lanka sudah lama prosesnya. Sri Lanka kita menggunakan skema bahwa LPSE membiayai pinjaman ke Sri Lanka beli kereta. Prosesnya lama. Lama-lama nggak jadi, bangkrut dia. Belum sempat jadi, tapi sudah oke harganya.

Bukan batal karena bangkrut tadi?

Bukan. Jadi secara teknis, secara bisnis oke. Indonesia sudah siap membantu, tapi bank pelaksana ini belum clear di sana. Perlahan-lahan jadi nggak jadi.

Kayak Zambia nih, kita sudah menang lelang, sudah ditunjuk. Kita gabung sama Turki untuk 30 lokomotif menggunakan Swedian loan. Setelah Covid, ini berantakan. Nggak batal, tapi masih mundur-mundur karena dia diaudit sama IMF. Kemarin bertemu (Zambia) di Berlin, dia masih mencoba nego-nego, sebatas itu kita masih masuk akal, masih punya margin, kenapa tidak. Yang lain juga sama, kayak Kongo dan Zimbabwe. Paling tidak kita didukung Pak Duta Besar di sana untuk membantu teman-teman di sana membangun negaranya melalui infrastruktur ini dengan katakanlah aset yang dia punya seperti aset batu bara, kita cari solusinya.

Kita di Kongo itu sudah lama sebetulnya. Mudah-mudahan nanti November kita akan ke sana untuk assessment. Jadi Kongo itu sudah kontrak. Tapi INKA sebagai EPC. Investornya dari Amerika.

Berarti banyak yang pending selama pandemi. Itu mempengaruhi kinerja keuangan INKA? Bagaimana kabarnya?

Memang kalau 2020 kita rugi, berantakan kami. 2021 alhamdulillah kita survive, masih melebihi target. 2022 ini mudah-mudahan paling tidak sama dengan RKAP. Ada dampaknya pasti, wong ini produksi juga takut-takut. Bagaimana mempertahankan produksi tetap sehat luar biasa. Saya membuat kereta covid itu di Madiun, kalau nggak repot. Rumah sakit full, jadi masuk ke kereta covid semua. Jadi suasana agak berbeda. Alhamdulillah covid kemarin hanya dua atau tiga orang yang tidak selamat dari sekian ratus terkena covid.

Ini juga produksi kita, KAI kena COVID, drop pendapatannya, ya nggak bisa beli kereta. Nah sekarang sudah mulai beli kereta, pesan luxury buat Lebaran tahun depan.

Soal rencana commuter line baru buatan INKA mulai 2024, yang biasanya kita impor, gimana progresnya?

Ini juga dampak covid. Sebenarnya ini sudah clear dengan KCI. Design dan segala macam sudah clear sebenarnya. Cuma sayangnya proses berjalan, covid drop, nggak ada lagi pengadaan itu. Sekarang naik lagi, mulai lagi. Teman-teman KCI merevisi RKAP supaya anggaran masuk RKAP. Cuma butuh waktu kan. Saya kemarin ketemu, kelihatannya proses kontraknya harapannya bulan Januari, karena nunggu revisi RKAP dari KCI.

Ada berapa banyak?

Sekarang 15 kali 12, 15 transit kali 12 gerbong.

Jadi tetap akan sesuai rencana 2024 sudah mulai dipakai?

Paling tidak bertahap, paling 2-3 transit dulu masuk. Nggak bisa bareng 15 kali 12, itu banyak itu.

Ada ada bedanya nggak dengan kereta commuter yang dari Jepang?

Ya sama lah. Kebetulan kita untuk menjaga mutu, jadi sama. Kita juga nanti joint venture dengan pabrikan kereta yang di Swiss. Kita sudah bisa memproduksi kereta sendiri sebenarnya. Tapi kalau INKA bergerak sendiri nanti nggak ada sesuatu yang baru. Misalkan dari sisi komersial, Taiwan luar biasa, Singapura banyak. Tapi kalau udah statler INKA, itu pasti mau dia. Itu yang namanya high quality market. Jadi sambil kita belajar melengkapi teknologi yang kita punya. Dan mereka sudah welcome untuk memberikan teknologinya. Kemarin juga kita sudah ketemu dirutnya di Berlin, bulan November ke sini nanti. Karena tidak berkepentingan head to head dengan China. Kalau dia di pabrik Swiss sana, masuk ke Australia itu agak susah, cost-nya mahal. Tapi kalau dibangun di Banyuwangi, ekspor ke Taiwan itu kan lebih dekat. Jadi kita saling membutuhkan. Saya butuh tambahan teknologi dengan high quality product, mereka juga butuh tempat untuk bisa memproduksi untuk bisa head to head mengurangi cost logistik, untuk bisa bersaing dengan China.

Soal pembangunan kereta panoramic yang ramai di media sosial bagaimana?

Memang ini bermula dari teman-teman KAI, mau cari yang aneh. Walaupun jujur saja saya pribadi kurang pas. Ini kita negara tropis masalahnya. Kalau siang-siang dibuka atasnya sanggup nggak? Kalau saya sebagai produsen, customer minta itu ya saya buat. Dan ini sudah prototipenya. Bagus sih. Tapi cocoknya ya mungkin cuma buat daerah dinginlah kayak Bandung, Padalarang. Kalau malam lihat bintang.

Saya jujur aja bukan nggak setuju, tapi agak kurang pas karena kita tropis daerahnya. Dalam segi estetika bagus, tetapi tidak cocok di negara tropis. Kaca kan kena matahari pasti panaslah. AC-nya mau berapa PK? Tapi ya tergantung, kalau mau yang agak antik, ya saya sarankan untuk lintas Bandung-Padalarang. Kalau Jakarta janganlah. Kayak Jakarta-Surabaya ya panas itu.

KAI mau buat di mana memangnya?

Ini kan ide direksi yang lalu. Sekarang saya belum sampai ke sana. Saya sudah bikin prototipe untuk permintaan teman-teman KAI pada saat itu. Ada satu prototipe yang saya taruh di Madiun. Nah sekarang kalau Pak Dirut KAI sudah pesan luxury, tapi bukan panoramic. Yang kaya pesawat gitu tempat duduknya, nyaman, itu banyak yang minta, teman-teman mau pakai luxury sampai habis. Makanya Pak Dirut sudah minta mau beli 10 lagi, mudah-mudahan Lebaran nanti sudah bisa di-launching. Karena itu laku. Berebut tuh yang Jakarta-Surabaya. Memang harga yang mahal, masyarakat Indonesia luar biasa.

Jadi belum diproduksi kereta panoramic?

Belum. Kalau nggak salah KAI sendiri sudah memodifikasi ya. Semacam gerbong lama dipotong-potong gitu aja, bukan buat baru. Yang saya buat itu memang kacanya itu lebih lebar, atapnya itu ada kacanya. Memang bentuknya bagus, wah begitu, interiornya bagus. Tapi kemarin itu nggak kuat AC-nya. Mesti tambah, tapi kalau mau tambah sejauh mana bisa nambah AC nya untuk melawan kekuatan matahari. Fungsinya apa? Kelihatan langit. Mungkin kalau kereta malam bisa. Tapi kan malam juga orang sudah tidur. Tapi kalau untuk kereta wisata mungkin ya. Tapi kalau jarak jauh rasanya kurang, kalau malam juga kita cuma lihat bintang pasti sudah tidur.

Jadi belum ada lanjutan setelah prototipe selesai?

Belum, yang sudah itu luxury. Luxury yang seatnya kayak pesawat. Sekarang banyak yang minta walaupun mahal.

Terakhir, apa lagi mimpi di INKA yang belum tercapai di targetnya Pak Budi?

Target saya ini buat kereta cepat Indonesia. Jadi kepingin buat sendiri. Kami juga dapat support dari teman-teman Dikti dan BRIN, itu saya mencoba dengan kemampuan yang kita punya. Kita juga sounding teman-teman dari Jepang,, kolaborasi dengan teman-teman dari ITS, Undip, UGM, UNS, macam-macam, BRIN, BPPT, kita berharap bisa bikin kereta cepat merah putih.

Dulu sebelum covid, saya pikir 2025 kita sudah punya yang namanya prototipe kereta cepat merah putih. Teknologi sebetulnya harus kita kuasai. Saya punya mimpi bayangannya, dari Denpasar ke Gilimanuk terus masuk laut ke Banyuwangi Surabaya lewat utara, terus sampai Merak. Dari Merak ada dua pilihan, kita membuat jembatan Selat Sunda atau lewat laut terus sampai Aceh.

Mimpi yang possible atau mimpi doang?

Saya ditanya waktu ngumpulin teman dari perguruan tinggi ada 100 dosen S1, S2, S3. Ayo kita buat infrastruktur kereta api kayak gini. Kita mulai dari sini. Kapan? Saya nggak tahu. Tapi, kalau Anda sudah punya konsep, ini kalau suatu saat ada investor, itu gampang nangkapnya. Kalau Anda nggak punya apa-apa, nanti bingung sendiri.

Saya kan juga orang yang senang berinovasi ya. Kalau kereta ini jalan, pertu12mbuhan ekonomi Indonesia akan meledak. KS itu akan berani memproduksi rel, Pindad akan berani memproduksi wesel. Karena memang secara ekonomi skill-nya masuk. Kalau sekarang ditanya KS nggak bisa bikin rel ya nggak bisa. Skala ekonominya nggak masuk. Dia butuh kira-kira 400 ribu ton. Kalau kita bangun dari Bali sampai Aceh pasti masuk.

Indonesia ini kaya banget. Coba itu tambang kita dimonetisasi jadi duit tuh. Indonesia kaya banget dan mampu. Paling nggak punya mimpi dulu. Semua industri akan ikut. Kalau perlu ya kereta api yang berpenggerak solar panel. Bayangan saya itu, kereta di atasnya solar panel sepanjang jalan. Bisa nggak? Ya nanti kita lihat. Yang penting nanti konsepnya adalah atas pakai solar panel, dimotori baterai, backup-nya genset PLN. Memang kalau mimpi harus yang aneh-aneh. Jadi kalau itu terjadi mesti luar biasa. Bisa atau tidak, nanti dihitung. Tapi feeling saya bisa.

Kalau bisa otokritik terhadap diri sendiri terhadap apa yang sudah dilakukan selama empat tahun terakhir?

Saya ini kadang-kadang terlalu cepat. Jadi gini, kalau saya memberi perintah sesuatu, maunya kecepatan. Pikiran saya sudah biasa, bahwa kamu harus begini begini, tapi kadang-kadang teman-teman belum ngerti.

Contoh, saya ingin buat sesuatu temuan baru. Sampaikan ke teman-teman tolong gambarin deh. Begini, begini, begini, menurut saya sudah jelas. Dicatat sama dia, difoto di papan. Ternyata belum pas. Nah itu yang menurut saya, saya kecepatan kalau memberikan suatu arahan, perintah kadang-kadang orang lain saya berpikir sudah berpikir seperti saya. Kecepatan. Makanya sekarang saya rem nih.


(ada/eds)

Hide Ads