Buka-bukaan Pengelolaan Dana Haji dan Kantong Investasi BPKH

Wawancara Khusus Kepala BPKH Fadlul Imansyah

Buka-bukaan Pengelolaan Dana Haji dan Kantong Investasi BPKH

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 24 Feb 2023 16:03 WIB
Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah
Kepala BPKH Fadlul Imansyah/Foto: Dok Situs BPKH
Jakarta -

Biaya haji menuai perhatian khalayak belakangan ini. Terutama ketika, biaya haji yang ditanggung jamaah mengalami kenaikan secara signifikan.

Saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI 19 Januari 2022 lalu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 98,89 juta. Dari situ, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) yakni biaya yang harus dibayarkan jemaah Rp 69,19 juta atau sebesar 70% dan nilai manfaat Rp 29,70 juta atau 30%.

Sementara, BPIH tahun 2022 sebesar Rp 98,37 juta di mana komposisi BIPIH Rp 39,88 juta (40,54%) dan nilai manfaat Rp 58,49 juta (59,46%).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yaqut mengatakan, usulan kenaikan ini telah melalui pertimbangan yang matang. Kemudian usulan ini untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji.

DPR kemudian membentuk panja dengan Kementerian Agama untuk membahas efisiensi usulan biaya haji. Singkat cerita, akhirnya pemerintah dam DPR menetapkan total biaya haji Rp 90,05 juta, di mana yang harus dibayarkan jemaah Rp 49,81 juta dan nilai manfaat Rp 40,23 juta.

ADVERTISEMENT

Di tengah heboh biaya haji ini, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah buka suara. Kepada Tim Blak-blakan detikcom, Fadlul bicara panjang lebar mengenai kondisi pengelolaan biaya haji terkini. Selain itu, ia juga mengungkap rencana pengembangan dana haji ke depan. Berikut petikan wawancaranya:

Angka awal muncul Rp 69 juta diusulkan oleh Kementerian Agama dan diketahui BPKH. Tapi kemudian, disepakati dalam rapat dengan DPR munculah angka terakhir Rp 49 jutaan. Itu pun sebenarnya nggak cukup ya. Ongkos naik haji yang kita kenal selama ini, sebenarnya komponennya apa saja sih?

Pertama, mungkin yang perlu diluruskan kan ya, bahwa tidak subsidi pemerintah di dalam komponen itu.

Jadi bukan APBN ya?

Bukan. Jadi yang ada adalah namanya nilai manfaat. Nilai manfaat adalah hasil investasi yang dikelola oleh BPKH untuk calon jemaah haji yang akan berangkat. Itu yang pertama. Biar clear nih, karena banyak yang bilang bahwa, 'Saya nggak disubsidi ko itu uang saya sendiri yang dikelola' gitu ya. Itu pertama.

Yang kedua, ada dua terminologi di dalam Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji dan Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang disebut sebagai BIPIH dan BPIH.

Kalau BPIH adalah biaya penyelenggaraan ibadah haji. Itu adalah total general dana yang diperlukan oleh satu orang jemaah haji untuk berangkat ke haji.

Satu lagi ada namanya BIPIH. Ini adalah komponen yang dibayarkan oleh calon jemaah haji, termasuk di dalamnya setoran awal, setoran lunas dan nilai manfaat virtual account yang dihasilkan dari pengelolaan keuangan haji.

BPIH itu ditentukan, diusulkan oleh Kementerian Agama, diputuskan di dalam rapat panitia kerja pengelolaan ibadah haji, Komisi VIII DPR. Sementara, BIPIH adalah porsi yang ditetapkan setelah BPIH-nya sudah ditetapkan oleh Komisi VIII.

Jadi bahasanya, BPIH-nya berapa, gitu kan? Awalnya kan kemarin Rp 98 juta. Kemudian pas dicek ternyata bisa jadi Rp 90 juta. Waktu Rp 98 juta, BIPIH-nya itu Rp 69 juta. Pada saat turun menjadi Rp 90 juta, BIPIH bisa dihitung sekitar Rp 50 juta something.

Jadi badan BPKH adalah di nilai manfaat, berapa yang harus dibayarkan kepada calon jemaah haji, supaya yang dibayarkan dari setoran lunas, setoran awal dan nilai manfaat yang ada itu bisa memenuhi total general Rp 90 juta itu.

Kita bicara awam ya, kalau misalnya mau daftar haji reguler, saya harus bayar atau masukkan dana, berapa sekarang?

Rp 25 juta.

Dan sambil menunggu waktu saya akan berangkat, Rp 25 juta yang dikelola BPKH untuk menciptakan nilai manfaat yang bisa menutupi ongkos naik haji?

Iya.

Jadi itu nggak mudah sebenarnya kan? Artinya konteksnya, banyak sekali, saya paham bahwa BPKH nggak bisa serampangan menetapkan tempat investasi misalnya, tempat pengelolaan, nggak boleh terlalu agresif. Kabar-kabarnya, kalau misalnya ini diteruskan, pola yang ini diteruskan. Kan nggak fair jemaah yang akan datang, jemaah haji sebelumnya sudah tercover dan itu kan akhirnya mengikis nilai manfaat. Pada akhirnya nanti yang repot jemaah selanjutnya. Dari angka kelolaan itu, apakah semuanya menutupi pertanyaannya?

Logika investasi secara teori setiap hasil investasi kan didistribusikan kepada seluruh investor. Dalam hal ini, setiap dana yang dikelola, hasil investasinya didistribusikan kepada seluruh jemaah haji. Calon jemaah haji bukan cuma yang tahun ini berangkat aja, kita sekarang punya 5,2 juta jemaah haji tunggu. Yang sekian puluh tahun segala macam. Pada saat kita mendistribusikan nilai manfaat, itu kan logikanya secara proporsional ke seluruh.

Sekarang isunya adalah, keberangkatan haji pada tahun ini dan tahun sebelumnya itu dibiayai oleh hasil investasi orang yang nunggu. Jadi apakah makanya selalu ada wacana kalau di seminar, webinar haji yang berkeadilan. Dalam artian begini, adil buat siapa, adil buat yang berangkat atau orang yang nunggu.

Ini kan artinya dana sebenarnya yang seharusnya nggak cukup terus diambil dari sini?

Hasil nilai manfaat ya. Karena bonggolnya Rp 25 juta itu nggak boleh diambil. Itu seluruh pihak, Komisi VIII, Kementerian Agama paham betul bahwa yang Rp 166 triliun yang total Rp 25 juta yang setoran 5,2 juta orang itu nggak boleh dipakai buat orang berangkat. Yang boleh dipakai adalah yang nilai manfaat.

Hasil investasinya kan?

Hasil investasinya, pokoknya nggak boleh.

Karena kita juga menjaga investasi yang berkelanjutan pada akhirnya gitu ya?

Betul. Tapi di dalam masih ada tarik menarik nih, karena bahasanya, kita pengelolaan haji ini bahasanya menggunakan akad wakalah.

Apa itu?

Wakalah itu istilahnya kita mewakilkan. Jadi jemaah-jemaah haji mewakilkan kepada BPKH untuk melakukan investasi. Termasuk di dalamnya mewakilkan berapa porsi yang bisa dimanfaatkan untuk jemaah haji yang mau berangkat maupun yang tunggu.

Walaupun, menurut konsep yang saya tahu mengenai wakalah di dalam pasar modal. Wakalah itu adalah sebatas mewakilkan sebagai manajer investasi saja. Tidak ada porsi kewajiban untuk membagi nih, yang mana, buat siapa, yang mana karena 100% langsung didistribusikan. Ini masih ada perdebatan di situ. Itu yang pertama.

Sehingga pada saat mau besar, porsi besar nilai manfaat untuk si calon yang mau berangkat, menurut akadnya nggak salah. Karena kan sudah diwakilkan dari awal. Padahal kalau di dalam konsep wakalah di pasar modal, kalau kita mengelola reksa dana biasa, ya 100% lah buat calon investor.

Kalau itu yang terjadi maka si yang mau berangkat haji tahun ini akan membayar banyak sekali kekurangan yang harus di-topup dari total Rp 90 juta itu.

Ini kan akhirnya merepotkan BPKH dan tantangannya semakin lama semakin berat. Apalagi 2027 akan ada dua kali haji di tahun yang sama?

Nah, perlu dikoreksi lagi, haji yang 2 kali dalam setahun itu 2038-2039. 2027 adalah pembayarannya. Karena kita mau bayar itu sekitar 3-4 sampai 6 bulan sebelum jemaah haji berangkat. 2027 itu tahun yang sama kita harus bayar di Januari dan bulan Desember kalau nggak salah di tahun yang sama.

Bukan hajinya yang dua kali?

Bukan hajinya tapi pembayarannya, pengeluaran disbursement-nya itu yang dua kali dalam setahun.

Kondisi yang semakin berat ini apakah mulainya nggak tepat, misalnya kita menetapkannya terlalu murah, nggak realistis, sehingga yang terbebani yang makin ke sini, makin ke sini?

Jadi sebenarnya Rp 25 juta ini tidak pernah naik dari tahun 2010 menurut catatan kita. Sementara, biaya total keberangkatan haji itu dulu cuma Rp 35 juta. Total 2010. Artinya Rp 25 juta bayar awal, bahasanya kayak semacam booking fee, terus mau berangkat bayar Rp 10 juta lagi. Total benar dong Rp 35 juta nggak ada yang salah dong. Bahkan nilai manfaatnya ada sebagian kecil, yang diberikan.

Pas ke sini itu dari Rp 35 juta, Rp 40 juta, Rp 60 juta sampai terakhir 2019 Rp 68 juta. Tapi Rp 25 juta-nya ini nggak naik. Nah, pas 2022 itu Rp 98 juta kan. Itu sebenarnya bukan biaya hajinya kemahalan tapi setorannya nggak naik-naik gitu.

Siapa yang menentukan itu?

Itu sebenarnya antara Kementerian Agama dan Komisi VIII juga sih.

Tahun depan harusnya naik?

Di dalam kesimpulan panja memang rekomendasinya tahun setoran awalnya harus naik.

Jadi berapa?

Belum dipastikan itu nanti tergantung kondisi, harus ada diskusi lagi itu.

Kalau ngitung Rp 25 juta padahal ongkos keseluruhannya Rp 35 juta 2010, kalau kita potong di Rp 70 juta misalnya atau Rp 90 juta, maka angkanya yang disetor harusnya lebih Rp 50 juta? Tapi nggak populer secara politis sih sebenarnya?

Itu Pak Vito yang ngomong lah.

Tapi kan kita harus sehat juga jangan sampai pada akhirnya, kita kan bisa membayangkan orang harus menunggu puluhan tahun, mereka punya ekspektasi ya udah yang ada di kepala kita Rp 25 juta. Bersama istri misalnya menjadi Rp 50 juta itu kan nggak cukup sebenarnya. Ini pahit sih, tapi kan faktanya seperti itu...

Ada tiga sebenarnya kesimpulan sebagai kompensasi atas kita mengambil nilai tabungan nilai manfaat yang pada saat kita kumpulkan di tahun-tahun pandemi kemudian dialokasikan untuk yang berangkat.

Pertama tadi kan kenaikan nilai setoran awal. Kedua, akan ada cicilan setoran lunas. Jadi setoran lunasnya juga akan naik juga dan bisa dicicil. Yang ketiga adalah nanti akan ada kenaikan BIPIH yang dibayarkan setiap tahun. Nanti tergantung kondisi ekonomi segala macam. Sehingga total-total itu sebetulnya secara gradual itu bisa menyehatkan keuangan haji ke depannya.

Tapi yang jadi patokan pertama yang Rp 25 juta ini. Kalau ini nggak bergerak repot. Rp 25 juta pengelolaan paling maksimal kan BPKH nggak mungkin naruh di tempat-tempat lain. Di tempat-tempat aman sekitar 6% setahun?

Kita kemarin 6,28%

Kan nggak mungkin ngejar sampai dari Rp 25 juta menjadi Rp 90 juta dalam kurun waktu berapapun?

Even double digit pun, nggak kekejar juga, memang harus ada yang naik di dalam setoran-setoran itu.

Kalau nggak, nanti di belakangnya yang repot. Atau begini mungkin pengelolaannya diberikan keleluasan lebih?

Mungkin sekali cuma, undang-undang pertama ada masalah tanggung renteng. Sebenarnya ada perspektif tanggung renteng yang berbeda juga ternyata. Tanggung renteng itu adalah tanggung renteng untuk yang nilai pokok. Kalau hasil investasi atau nilai manfaat itu dulu kabarnya itu terpisah di dalam direktorat keuangan hajinya, antara yang mengelola setoran dan yang hasil investasinya. Itu satu mengenai tanggung renteng. Ini akan dicoba direlaksasi lah bahasanya.

Yang kedua masalah instrumennya. Walaupun sebenarnya instrumen investasi lain-lain tapi lain-lain harus di...

Didefinisikan?

Betul, karena sekarang yang lagi hits diminta BPKH untuk invest di ekosistem perhajian. Kalau undang-undangnya memang memungkinkan dan stated clearly di dalam pasalnya.

Semangat banget ya?

Ya.

Tanpa kelolaan haji itu untuk membangun infrastruktur, IKN misalnya seperti gosip-gosip yang beredar atau dikorupsi, dana itu saja tidak cukup untuk mengirimkan jemaah Indonesia untuk berangkat. Jangan lari ke gosip-gosip itu dulu, cerita-cerita yang miring, ini fakta yang ada sebenarnya ada yang salah di penetapan setoran awal. Idealnya berapa?

Saya sempat sampaikan, tapi nggak tahu nih apakah angkanya boleh keluar apa nggak ya. Tapi dibilang bahasanya gini lah, jangan segitu lah dulu Pak, gradual saja, bertahap.

Kalau mau pahit nih, anda pejabat negara satu sisi, tapi anda orang yang paham mengelola keuangan untuk diputar untuk diinvestasikan dan kemudian mendapat hasil diharapkan, itu idealnya berapa?

Kita kasih analogi aja. Sekarang kan Rp 90 juta, dulu Rp 25 juta. Waktu Rp 25 juta total biayanya Rp 35 juta, itu sekitar 80%. Berarti kalau sekarang Rp 90 juta, kalau kita lihat 2010. Kalau mau lihat situ. Tapi nanti ada pertanyaan, kalau gitu gunanya BPKH apa?

Takutnya pada akhirnya, saya yakin sekali pengelolaan profesional tapi pada akhirnya dalam tanda kutip bisa memaksa lembaga itu menerapkan skema ponzi pada akhirnya. Itu kan bahaya kalau kayak gitu. Walaupun itu tidak akan terjadi pasti dikontrol ada BPK, ada DPR dan sebagainya. Sekarang ini angka yang muncul yang ditetapkan Rp 50 juta katakanlah...

Karena begini konsepnya, sekarang ini, kesepakatan DPR dengan Kementerian Agama dengan BPKH nilai yang dibayarkan oleh calon jemaah haji harus lebih besar dari nilai manfaat yang dikontribusikan. Bahasanya kalau Rp 90 juta minimal Rp 41 juta lah, atau lebih Rp 50 juta.

Mereka yang berangkat ini?

Kan ada bahasanya sudah lunas, setoran lunas di tahun 2020. Nggak nambah. Itu kebijakan politik anggaran bahasanya.

Itu siapa yang nanggung?

Nilai manfaat dari yang dihasilkan selama pandemi itu. Itu diambil dari situ tabungannya.

Cukup nggak?

Cukup. Alhamdulillah cukup. Masalahnya sebetulnya gini, kita ini orang keuangan selalu bicaranya proyeksi ke depan. Jadi kita harus khawatir pada saat kita punya proyeksi yang nggak match, yang mismatch, statement itu yang kita mau sampaikan ke publik dan ke seluruh stakeholder. Bahwa bapak dan ibu 2-3 tahun ke depan kalau ini kita nggak ubah nanti kita jadi salah. Makanya kita sampaikan seperti ini. Dan alhamdulillahnya kita punya Menteri Agama yang berani untuk tidak populer. Yang beliau yang menyampaikan 70:30.

Jadi Menteri Agama sebelumnya nggak berani karena takut nggak populer ya?

Saya nggak bisa ngomong kayak gitu.

Berarti Rp 25 juta nggak akan terjadi terus-menerus dan setiap tahun pasti akan terjadi kenaikan?

Pasti akan terjadi kenaikan.

Nggak akan mungkin turun seperti nature-nya keuangan ada inflasi dan sebagainya?

Sampai pada titik semua nilai manfaat yang kita hasilkan itu terdistribusi oleh calon jemaah yang berangkat maupun tunggu. Dan nanti idealnya mereka akan berangkat dengan nilai manfaat itu, tanpa harus menambah lagi. Itu idealnya, itu yang akan kita arahkan. Tapi masalahnya angkanya di ekuilibrium berapa itu nanti akan berjalan sesuai dengan berjalannya waktu.

Ada ini nggak terobosan-terobosan yang dilakukan? Betul undang-undang meretriksi semua upaya bebas, ada batasan-batasan dilakukan? Ada nggak kira-kira terobosan-terobosan yang bisa dilakukan sehingga membantu juga nih proses penambahan ongkos yang tidak terlalu berat untuk publik?

Jadi gini, nilai investasi total yield yang dihasilkan itu one thing. Pak Vito juga menyampaikan karena sedemikian besar kenaikannya sehingga mau di atas 10% pun rasanya kok nggak akan nutupin juga. Otomatis kan angsuran awal naik dan segala macam mengikuti. Sebenarnya di dalam pikiran kita adalah kita bisa membantu Kementerian Agama dalam rangka efisiensi biaya itu di sisi mana.

Satu-satunya jalan adalah kita harus masuk ke dalam ekosistem haji. BPKH dengan dana kelolaannya harus masuk ke dalam ekosistem haji.

Ekosistem pengelolaan haji yang mungkin di dalamnya BPKH itu bisa melakukan investasi itu apa?

Pertama, akomodasi penginapan. Memang cita-citanya kita punya misalnya say Indonesia tower. Kan pernah ada cita-cita wisma Indonesia. Sebelum ke sana sebenarnya paling gampang kita melakukan advance payment ke dalam hotel. Karena itu sudah dilakukan oleh banyak orang, dan termasuk apa namanya travel-travel umroh.

Misalnya kayak agent booking hotel, kita booking hotel misalnya let's 5-10 tahun di fix cost dan kita ada perjanjiannya. Itu bukan cuma buat jemaah haji. Karena jemaah haji bahasanya mereka itu ternyata Kementerian Agama itu nge-booking satu musim, bukan nge-booking 5 hari, 10 hari, 14 hari, nggak. Satu musim itu 3 bulan. Kosong isi pokoknya dia satu musim. Bisa dibayangkan kalau kita bisa nge-booking setahun, itu kan sebenarnya travel-travel umroh itu membutuhkan itu.

Satu hotel tanda kutip itu berapa kamar dibeli BPKH, kalau misalnya ada travel haji umroh mau ngirim jemaah ke sana?

Silakan, bayarnya ke kita, di luar, termasuk di dalamnya selama 3 bulan calon jemaah itu. Itu satu. Kita jangan bicara bangun gedung dulu deh. Kita advance payment dulu aja. Itu sudah satu hal menurut kami secara harga, kan otomatis dong pasti harga seharusnya lebih murah dan fix cost.

Kedua, masalah catering. Sama juga kita juga memanfaatkan kegiatan umroh ini, karena umroh ini sekarang, kemarin tahun 2022 menurut informasi dari konjen di sana itu sudah 2 juta jemaah umroh. Bisa dibayangkan 2 juta kalau 3 kali makan, kali berapa tuh, itu ekosistemnya luar biasa kan.

Kalau misalnya kita punya satu pabrik, atau satu apalah yang mengelola catering ini secara konsisten itu kan cost-nya pasti murah dong. Kan orang misalnya cuma pas waktu haji doang, pasti kan mereka dibilang peak season, termasuk kaya hotel. Akhirnya harga daging naik, harga apa naik. Tapi kalau kita buat dalam satu tahun perencanaan.

Dan supply chain bisa ikut?

Exactly. Dan kita lagi dorong nih gimana caranya bahan bakunya dari Indonesia langsung.

Transportasi?

Nah transportasi yang kedua. Kita sudah ditanya karena ditanya, somehow electrical bus di Jakarta, busway dan sebagainya itu dilirik sebagai salah satu moda transportasi yang efisien katanya. Dan itu sudah ditanya sama orang kementerian haji di Saudi.

Jadi sekarang sudah ada shuttle bus dari tempat Miqat ke Masjidil Haram dan itu gratis. Pertanyaannya, ini kan baru buat umroh nih, haji kan butuh banyak lagi, mereka itu butuh dibantu untuk pengadaan electrical busnya. Dan itu siapa yang bisa melakukan itu, karena Indonesia punya experience itu, mereka minta bisa nggak kalian bantu, sekalian kalian mau invest, kita deh bagi hasil, OK buat mereka.

Ini mewujudkan keinginan kita, kita tuh bangsa dengan jumlah jamaah haji terbesar, jadi harusnya kita bukan sekadar pasar tapi pemain di sana?

Dan kerajaan Saudi sekarang pun pola pikirnya sudah sama. Mereka sekarang bukan membentuk namanya muasasah dulu namanya. Seperti yayasan yang mengelola ibadah haji. Sekarang mereka pakai PT.

Swasta semua private semua?

Swasta, private, dan kalau sudah bicara swasta dan isinya banker dan mantan-mantan CEO, board di beberapa lembaga perusahaan di Saudi ya.

Kita sudah ketemu mereka semua, dan mereka paham bahwa kalau di bisnis namanya kolaborasi. Mereka harus punya kolaborasi dan dia tahu 80% dari syarikah muasasah yang dulu muasasahnya Indonesia itu 80% marketnya adalah Indonesia. Jadi mereka juga tahu, kalau kita berhentiin kita pindah ke yang lain karena sekarang bentuknya open, open bidding, mereka khawatir. Mereka sudah ajak kita untuk itu.

Ini kan bukan hanya pemikiran BPKH dan BPKH sendiri yang berpikir isu ini. Sudah di share isu ini ke presiden misalnya, ke Komisi VIII?

Komisi VIII bahkan sudah mendorong untuk melakukan itu. Bahasanya mereka kita sampaikan regulasinya ada beberapa yang seolah-olah mengikat lah. Mereka akan melakukan relaksasi.

Modal nggak perlu dicari, karena modalnya sudah ada BPKH, tinggal dijalanin saja, kalau misalnya bisa diterapkan lebih cepat akan bermanfaat lebih cepat juga buat masyarakat..

2024 minimal paling nggak sudah ada sesuatu yang kita buat.

Dalam waktu dekat apa berarti?

Sekarang kita lagi bikin PT-nya. Kita akan punya subsidiary BPKH di Saudi. Nanti apakah bentuknya JV..

Ini juga sebenarnya sudah terobosan loh ketika BPKH menciptakan perusahaan sendiri? Selain muamalat ya..

Dari nol. Dan kita itu adalah pintu pertama kita untuk melakukan ekosistem, investasi ekosistem perhajian.

Yang dibuat adalah lembaganya dulu?

Entity-nya dulu.

Pada akhirnya bicara bisnis ya?

Bisnis

Sebenarnya untuk kepentingan dan kemaslahatan penerima? Dan yang mau dikejar apa dulu ?

Advance payment dulu, itu adalah komponen terbesar dalam biaya perjalanan haji. Sebenarnya yang terbesar sebenarnya airline. Cuma airline ini kita juga lagi diskusi dengan Garuda, gimana caranya kita memberikan pembiayaan, bahasanya kita booking deh, sama seperti advance payment juga, kita booking 5 tahun ke depan.

Harganya nggak berubah-ubah?

Iya, nanti kalau masalah ada avtur nanti kita siasati bagaimana caranya kalau ada misalnya ada perkembangan gitu, dan mereka OK, mereka open.

Apalagi dengan kondisi sekarang, Garuda semua upaya, walaupun pada akhirnya isunya tetap sama ya, berangkat ke sana penuh, balik kosong kan?

Itu biasa disiasati juga ternyata, cuma nanti masalah regulasi. Regulasi ini Kementerian Agama. Kementerian Agama sudah open. Tinggal skemanya mau seperti apa. Inilah yang, makanya, alhamdulilahnya statement mengenai BIPIH ini yang menjadi pembicaraan ini membuka semua perspektif yang ada, bukan hanya di masyarakat tapi di stakeholders, di Komisi VIII, di Kementerian Agama dan seluruh pihak.

Bapak juga harus bicara semua pihak, bukan hanya pihak-pihak yang ada di sistem tapi yang paling banyak itu kan orang-orang di luar sistem. Harus memberikan pemahaman yang sama, karena balik-balik lagi kenapa nih harus nambah, uangnya dikorupsi ya, atau uangnya dipakai untuk jalan tol. Tanpa itu pun sebenarnya uang itu nggak cukup sebenarnya.

Ternyata di pemerintah itu, kata kuncinya komunikasi publik. Bahwa kebijakannya salah atau bener itu masalah komunikasi. Karena kebijakan itu belum tentu bener, dan belum tentu salah juga. Tapi selama orang memahami maka mereka akan 'oh iya'. Mereka akan punya perspektif yang sama minimal itu sih sebenarnya.

Jadi kesimpulannya, orang yg berangkat tahun ini nambahnya berapa? Mereka sudah setor Rp 25 juta

Jadi ada tiga kan, tiga segmen, yang 2022 ditetapkan untuk tidak boleh nambah lagi. 2020. (Tahun) 2022 itu hanya membayar Rp 9,4 juta, di luar dari setoran lunas yang Rp 10 juta tadi.

Rp 25 juta tambah Rp 10 juta, tambah Rp 9 juta?

Betul. Yang ketiga adalah setoran yang waiting list yang 2023 mereka harus nambah sekitar Rp 23,5 juta atau Rp 24 juta saya lupa angka pastinya. Itu yang dilakukan. Jadi sebenarnya kalau ditanya berapa, angkanya variatif.

Tergantung anda daftarnya dapat kuota tahun berapa?

Makanya konsep dasarnya bahwa BIPIH dengan BPIH atau nilai manfaatnya. BIPIH-nya yang dibayarkan jemaah haji harus lebih besar daripada nilai manfaat yang dikontribusikan. Bahwa kemudian bervariasi di waiting list itu teknis.

Sebagai orang yang mengelola keuangan haji dan background dalam investasi, 6% moderat, nggak ngapai-ngapain dapat 6%. Bisa sampai angka berapa investasi BPKH itu?

Jadi gini ada isu lagi, sebenarnya kalau bicara 70% atau total investasi dalam bentuk SBSN itu di atas 7%, 7,2-7,3 tapi kita harus maintain kurang lebih 30% dana yang ditempatkan di perbankan syariah. Kalau itu, karena gini yang pertama mereka bantu kita banyak dalam rekrutmen haji kan, mereka adalah BPS BPIH namanya, bank penerima setoran haji, kan harus ada resiprokal bisnis.

Mereka kan juga butuh ada profit lah di situ. Mereka juga pemegang saham, jadi artinya kita harus ada resiprokal, kita harus placement di bank syariah.

Kemudian isu kedua adalah kalau ini kita pindahkan investasi ke SBSN kita adalah salah satu penyokong total aset perbankan syariah nasional. Bisa dibayangkan kalau ditarik, nah, itu kan akan membahayakan sistem perbankan syariah. Makanya kita akan tetap maintain. Masalahnya apakah sepanjang total aset meningkat lagi apakah kita akan tambah atau tidak, itu balik lagi, kebijakan resiprokal bisnis.

Makanya total blended, sementara perbankan, cuma kemarin 2022 itu kisarannya di bawah 5% jadi dia naik ke bawah.

Ini bank syariah?

Bank syariah, narik ke bawah dia yieldnya sehingga dapat 6,28%

Kalau misalnya dia bisa lebih tinggi?

Nah mungkin bisa, minimal sama dengan SBSN, tapi itu nggak mungkin juga. Secara nature-nya, instrumen investasi jangka pendek tidak boleh melebihi dari instrumen jangka panjang. Sekarang sebenarnya bisa ada kolaborasinya. Misalnya kalau kita placement di bank itu, kira-kira si bank itu bisa ngejar nggak target setoran hajinya yang lebih tinggi. Kalau dana kelolaannya tinggi kan otomatis berapapun yieldnya pasti akan naik.

Akhirnya, yang kita sedang siasati sekarang kita kasih challenge perbankan syariah kalian bisa kasih setoran berapa untuk menambah total aset. Jadi nanti resiprokal bentuknya kita placement sesuai apa yang mereka setorkan, walaupun sekarang masih belum bisa seperti itu. Tapi at least mereka akan ngejar. Kalau kita langsung kunci 90% masuk ke SBSN mereka mau narik setoran. Kalaupun nggak ditarik, anggaplah sekarang Rp 50 triliun, dia tetap Rp 50 triliun tapi dana total kita Rp 200 triliun, mereka akan mengecil.

Mereka nggak punya motivasi?

Nggak ada, jadi akhirnya gimana kita mau naikin aset, kalau misalnya nggak ada misalnya marketing arm kita untuk menarik jamaah haji. Jadi itu yang paling istilahnya sinergi yang paling optimal yang bisa kita lakukan.


Hide Ads