Selain bantuan dari China, Turki memiliki pilihan lain dibanding harus mengambil bantuan tersebut.
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, pada dasarnya krisis yang melanda Turki dikarenakan fundamental ekonomi yang tidak terkendali. Pasalnya, pemerintahan Turki saat ini tengah menggenjot pertumbuhan ekonomi sehingga menimbulkan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) yang lebar.
"Jadi memang krisis ini karena fundamental yang buruk. Karena kebijakan sangat mendorong pertumbuhan dan mereka lupa defisit transaksi berjalan melebar hampir 6%," kata dia kepada detikFinance, Senin (20/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, saat ini bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed berencana untuk menaikkan beberapa kali lagi suku bunga yang tentu akan berdampak pada nilai tukar mata uang negara berkembang termasuk lira milik turki.
"Memang solusi dari dalam negeri harus didorong. Jadi salah satunya dibenahi fiskal dulu dengan menaikkan suku bunga. Kalau tidak, lira akan terus melemah Karena dalam setahun ini dipengaruhi The Fed dan perang dagang AS-China," sambung dia.
Walaupun begitu, menarik investasi dari luar, dengan utang dari bilateral seperti China maupun dari multilateral seperti World Bank bisa jadi solusi pamungkas bila berbagai upaya sebelumnya dinilai kurang ampuh.
"Ya tadi, kalau dilihat sejauh mana. Kalau sudah dinaikkan nggak berhasil, ya tentunya mau nggak mau investasi dari bilateral supaya ada menutupi CAD kan perlu investasi dan investasi bentuk dari utang bilateral seperti China atau multilateral seperti World Bank atau IMF," tutup dia.