"Peningkatan produksi jagung tidak hanya berdampak pada perolehan devisa, tetapi juga akan sangat nyata meningkatkan kesejahteraan petani," ujar Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, dalam keterangan tertulis, Kamis (31/5/2018).
Pada periode tahun 2010-2014, Indonesia juga sudah melakukan impor jagung dalam jumlah yang terbatas. Nilai ekspor jagung selama 5 tahun tersebut mencapai 63,5 juta US$ dengan rata-rata laju pertumbuhannya cukup kecil, 4,42%/tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah nilai ekspor jagung tersebut sangat timpang dibandingkan dengan nilai impornya, alias defisit berat. Tiga negara tujuan ekspor jagung kita adalah Filipina (66,51%), Jepang (16,23%), dan Pakistan (10,03%). Pada periode tersebut setidaknya ada 4 provinsi pemasok jagung untuk diekspor, yakni Gorontalo, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.
Tiga negara terbesar asal impor jagung untuk Indonesia pada saat itu adalah Brazil (38,51%), India (34,58%), dan Argentina (22,24%).
Pada tahun 2015, Indonesia masih impor jagung sebanyak 3,5 juta ton dengan nilai Rp 10 T, suatu jumlah devisa yang bukan main besarnya. Andaikan nilai devisa itu bisa dihemat atau bahkan sebaliknya bisa didapatkan dari hasil ekspor jagung, maka tentu saja kehidupan petani akan semakin sejahtera dan perekonomian nasional akan semakin baik dan kuat.
Cahaya terang ke arah itu semakin tampak manakala pada tahun 2018 ini Indonesia berhasil mulai melakukan ekspor jagung. Indonesia sudah ekspor jagung lebih dari 100 ribu ton ke Filipina, berasal dari Gorontalo dan Sulawesi Selatan. Bahkan Provinsi NTB menargetkan ekspor jagung 300.000 ton ke Filipina.
Berdasarkan pertemuan bilateral antara Filipina dan Indonesia, diketahui bahwa potensi pasar jagung di Filipina mencapai 1 juta ton. Itu pertanda dan peluang yang baik bagi petani jagung di kita untuk terus meningkatkan produksi dan efisiensi usaha taninya agar bisa bersaing di pasar internasional.
Adapun upaya Kementan untuk mendukung ke arah tersebut, diantaranya dengan menyediakan benih jagung dan pupuk untuk lahan seluas 3,7 juta hektar yang akan diberikan secara gratis kepada petani.
Saat ini, Kementan sedang mengembangkan pendekatan pertanian konservasi pada usaha tani jagung, khususnya pada lahan kering beriklim kering, seperti di Provinsi NTB dan NTT. Pendekatan pertanian konservasi ditujukan selain untuk meningkatkan pendapatan petani, juga untuk menjaga atau melestarikan kualitas lingkungan hidup.
Pendekatan pertanian konservasi mengacu pada prinsip-prinsip: (1) tanpa bakar dalam persiapan lahan, (2) olah tanah minimum, (3) pemanfaatan pupuk kandang dan pengelolaan biomassa tanaman sebagai mulsa atau penutup tanah, dan (4) pola tanam tumpangsari dan rotasi tanaman dengan aneka kacang-kacangan atau legume.
Sudah banyak petani di kedua provinsi tersebut merasakan manfaat aplikasi pertanian konservasi pada lahan keringnya. Diantaranya peningkatan produksi jagung, penghematan biaya usaha tani dan kesuburan tanah yang semakin baik. (ega/ega)