Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh angka 8%. Tidak hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga, investasi diarahkan berperan sebagai motor utama penggerak pertumbuhan demi mengejar target tersebut.
Secara bertahap, investasi diharapkan terus meningkat dan menyentuh angka Rp 13.032 triliun dalam lima tahun ke depan. Karpet merah juga disiapkan pemerintah dalam menyambut para investor, seperti pemberian insentif tax holiday, tax allowance, hingga berbagai kemudahan berusaha lainnya.
Namun di tengah upaya itu, tantangan justru hadir dari pecahnya perang dagang imbas kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya ketidakpastian global dan memaksa investor harus menghitung ulang rencana investasi mereka.
Di sisi lain, Indonesia bersaing ketat dengan negara tetangga seperti Vietnam yang sama-sama berlomba mendatangkan investasi. Lantas, bagaimana strategi pemerintah menjemput investasi dan menjadikan Indonesia sebagai destinasi menarik di mata investor global?
Hal itu dikupas tuntas dalam wawancara eksklusif detikcom bersama Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Todotua Pasaribu dalam Indonesia Investment Talk bertajuk Jurus Indonesia Mengejar Investor Dunia. Berikut petikan wawancara selengkapnya.
Kalau kita lihat situasi global, ini lagi perang dagang. Kalau di mata Bapak ini gimana sih perang dagang efeknya untuk iklim investasi secara global sekarang?
Oke, memang dengan adanya kebijakan resiprokal yang dilakukan oleh pemerintah Donald Trump, Amerika Serikat ini memang tentunya punya dampak secara global. Jadi mungkin terlebih dahulu saya mau buka prolog bahwa seperti tadi pembukaan yang Mbak sampaikan, bahwa memang benar pemerintahan sekarang ini kita memang mempunyai target pertumbuhan ekonomi menuju 8% dalam 5 tahun ke depan.
Jadi di situ juga sektor investasi ini adalah merupakan sektor yang benar-benar diharapkan untuk bisa mengokang terhadap realisasi pertumbuhan menuju ke 8% tersebut. Ini angka ambisius, tetapi kalau kita melihat data di tahun 2024, salah satu negara tetangga kita itu Vietnam, itu sekarang sudah masuk ke angka pertumbuhan ekonomi mereka di angka 7,04%. Dan itu signifikan sumbangsihnya berasal daripada arus investasi yang masuk di negara mereka.
Di tahun 2024, dari US$ 240 miliar yang masuk di wilayah kawasan Asia Tenggara, itu kontribusi yang masuk ke Vietnam itu sekitar US$ 156 miliar. Kita hanya kebagian sekitar US$ 39 miliar. Artinya apa? Artinya ini menunjukkan bahwa peran sektor investasi ini sangat berpengaruh sekali dengan pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara.
Karena itu akan terjadi banyak multiplier effect yang di situ. Kembali kepada pertanyaan tadi, perang dagang kalau kita lihat kan penetapan tarif impor yang Amerika berikan ini, yang kita sebut dengan resiprokal. Apa efeknya? Ini pertama kita lihat, selain secara global ini kan sebenarnya head to head antara Amerika dan China. Dan ini kita terus monitoring.
Pemerintah saat ini kita melalui koordinasi di Kementerian Perekonomian, kita memonitoring ini, kita coba melakukan negosiasi dan lain-lain, dan kita juga secara internal juga melakukan persiapan-persiapan antisipasi, menyikapi terhadap trade war ini. Efeknya apa secara global? Yang pasti secara global ini ketidakpastian, peningkatan ketidakpastian. Banyak strategi rencana investasi dan trade setelah terjadi tarif resiprokal ini menjadi adjustment.
Kemudian yang kedua, secara global pun ini akan berefek signifikan terhadap situasi rantai pasok. Rantai pasok global, kita berbicara bagaimana mengenai kebutuhan konsumen, sektor-sektor utama yang kita monitor yang bakal signifikan kena ini seperti sektor otomotif, kemudian bahan-bahan kimia, petrochemical, elektronik, alas kaki dan lain-lain. Dan ini juga terjadi apa namanya pengalihan strategi perdagangan, strategi investasi yang juga kaitannya sangat besar terhadap rantai pasok global itu sendiri.
Kemudian yang ketiga, tentunya juga pasti berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang berkembang, ini juga pasti akan terjadi efek terhadap itu. Dampak kita secara sektoral tentu iya, karena dalam catatan kami, khususnya Amerika Serikat ini, kita memang plus secara trade.
Tetapi investasi juga di sini Amerika juga merupakan posisi negara yang cukup signifikan, level yang berinvestasi di Indonesia. Dan ini memang dalam beberapa sektor komoditi, sektor elektronik yang saya sebutkan tadi, otomotif, furniture, alas kaki dan lain-lain ini tentu akan adjustable.
Karena produk kita yang selama ini menjadi sasaran ekspor kita ke Amerika dengan pengenaan tarif saat ini tentu akan menjadi punya daya saing yang tidak kompetitif untuk masuk ke Amerika. Dan ini juga pasti akan berdampak terhadap sektor-sektor investasi yang ada di negara kita. Itu sih yang kurang lebih dampaknya yang akan kita lihat saat ini.
Baik, akan terus dimonitor ya. Kalau kita lihat bocoran untuk triwulan pertama, seperti itu realisasi investasi Indonesia masih cukup terjaga ya? Tapi dengan ketegangan geopolitik yang meningkat ini, menurut Bapak apakah akan mempengaruhi arus modal yang masuk ke negeri kita?
Tahun 2024 dengan target realisasi investasi sebesar Rp 1.650 triliun, Alhamdulillah itu kita sudah bisa masuk lebih daripada itu, sekitar 4 persenan di atasnya. Kita achieve dengan angka Rp 1.700 triliun. Dan kemudian hal yang juga yang cukup menggembirakan dan cukup membuat kita aman, untuk triwulan pertama, kita mencetak dari bulan Januari sampai Maret April ini, tahun ini kan kita diberikan target realisasi investasi 2025 itu sebesar Rp 1.905 triliun. Kalau kita bagi ke dalam 4 kuartal kurang lebih sekitar Rp 450- 460 triliun setiap triwulan.
Dan alhamdulillah memang berdasarkan monitoring yang kita lihat, di triwulan pertama ini kita bisa achieve dengan angka sekitar Rp 465 triliun realisasi investasi. Ini yang 1-2 hari yang lalu setelah Pak Menteri (Rosan Roeslani) kami menghadap Pak Presiden melaporkan angka ini, setelah itu beliau langsung melakukan konferensi pers tentang realisasi investasi di triwulan I.
Sebenarnya angka-angka ini yang mencerminkan adanya level of trust, baik secara dunia internasional maupun dalam negeri kita sendiri, untuk melakukan investasi di negara kita. Nah, berbicara terhadap aliran modal Asia yang masuk ke Indonesia, ini tentunya juga akan cukup berpengaruh. Karena Amerika sendiri itu adalah salah satu one of the big market, konsumen.
Kita juga untuk wilayah Asia dengan populasi 280 juta penduduk, adalah salah satu negara yang memang merupakan destinasi demand konsumen itu sendiri. Namun memang kita lihat juga perang dagang ini, ini juga kita harus memandangnya dengan suatu semangat yang positif. Karena perang dagang ini kita juga melihat adanya peluang untuk kita bisa menaikkan pertumbuhan investasi.
Karena Indonesia ini satu secara jumlah populasi demand, kita 280 juta mungkin menuju 300 juta penduduk. Kemudian wilayah strategis kita menghubungkan antara timur dan barat dunia, utara dan selatan, ini wilayah yang strategis. Kondisional yang ada di wilayah timur dan barat, kondisional yang ada di wilayah utara dan selatan dunia ini, tentunya Indonesia ini secara wilayah geografis juga merupakan suatu strategic country yang bisa sebagai destination daripada investasi itu sendiri.
Maka kita sekarang ini memang di bawah payung Kemenko Perekonomian dan juga Kementerian Luar Negeri, Keuangan, Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, dan juga Kementerian BUMN, dan juga Danantara itu sendiri, kita melakukan suatu konsolidasi besar dalam bentuk task force yang untuk kita melihat secara trade dan investment ini, peluang yang kita harus ambil positioning-nya melihat situasi perang tarif.
Ini yang kita lagi godok terus, kita koordinasi lintas kementerian, dan ini kita terus intens juga melaporkan kepada Menko Perekonomian untuk strategi negosiasi kita keluar, dan apa-apa yang harus kita persiapkan di dalam negeri dalam rangka perang tarif ini. Karena kami memahami bahwa perang tarif ini akan cukup signifikan dalam mengubah konstelasi perdagangan dunia dan juga akan merubah konstelasi ekonomi secara global keseluruhan.
Ya, meskipun tadi mempengaruhi konstelasi perekonomian global, perdagangan global, termasuk juga iklim investasi, tapi Bapak katakan juga kita tidak perlu terlalu khawatir, tidak perlu terlalu takut juga ya? Kalau Bapak lihat di Indonesia sektor mana saja yang justru berpeluang tumbuh dan mungkin akan menarik investor?
Ada tiga hal sebenarnya yang menjadi kekuatan bagi negara Indonesia itu. Satu adalah we have a lot of resources dengan variasi resources yang banyak. Kita punya sumber daya alam mineral yang cadangannya cukup signifikan, baik itu bisa kita bicara nikel, kita adalah pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, kita ada bauksit, timah, copper, emas, banyak variabelnya di sini.
Bahkan iron sand sekarang yang mulai populer, bahkan sampai kepada mineral-mineral strategik lainnya, itu satu. Di sektor batubara kita juga punya cadangan yang itu bisa merupakan suatu kekuatan energi kita. Kita juga punya sourcing oil and gas yang cukup signifikan. Di luar komoditi itu, dalam sektor perkebunan, pertanian, bahkan perikanan. Bicara kekuatan ini, ini adalah kekuatan yang sebenarnya tidak perlu kita khawatirkan.
Kemudian kekuatan kita yang kedua, kita adalah negara dengan demand salah satu yang terbesar. 280 menuju 300 juta populasi. Saya sebutkan juga tadi, dalam sektor strategis area, kita positioning yang sangat strategis. Nah, berbicara terhadap itu, sektor-sektor apa saja, satu yang pasti adalah energi terbarukan. Potensial energi terbarukan, baik itu kita berbicara, kita punya cadangan potensial geothermal yang sangat luar biasa.
Kemudian sebagai negara geografis juga kita punya kekuatan untuk men-develop pembangkit listrik energi terbarukan dari sinar matahari, pembangkit listrik tenaga surya. Angin juga kita punya potensial di sini. Yang pasti satu adalah energi terbarukan. Konsolidasi kita punya potensi sampai sekitar 3.600 gigawatt untuk ini.
Sektor yang kedua adalah sektor hilirisasi. Sektor hilirisasi ini macam-macam yang saya bilang tadi, bahwa kita sudah mempunyai suatu roadmap atau peta jalan terhadap hilirisasi itu. Sektor komoditi mineral, batu bara, oil and gas, perkebunan, agrikultur pertanian, perikanan. Dan ini sudah kita hitung bahwa ini ada potensi sekitar US$ 618 miliar dolar yang bisa kita develop di sini.
Yang ketiga adalah ketahanan pangan. Negara kita punya kekuatan agrikultur yang sangat luar biasa. Baik itu komoditi pangan mulai dari beras, kemudian juga komoditi buah-buahan dan lain-lain. Kita punya kekuatan yang sangat besar di situ. Berbicara terhadap itu sendiri, dengan cadangan mineral kita, strategi kita yang kuat ini juga, kita juga punya potensi dalam sektor semikonduktor.
Kita punya pasir silika, kita punya timah dan lain-lain yang untuk men-support industri semikonduktor. Kemudian juga Indonesia secara posisi strategi juga ada potensi untuk men-develop data center. Data center ini salah satu keyword-nya adalah kekuatan men-supply energi yang murah bagi industri data center itu. Dengan kita punya kekuatan cadangan batu bara yang banyak, kita juga punya level of confidence untuk bisa main dalam industri itu.
Kita punya potensi 3 sampai 5 giga untuk di industri data center. Sektor-sektor lainnya seperti sektor kesehatan, sektor pendidikan. Sektor pendidikan juga ini adalah hal yang menarik karena apabila sektor pendidikan vokasi dengan populasi manusia ini, kita ini ke depannya sudah melihat juga untuk strategik bagaimana kita menciptakan level of skill daripada sumber daya manusia.
Beberapa investasi negara-negara luar, salah satunya yang kemarin, satu bulan yang lalu saya ke Sydney, Australia, mereka sangat interest untuk mengembangkan potensi sektor sumber daya manusia. Artinya banyak resources kita kaya, alam kita kaya, bahkan manusia kita banyak. Nah inilah memang yang nanti akan kita terjemahkan dalam bentuk strategi-strategi investasi ke depannya.
Banyak sektor sebenarnya yang berpeluang untuk tumbuh ya. Sangat banyak. Kalau dilihat dari data realisasi investasi terakhir, apakah Bapak melihat ada pergeseran, dari sisi negara penyumbang investasi terbesar untuk Indonesia maupun juga dari sektor-sektor dimana mereka berinvestasi?
Kalau berbicara itu memang dari tahun ke tahun, angka-angkanya itu dikelola ada beberapa negara yang memang menjadi urutan negara yang memberikan kontribusi investasi terbesar di negara kita. Kita sebut saja yang pasti, satu adalah Singapura, yang kedua adalah China, Hong Kong, bagian daripada China itu sendiri, Amerika juga.
Kemudian ada satu yang menarik itu juga datang dari Malaysia. Kita juga melihat ada memang ini dari faktor strategic financing-nya yang masuk dilewatkan dari Malaysia ke sini. Tetapi beberapa negara yang memang dari tahun ke tahun walaupun turun naik di Asia ini, ada Jepang, ada Korea, kemudian beberapa negara-negara Eropa, Australia.
Berbicara dalam konteks ini apakah ada pergeseran minat investor, kami melihatnya dalam strategi perang tarif ini kemungkinan besar sangat ada. Negara kita punya potensi juga sebagai intermediary country, hub country. Hub country ini adalah berbicara kekuatan logistik dan rantai pasok. Artinya hub country ini konsideran yang paling utamanya melihat daripada posisi strategis negara itu.
Yang seperti saya sampaikan tadi, bahwa kita ini adalah intermediary country yang menghubungkan antara timur dan wilayah barat, kemudian utara dan selatan. Jadi ini strategic-nya ini. Dan ini memang kalau ditanya apakah pergeseran minat investor, iya pasti akan ada ke sana. Kemudian juga dalam sektor dalam negeri kita sendiri, kita dengan semangat downstream hilirisasi dan kemandirian ini juga kita melihat pergerakan daripada investasi dalam negeri, PMDN.
Itu angkanya sekarang memang memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam industri infrastruktur, industri jasa. Kemudian berbicara juga sektor downstream lagi, kembali lagi, karena memang pemerintahan ini adalah pemerintahan yang tegas untuk berbicara sektor downstream hilirisasi. Karena baru dalam pemerintahan ini konteks hilirisasi ini menjadi nomenklatur.
Kalau dulu kan kementerian kami hanya Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Tapi dalam pemerintahan ini, kementerian kami ini sekarang namanya adalah kementerian investasi dan hilirisasi dan badan koordinasi penanaman modal. Artinya apa? Artinya ada message yang tegas dari pemerintah bahwa kita mau masuk dalam sektor hilirisasi ini sendiri.
Tadi sudah sempat Bapak katakan juga, negara-negara top investor untuk Indonesia. Kita masih menunggu rilis resminya full untuk 3 bulan I 2025. Kalau kita lihat angka-angkanya dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya seperti apa nih?
Kalau lihat memang trennya masih sama. Artinya dari segi negara-negara penyumbang kontribusi ini masih sama. Karena ini memang juga kita monitor memang angka di 3 bulan pertama 2025 ini sebenarnya adalah keberlanjutan daripada yang terjadi dalam 2024. Kemungkinan nanti itu akan ada adjustable-nya mungkin dalam 3 bulan ketiga atau Q3-Q4.
Apalagi sekarang dengan adanya perang tarif ini, pasti kita akan lihat mungkin 1-2 bulan, 3 bulan itu pasti akan terjadi pergerakan. Tetapi ini masih tetap kita monitor. Tetapi menurut kami angka-angka ini misalnya seperti China, kemudian mungkin beberapa negara seperti Jepang, Korea yang berada di wilayah wilayah-wilayah timur ini mungkin strategic-nya angkanya masih, konsolidasinya masih tetap sama.
'Simak juga Video: Singapura Masih Investor Terbesar di RI, Disusul Hongkong dan China'
(ily/eds)