Eksklusif Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso

Putar Otak Redam Buas Gejolak Harga Beras

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 21 Nov 2023 16:17 WIB
Foto: Dok. Perum Bulog
Jakarta -

Kenaikan harga beras tak terbendung sejak akhir tahun lalu. Produksi beras yang rendah disinyalir menjadi biang kerok.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah dari segala sisi, salah satunya melalui penugasan kepada BUMN pangan untuk menekan gejolak harga komoditas tersebut. Cadangan beras pemerintah (CBP) yang sulit dikumpulkan membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Perum Bulog mengimpor beras.

Akhir 2022, Indonesia mengimpor beras. Impor beras dilakukan demi memenuhi CBP yang fungsinya untuk mengintervensi pasokan dan harga beras di masyarakat. Selain itu, Jokowi menugaskan agar diberikan bantuan pangan.

Kepada detikcom, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) buka-bukaan bagaimana strateginya menekan harga beras yang melonjak tajam, sembari menjaga cadangan beras pemerintah.

Harga beras masih tinggi, di catatan Bulog kenapa harga beras masih tinggi sampai saat ini?

Begini, kalau soal harga itu ada hubungannya dengan demand dan supply. Kemarin pak Menteri Pertanian kan sudah menyampaikan juga, baru akan digenjot dengan percepatan produksi. Tetapi satu sisi, kondisi alam ini kan nggak mungkin bisa kita lakukan rekayasa atau perlawanan. Nah ini memang di beberapa wilayah produksinya memang belum sesuai harapan, karena cuaca. Tetapi kalau kementerian sudah berupaya.

Kenapa sekarang masih tinggi? Karena memang antara kebutuhan dan supply-nya masih terbatas, jadi harganya masih relatif tinggi. Tetapi tidak terlalu tinggi karena ada operasi pasar dari Bulog SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar), di sisi lain ada bantuan pangan yang berjalan terhadap 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM), jadi itu ada pengaruh besar di situ. Seperti itu sebenarnya sekarang kenapa kok harganya masih tinggi.

Tetapi di sisi lain, karena justru dengan kita tidak menyerap dari dalam negeri, mengambil itu, kita tidak akan mempengaruhi harga beras jadi naik. Karena kan ketersediaannya dengan kebutuhannya sekarang itu boleh dikatakan pas-pasan, sehingga itu yang membuat stabil, ada harga masih tinggi. Tetapi next nanti ada program-program peningkatan SPHP ya, mungkin nanti kita upayakan terus, termasuk juga bantuan pangan, plus nanti sudah ada mulai secara sporadis panen-panen di beberapa wilayah. Itu saya kira sendirinya akan turun (harga beras).

Kayak kemarin saya dari Jawa Timur, di beberapa wilayah itu sedang mulai ada panen. Sudah ada panen dan itu bisa memenuhi kebutuhan wilayah itu di wilayah panen itu, saya lihat sendiri kemarin. Nah, berarti sekarang ada suplai tambahan dari internal, dari petani dalam negeri, nah itu pasti mempengaruhi harga itu sendiri.

Artinya operasi pasar, bantuan pangan, cuma menahan bukan menurunkan harga?

Sebenarnya sih harusnya, harapannya jelas menurunkan harga dong. Sekarang kan dari yang tinggi sekali, sudah mulai kan (turun), walaupun harganya masih relatif tinggi. Tetapi tidak seperti kemarin, kemarin ada yang sampai Rp 20.000 per kilogram (kg), Rp 19.000 per kg, nah sekarang kan tidak ya, hampir rata-rata Rp 13.000-Rp 14.000, walaupun itu relatif masih tinggi. Nah ini terus kita lakukan upaya-upaya itu intervensi melalui SPHP. Kemarin juga kita sudah evaluasi tiap minggu kita evaluasi bagaimana penyaluran SPHP, kendala-kendalanya, masalahnya, terus kita sikapi.

Di sisi lain kita juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam rangka kegiatan pemerintah daerah menyelenggarakan pasar murah untuk kebutuhan masyarakatnya. Nah itu dilakukan oleh pemerintah daerah yang seminggu dua kali, nah khusus berasnya yang menyalurkan ada SPHP, jadi harganya murah.

Impor itu kita ada tambahan ya tahun depan 2 juta ton?

Tahun ini itu kan sudah kita laksanakan, tetapi ternyata kan untuk kebutuhan bantuan pangan operasi pasar dan lainnya ternyata kan kurang. Maka, pemerintah dalam hal ini pak Presiden menugaskan Bulog melalui Badan Pangan Nasional untuk tambahan 1,5 juta ton tahun ini. Dari 1,5 juta ton itu kita terealisasi 1 juta, di sisi lain kenapa 1 juta? Karena kan pertama adalah mendapatkan impor itu juga tidak mudah, karena ada beberapa negara yang menutup ekspornya, memang terbatas produksinya, terus fluktuasi dari pada peningkatan dolar, akhirnya harganya itu melebihi daripada yang ditentukan oleh pemerintah, jadi kita nggak bisa beli.

Strategi Bulog saat sulit mencari impor gimana?

Kalau strateginya Bulog yang pertama kita tidak ketergantungan dengan salah satu negara yang memproduksi dong. Kan ada ya yang memproduksi seperti Vietnam, Thailand, Myanmar, Kamboja, terus ada Pakistan, India. Walaupun India sekarang menutup. Ya kita lihat mana yang ada peluangnya di negara negara itu. Kita bergerak terus mencari terus peluang-peluangnya.

Wawancara Khusus Dirut Perum Bulog, Budi Waseso Foto: Dok. Perum Bulog

Ada negara yang akhirnya nggak jadi mengekspor ke Indonesia?

Ada-ada, di antaranya Pakistan, terus Kamboja, Myanmar sendiri, ya itu.

Itu karena mereka mengamankan pasokan dalam negeri mereka?

Salah satunya iya. Kedua, ternyata mereka gagal panen juga, produksinya tidak seperti harapan dia. Yang dia bilang punya kelebihan 100.000 ton akan diberikan kepada kita, tiba-tiba dia hanya kelebihannya hanya 10.000 ton, ya sudah dia hanya bisa mensuplai kita 10.000 ton.

Thailand mengklaim bahwa harga beras mereka lebih murah Vietnam, nah itu dirasakan juga dengan Bulog?

Iya. Kan gini, kalau harga beras kan kita melihat harga pasar internasional, itu kan sudah kelihatan, harganya Vietnam dan Thailand itu kan ada. Maka kita kan lihat nih kualitasnya kayak apa, yang memenuhi standar kita seperti apa tetapi kan kita bicara harga karena tentunya yang ditentukan oleh batasan pemerintah, berapa? Itu yang bisa kita beli, lebih dari itu, kita nggak mungkin.

Lebih banyak Thailand impor kita?

Sementara ini karena relatif dari Thailand lebih murah, ketepatan waktu lebih akurat, maka kita kecenderungannya itu kita ke Thailand. Vietnam itu bukan dia nggak produksi ada, tetapi dia memenuhi pasar untuk Eropa beberapa. Kan sekarang dengan terjadinya perang Rusia-Ukraina itu kan berdampak ke suplai pangan sama gandum di beberapa negara di Eropa, nah karena sekarang soal pangan itu sangat penting, maka sekarang Eropa itu yang tadinya khusus gandum beralih kepada beras. Kebanyakan mereka ngambilnya dari Vietnam, gitu.

Jadi, banyak, permasalahan-permasalahan per-berasan itu memang tidak mudah, tidak sederhana. Karena ini kan menyangkut juga perdagangan ya. Negara itu semua pedagang atau negara yang memperdagangkan pangannya akan lihat keuntungan yang paling besar yang mana kan gitu ya, kadang kala kalau jual ke Indonesia dan lebih mahal jual ke Eropa atau negara lain, ya dijual ke negara lain. Kita nggak bisa juga memaksakan.

Satu juta kemarin yang tambahan impor itu juga kebanyakan Thailand?

Persentase iya, yang 1 juta kemarin.

Impor beras dari India dan China itu jadi nggak?

India memang sampai saat ini memang belum membuka ya, kita masih tentu koordinasi. Tetapi kan kemarin saya bilang, China pun sudah menyiapkan juga kesanggupannya, cuma karena China juga membutuhkan beras juga untuk negaranya cukup besar, walaupun mereka kesanggupannya ada tetapi kan kita juga memprioritaskan negara-negara yang memang memproduksi dan jumlahnya lebih.




(ada/eds)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork