Disebut di Percakapan Rini dan Bos PLN, Siapakah 'Pak Ari'?

Disebut di Percakapan Rini dan Bos PLN, Siapakah 'Pak Ari'?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 02 Mei 2018 08:38 WIB
Disebut di Percakapan Rini dan Bos PLN, Siapakah Pak Ari?
Ilustrasi Foto: Dikhy Sasra

PT Bumi Sarana Migas (BSM) anak usaha dari Kalla Group bersama dua perusahaan Jepang sejak 2023 memang mengajak Pertamina dan PLN untuk bekerja sama untuk pembangunan infrastruktur proyek Terminal Regasifikasi Liquified natural gas (LNG) dengan kapasitas mmscfd di Bojonegara, Banten dengan model bisnis private public partnership (PPP).

CEO Kalla Group, Solihin Kalla menjelaskan pihaknya menginisiasi Pertamina untuk proyek infrastruktur ini sejak 2013. "Kerja sama ini murni business to business untuk mengantisipasi defisit gas di Jawa bagian Barat. Dalam skema kerja sama ini BSM menyerahkan sepenuhnya offtaker LNG kepada Pertamina, namun dalam perjalanannya PLN juga dilibatkan," kata Solihin dalam siaran pers, dikutip Selasa, (1/5/2018).

Dia menyebut, BSM sudah menawarkan kepemilikan saham kepada Pertamina dan PLN sebesar 15% dalam proyek pembangunan infrastruktur tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembahasan kepemilikan saham tersebut dilakukan sekitar akhir 2016, namun hingga saat ini belum diketahui perkembangan soal penawaran kepemilikan saham kepada kedua BUMN tersebut. BSM saat ini memiliki saham 50%, Tokyo Gas dan Mitsui 35%, sisanya 15% ditawarkan kepada Pertamina dan PLN di Proyek. Bahkan kami membuka kesempatan peningkatan kepemilikam saham BUMN hingga 25%.

"Jadi ini bukan soal bagi-bagi fee seperti yang diberitakan di banyak media," ujarnya.

Dia menegaskan walaupun Pertamina dan PLN tidak memiliki controlling share di proyek kerjasama tersebut, namun kondisi pasar gas di Indonesia, untuk pipa distribusi gas didominasi kepemilikannya oleh Pertamina dan PGN. Sementara konsumsi terbesar atas gas adalah PLN, maka praktis BUMN sebagai offtaker dari Terminal Bojonegara telah mempunyai control atas keberadaan proyek tersebut.

Sebelumnya mantan Dirut Pertamina Elia Masa Manik menjanjikan akan meninjau ulang kerjasama dengan Pertamina dengan joint venture BSM, Tokyo Gas dan Mitsui. Namun, hingga saat ini belum ada update apapun dari hasil review tersebut.

Sementara itu, dia menjelaskan bahwa pembangun proyek infrastruktur terminal regasifikasi LNG itu berdasarkan data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas tahun 2013 – 2030. Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas pada 2023 yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas.

Mitra dari Jepang, Tokyo Gas dan Mitsui digandeng BSM dalam joint venture itu karena memiliki pengalaman di bidang LNG dan kemampuan kapasitas pendanaannya. Mengingat nilai investasi Proyek Terminal Regasifikasi LNG di Bojonegara ini cukup besar sekitar Rp10 triliun.

Rencananya proyek ini akan dibiayai oleh pemenuhan modal pemegang saham serta pinjaman dari Lembaga Keuangan Jepang, yang terdiri dari Lembaga Keuangan Pemerintah Jepang dan Perbankan Jepang.

"Untuk kajian awal proyek LNG di Bojonegara ini saja Konsorsium BSM, Tokyo Gas dan Mitsui sudah mengeluarkan biaya sebesar US$20 juta. Jadi kami tidak hanya sekadar berkontribusi di lahan seluas 30 hektare saja," kata dia.

Dukungan dan kesiapan mitra dari Jepang ini memberikan kemampuan kepada terminal untuk melayani kebutuhan gas di Tanah Air dengan biaya regasifikasi yang lebih murah, dibanding fasilitas regasifikasi yang ada pada saat ini. BSM menawarkan biaya regasifikasi sebesar US$1,2 US per MMBTU yang merupakan harga biaya termurah dibandingkan dengan pelaku di industri tersebut. Dengan demikian proyek ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas dalam negeri.

Dengan proyek kerja sama ini, jelas Solihin, kedua BUMN tersebut tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat besar, tetapi tetap memiliki sebagian aset infrastruktur gas tersebut. Selain itu, kedua BUMN tersebut juga dapat mengontrol operasional di proyek tersebut, karena produksi Terminal Regasifikasi LNG sesuai dengan kebutuhan pasokan dan permintaan perusahaan plat merah tersebut.

Hide Ads