Pengakuan Pengusaha Soal Banyaknya Ritel Tumbang

Pengakuan Pengusaha Soal Banyaknya Ritel Tumbang

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 01 Nov 2017 16:17 WIB
Foto: Tim Infografis, Andhika Akbarayansyah
Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey membeberkan terkait banyaknya toko serba ada (toserba) atau ritel yang berguguran.

Roy mengatakan, pengoperasian ritel saat ini di bawah performa yang disebabkan oleh gaya hidup masyarakat Indonesia. Dia memastikan, perubahan gaya hidup bukan karena beralih dari offline ke online, melainkan disebabkan oleh meningkatnya pendapatan.

"Terjadi shifting costumer behavior, kenapa bisa terjadi? Karena ini dimulai pada puncaknya 2012 tumbuh 14% atau sesuai indeks pertumbuhan yang normal, pada saat puncaknya itu ketika kita memiliki pendapatan perkapita yang menarik di atas US$ 3000, pola hidup ikut berubah," kata Roy di Jakarta, Rabu (1/11/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Pada saat puncak masa pertumbuhan ritel modern, lanjut Roy, juga menjadi awal munculnya digital ekonomi atau e-commerce. Sehingga prilaku masyarakat yang pendapatannya juga meningkat ikut menyesuaikan perkembangan yang terjadi.

"Sehingga mereka sekarang belanja itu bukan sebagai kebutuhan pokok selain makanan dan minuman, mereka sekarang dengan perkembangan sekarang ritel yang pembelanjaan menurun, jadi konsumen bertambah tapi market share-nya turun," ungkap dia.

"Dulu kalau belanja pakai troli pasti penuh untuk stok sebulan, kalau sekarang tidak membeli dalam jumlah besar, apalagi ada layanan pickup service, jadi semakin mudah dan tinggi pendapatan menjadikan belanja sebagai gaya hidupnya," sambung dia.


Tidak hanya itu, lanjut Roy, masyarakat kelas menengah juga lebih mementingkan untuk menabung dananya untuk hal-hal yang menyenangkan atau sektor leisure.

"Sekarang masyarakat lebih smart, kalau belanja itu bukan segalanya, dan makanya menabung yang nanti untuk dinikmati lagi, makanya travel fair selalu penuh," kata Roy.

Oleh karena itu, Dia memastikan, banyaknya toserba yang tutup bukan karena daya beli masyarakat yang melemah, apalagi adanya shifting dari konvensional ke online, melainkan kepada pola hidup masyarakat yang telah berubah.

"Jadi kalau untuk berbelanja dengan keluarga dengan troli bukan zamannya lagi, dan itulah yang membuat menurunnya transaksi di ritel," tukas dia. (mkj/mkj)

Hide Ads