Strategi Kementan Genjot Produksi Jagung di Madura

Strategi Kementan Genjot Produksi Jagung di Madura

Nabilla Nufianty Putri - detikFinance
Sabtu, 28 Jul 2018 10:40 WIB
Foto: Kementan
Jakarta - Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Dr Ismail Wahab menjelaskan produktivitas jagung lokal Madura masih tergolong rendah sekitar 1 hingga 2 ton per hektarenya dengan umur genjah 65 sampai 75 hari. Rendahnya produktivitas jagung di Madura itu antara lain disebabkan tingkat kesuburan tanah dan sedikitnya curah hujan.

Pernyataan Ismail juga merespons peneliti bidang pangan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) di Jakarta yang menyatakan benih Balitbangtan, Kementerian Pertanian produktivitasnya rendah hanya 3-5 ton/ha daripada produktivitas jagung hibrida swasta yang terjadi di Sumenep Madura.

"Selama ini Kabupaten Sumenep sudah mengenal Varietas Jagung Komposit (red.non hibrida) Bisma yang dapat berproduksi sekitar 3 hingga 4 ton per hektare. Sehingga yang dimaksud produktivitas jagung hibrida Balitbangtan lebih rendah adalah produktivitas jagung komposit", demikian diungkapkan Ismail dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/7/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Ismail menjelaskan pada tahun 2017, Dinas Pertanian Kabupaten Sumenep memang memprogramkan pertanaman jagung komposit Bisma untuk luasan 11.000 ha di musim hujan. Pertanaman direncanakan pada Oktober, sehingga benih akan sampai pada bulan September, tepat pada saat menjelang tanam

Program lainnya adalah inisiatif Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep untuk mendongkrak produksi jagung berupa bantuan kredit usaha rakyat (KUR) kepada petani jagung yang nanti dibayar saat panen sebesar Rp 3 hingga 8 juta per ha melalui melalui Bank BNI. Program ini menggunakan varietas dari perusahaan benih jagung swasta.

"Produktivitas jagung komposit memang tidak sama dengan produktivitas jagung hibrida. Jagung komposit varietas Bisma disambut baik oleh petani Madura karena dapat meningkatkan produksi sampai dua kali lipat dibandingkan dengan varietas lokalnya yang menghasilkan 1 sampai 2 ton per ha," kata Ismail lagi.



Ismail menyambung, bahwa komposit mempunyai kelebihan tahan kekeringan, harga benihnya murah, dan benihnya dapat langsung digunakan lagi pada musim tanam berikutnya. Bahkan Balitbangtan juga telah memperkenalkan jagung varietas hibridanya dengan nama Bima 9 di Sumenep.

Varietas unggul jagung hibrida Balitbangtan sudah teruji dan potensi hasilnya setara dengan varietas hibrida dari perusahaan swasta, karena telah melewati berbagai tahap seleksi dan pengujian.
Bahkan juga menjamin mutu varietas sesuai dengan potensi genetiknya. Contohnya, produktivitas jagung varietas Bima 9 produk Balitbangtan menghasilkan 9,37 ton per ha pipilan kering seluas 55 Ha pada kegiatan GLIP (Gelar Lapang Inovasi Pertanian).

"Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pertanaman di lahan kering pada musim kemarau dalam kondisi marginal tanah yang kurang subur dan keterbatasan air, jagung produk Balitbangtan masih beradaptasi dan tumbuh cukup baik," terang Ismail.

"Petani berharap agar jagung produk Balitbangtan Kementan dapat dikembangkan lebih luas karena secara umum sangat sesuai untuk wilayah Madura yang defisit air," tambah Ismail



Dengan unit Pemerintah di Daerah memiliki instansi yang disebut dengan Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih (BPSB) selain menjamin mutu benih tersebut juga bertugas mengawasi mutu benih sebar yang beredar di lapangan. Sehingga Ismail menekankan Balitbangtan Kementan sebagai varietas unggul jagung nasional menghasilkan benih sumber (parent seed) untuk dikembangkan lebih jauh menjadi benih sumber.

"Mutu benih sebar yang dihasilkan (yang diterima petani) tidak berkorelasi dengan mutu dan keunggulan varietas," tegas Ismail.

Benih sumber yang diproduksi oleh Balitbangtan disebarkan ke penangkar benih untuk diperbanyak menjadi benih sebar. Benih sebar ini harus dijamin mutunya sehingga potensi dan keunggulan varietas tetap terjaga. Menurut Ismail, mutu benih ditentukan oleh teknik produksi benih, proses pengolahan pascapanen, pengemasan, dan distribusi. Sedangkan mutu dan keunggulan varietas ditentukan oleh keunggulan genetik dan interaksinya dengan lingkungan.

"Dengan kata lain bila ada mutu benih sebar rendah atau jelek, maka bukan berarti varietasnya yang membawa genetik yang bagus menjadi berkualitas rendah," tandas Ismail. (mul/mpr)

Hide Ads