Wawancara Khusus Menteri BUMN, Erick Thohir

Menjawab Tudingan Miring di BUMN hingga Calon 'Teman Duet' 2024

Ilyas Fadilah - detikFinance
Senin, 14 Agu 2023 16:01 WIB
Foto: 20detik
Jakarta -

Popularitas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, yang semakin tinggi membuat namanya ikut diterpa isu tak sedap. Di tengah tugas beratnya mengomandoi puluhan BUMN, Ketua PSSI tersebut dituding memanfaatkan jabatannya sebagai menteri untuk menjaga popularitas.

Kepada detikcom, Erick bercerita panjang lebar tentang responsnya terhadap tudingan tersebut. Erick juga berbagi harapannya tentang sosok pemimpin Indonesia yang ideal di masa depan, termasuk soal peluang calon pasangannya pada kontestasi pilpres 2024.

Erick juga bicara soal upaya Indonesia keluar dari jebakan negara kelas pendapatan menengah. Kesenjangan menjadi pekerjaan rumah yang harus dibereskan di tengah catatan positif torehan ekonomi Indonesia di saat turbulensi kondisi global.

Berikut petikan wawancara lengkapnya:

Pak Erick, sebelumnya kita lihat background ekonomi dulu karena bapak kan dekat dengan ekonomi. Ada hal yang menggembirakan, jelang 17 Agustus ini. Semua indikator ekonomi membaik. Pertumbuhan yang tadinya di bawah 5%, tumbuh 5,17%. Dan hilirisasi berjalan dengan baik lepas dari tekanan-tekanan asing. Dan di dalamnya juga ada sebagian unit yang melibatkan, atau bapak terlibat di dalamnya kan pak. BUMN performanya membanggakan, kita berbicara Fortune 500 beberapa tahun lalu sebagai impian sekarang sudah terwujud. Dan performa BUMN lain yang tadinya biasa-biasa aja, yang tadinya sudah luar biasa makin luar biasa lagi. Terbukti dengan dividen berapa pak?

Rp 80,2 triliun. Walaupun kita targetin lagi insyaallah tahun depan yang sama, walaupun di kala harga komoditas menurun. Ini juga yang kita deg-degan. Tapi saya baru dapat laporan setengah tahun tadi, rugi laba. Laba bersih kita itu dari Rp 169 (triliun) ke Rp 183 (triliun). Jadi ini ada naik. Ini mudah-mudahan tabungan, tabungan karena kembali harga komoditas ini kita kurang tahu, karena bergejolak. Karena kontribusi tahun kemarin itu kan ada perbankan ada telko, harga komunitas dan lain-lain nah ini harus kita antisipasi.

Kita mau bicara ke depan dulu, kita bicara pertanyaan-pertanyaan besar dulu. Pak presiden berkali-kali mengingatkan bahwa jendela kita hanya 13-15 tahun memanfaatkan jumlah penduduk muda yang produktif itu sampai jendela itu, karena itu kita harus mengantisipasi banyak hal. Dan target kita keluar dari middle income, untuk menjadi negara dengan penghasilan tinggi. Otomatis ini visinya bukan visi yang bukan sekadar omongan tapi harus dijalankan dengan baik. Perlu ada bukan hanya visi tapi juga upaya serius bagi pemimpin ke depan untuk bisa mewujudkan itu, tanggapan bapak bagaimana?

Setuju. Karena gini, karena kalau kita lihat situasi global ini kan terlepas dari fenomena geopolitik tapi ekonomi yang menjadi kunci. Kalau kita lihat jumlah penduduk yang makin hari makan banyak, artinya apa isu mengenai kelaparan, isu ketenagakerjaan, di mana sekarang kita lihat juga isu persaingan usaha, yang antarnegara makin mengunci. Kita bisa lihat kalau orang melihat perang Rusia Ukraina kadang-kadang oh ini perang. Tetapi kalau kita lihat ekonominya, impact-nya luar biasa.

Ketika harga pangan, harga energi ini melambung. Nah di sinilah, saya lihat, ketika bapak presiden di sini, sudah alhamdulillah GDP kita di 4.700 menuju 4.800, kita bisa nggak di bawah kepemimpinan beliau nanti tahun depan itu di 5.200-5.300.

Itu dulu yang dikejar ya?

Karena kenapa, GDP ini menjadi bagian dari pada ekonomi kita dan masyarakat kita punya uang, punya kapital. Tinggal tentu pemerataannya, nah itu isu lain yang harus kita bicara. Tetapi bagaimana tadi yang Fito sampaikan ini mesti segera ke 10.000. Karena kenapa? Kalau kita tidak mendapatkan 10.000 per kapita, negara penduduknya makin tua, ekonominya lambat.

Terjebak di situ?

Nah ini yang saya rasa jadi kenapa keseriusan bapak presiden selalu bicara ekonomi. Dan saya percaya itu ketika,

Ide presidennya atau wakil presidennya di masa mendatang, pengganti pak Jokowi harus benar-benar tidak hanya mengerti tapi harus menjalankan apa yang menjadi PR Indonesia?

Kebangsaan dan ekonomi. Jadi mesti ada kombinasi itu. Kebangsaan dan ekonomi.

Oke jadi itu yang dikejar. Kalau kita ngomong deh kalau misalnya Pak Erick ada di posisi itu untuk ngejar ekonomi misalnya gitu ya, atau misalnya nanti dianggap begini begitu, saya mau tanya aja kalau Pak Erick ada di posisi itu apa yang akan dilakukan Pak Erick?

Ya isunya akan kesenjangan. Jadi empat hal yang saya rasa harus kita antisipasi.

Menghentikan kesenjangannya dulu, bukan pertumbuhannya dulu?

Oh itu bagian. Percuma kita tumbuh tapi kesenjangannya makin melebar. Itu kita berdosa Ketika kita lihat sekarang di negara-negara kapitalis sekarang seperti beberapa negara, saya tidak mau sebutin negaranya. Ketika kesenjangan makin terasa bagaimana terjadi kriminalitas yang tinggi.

Ketika terjadi mohon maaf orang yang tidak punya di mana-mana, tetapi di lain pihak mencari pekerjaan susah. Nah ini kan menjadi hal-hal yang saya rasa ini terjadi di negara lain. Nah apakah kita mau jadi negara ekonomi besar, tetapi hanya buat sebagian orang? Nah ini menurut saya kenapa isu ekonomi menjadi penting tetapi di situ isu kesenjangan yang menjadi bagian harus terjadi pemerataan. Nah di situ ada empat. Satu yang namanya pembukaan lapangan pekerjaan.

Bentar, ini agak berbeda dengan tesis yang dipercaya Indonesia dulu ya. Jadiin dulu orang kaya banyak abis itu akan trickle gitu. Kalau bapak lebih fokus ke?

Ya saya nggak bisa bilang salah dan bener, tapi kan setiap individu atau setiap pemikiran punya policy yang berbeda. Bukan berarti berbeda ujungnya. Ujungnya tetap ingin kesejahteraan. Tapi cara strateginya yang berbeda. Kalau saya isu ya pertumbuhan ekonomi harus jadi karena itu fakta. Tetapi kesenjangan harus menjadi bagian ini pemerataan.

Satu, pembukaan lapangan pekerjaan. Kita harus mapping. Apakah pendidikan kita hari ini dengan industri yang ada dan tumbuh apakah sudah ketemu atau belum. Lalu dengan adanya hilirisasi, industrialisasi dan lain-lain namanya, itu ada pembukaan lapangan pekerjaan di sini. Tapi cukup nggak di situ?

Ingat loh kita ini mayoritas anak muda. Jangan-jangan pertumbuhan atau pembukaan lapangan pekerjaan harus kita kombinasikan juga dengan kesempatan, makin banyak negara tua yang ada di luar negeri pun perlu hospitalisasi dari kita, perawat dan lain-lain. Nah ini menjadi bagian, tidak bisa kita menciptakan lapangan kerja sekadar oh negara kita tumbuh. Kita juga lihat opportunity negara lain.

Yang kedua, kembali ini tidak kalah pentingnya, pemerataan kesehatan. Percuma kita bicara lapangan pekerjaan tapi manusianya tidak sehat. Nah kita bisa lihat bagaimana dulu dari pemerintahan satu pemerintahan lama sudah ada sistem kesehatan yang baik, tetapi kadang-kadang kita ini ngos-ngosan. Kita ingin quick win, lari cepat tidak maraton.

Ini yang saya rasa penting sekali, kesehatan ini penting kenapa? Ingat 2038 ketika ini berbalik, keuangan untuk kesehatan itu bisa juga membuat negara tidak punya uang. Nah ini jadi pemerataan kesehatan.

Ketiga, kembali pemerataan pendidikan. Di mana kita harus pastikan bahwa pendidikan yang ada, tadi sudah saya sebutkan yang pertama, match dengan pekerjaan, atau memang kita ini tidak perlu pendidikan tinggi tapi lebih banyak pendidikan yang vokasi. Itu negara-negara itu sudah ada seperti Jerman.

Nah tentu yang terakhir tidak kalah pentingnya adalah cost of living. Bahwa daya beli harus ada, kehidupan masyarakat juga terjangkau. Bukan berarti kita menjadi sosialis, tetapi kita harus memastikan kepada masyarakat luas mereka dapat mereka bisa. Karena negara ini kan bagian dari kita semua bukan hanya bagian seseorang atau bagian kelompok. Nah ini yang saya rasa tidak mudah.

Memang banyak contoh. Ada negara seperti Singapura yang melakukan itu. Ada negara seperti China. Ada juga model Jepang, Korea, berbeda masing-masing. Nah tinggal kita mau yang mana. Karena kita tidak mungkin menjiplak daripada masing-masing strategi negara itu sama dengan kita, mungkin beda.

Nah ini yang kadang-kadang kita sebagai negara nonblok ini terjebak blueprint-nya negara lain. Yang seakan-akan, oh blueprint negara itu bagus buat kita. Padahal bukan. Blueprint-nya harus ditemui, baru kita lihat, cocok nggak. Kalau memang kita harus defense, kita defense. Tetapi kalau ini opportunity ya kita offense. Nah inilah yang saya rasa kembali kalau saya percaya ekonomi menjadi kunci.

Pak ini kan ada hal, saya nggak tahu pokoknya ini fenomena yang agak menarik. Kita tahu bersama bahwa perekonomian itu ada 57% di Jawa. Tapi pertumbuhan di Jawa melambat, pertumbuhan di luar Jawa seperti Maluku Utara, Sulawesi, itu adalah daerah-daerah yang sekarang ini bener-bener tumbuh ya. Signifikan sekali. Bapak melihat apa ini?

Itu kan karena hilirisasi. Tapi apakah terjadi pemerataan, itu yang harus kita imbangi. Kenapa, saya bicara, kalau kita bicara hilirisasi sumber daya alam ini memang besar. Investasinya besar. Kenapa bapak presiden ini sekarang mendorong yang namanya hilirisasi pangan. Karena ini lebih masyarakat.

Nah ini keseimbangan ini antara besar menengah dan kecil harus kita lakukan. Nah karena itulah kenapa saya belajar, ketika di BUMN saya baru ngeh, Himbara itu berkontribusi 92% untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Oh nah ini saya rasa hal-hal yang saya belajar. Artinya apa? Kalau lebih banyak lagi keberpihakan kepada tadi, golongan yang menengah atau bahkan yang ingin menjadi menengah, ini adalah sesuatu hal pemberdayaan yang memang harus konsisten, tidak bisa sepotong-sepotong.

Nah pertumbuhan yang ada di daerah-daerah luar saya rasa itu adalah salah satu contoh yang baik. Tetapi kita harus lihat pemerataannya. Kalau kita belajar dari negara-negara besar di dunia, Amerika, China, mereka punya berapa kota besar? Indonesia berapa? Artinya kita wajib melahirkan kita-kota besar lain di berbagai tempat minimal 10, ya. Dengan merawat yang sudah ada, menambah lagi 5.

Titiknya di mana itu menjadi kesepakatan nasional. Supaya apa? kesenjangan ini bisa terjadi juga pertumbuhan tidak hanya tadi masyarakat, tetapi antara pulau.

Nah kita bisa lihat ya Sumatera menjadi salah satu kontribusi Sumber Daya Alam (SDA). Tetapi infrastrukturnya belum siap. Itulah kenapa jalan tol didorong ke sana. Dan saya rasa mohon maaf, tidak cukup jalan tol. Kereta api juga harus di sana. Nah hal-hal seperti ini supaya ada keseimbangan.

Dan kembali kalau kita bicara ekonomi kita bicara logistik. Nah logistik erat dengan infrastruktur, yang namanya jalan, jalan tol, airport, pelabuhan. connectivity harus menjadi bagian.




(eds/eds)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork