Jakarta -
Debat soal utang pemerintah Indonesia antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan masih berlanjut.
Ini bermula saat pidato di sidang tahunan pekan lalu, Zulkifli mengkritik cara pemerintah mengelola utang. Namun Sri Mulyani menilai kritik tersebut sarat muatan politis untuk menyerang pemerintah. Sri Mulyani bahkan menyebut Zulkifli sesat karena membahas utang tak sesuai data.
Setelah kejadian tersebut, Kementerian Keuangan mengeluarkan data yang menjelaskan jika utang negara masih dalam kondisi sehat dan dikelola dengan baik. Namun Zulkifli kembali mengeluarkan sanggahan ketika ia disebut sesat oleh Sri Mulyani. Berikut ulasannya:
Zulkifli mengeluarkan sanggahan terkait tudingan sesat yang dibilang Sri Mulyani. Dia menyebut kritiknya tak menyesatkan dan tak bermuatan politik, pasalnya dia berbicara sesuai data.
Dalam keterangan resminya, Zulkifli menyebut dia menggunakan data-data yang diambil dari dokumen nota keuangan 2018. Dalam dokumen tersebut menurut dia tidak ada pos pembayaran pokok utang senilai Rp 396 triliun yang dimaksud oleh Sri Mulyani.
"Kami hanya menemukan pos pembayaran bunga utang sebesar Rp 238 triliun dan pembiayaan utang Rp 399 triliun (mendekati Rp 400 triliun)," kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (23/8/2018).
Dia juga mengasumsikan jika pembayaran pokok utang yang disampaikan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 396 triliun benar maka. Nilai tersebut belum ditambahkan dengan pembayaran bunga utang sebesar Rp 238 triliun.
"Ini artinya total beban utang yang sebenarnya adalah Rp 634 triliun. Karena kita tidak mungkin membayar utang hanya pokoknya, tapi pasti juga membayar bunga setiap tahun," ujar dia.
Zulkifli menambahkan angka Rp 634 triliun itu setara dengan 5,71 kali lipat anggaran kesehatan yang sebesar Rp 111 triliun. Kemudian 10,56 kali lipat dana desa sebesar Rp 60 triliun.
Tudingan sesat sudah dilontarkan kedua belah pihak untuk pengelolaan utang ini.
"Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa pidato saya di sidang tahunan MPR yang meminta pemerintah memperbaiki manajemen pengelolaan utang sebagai politis dan menyesatkan. Jadi siapa yang menyesatkan?" ujar Zulkifli dalam keterangan resminya, dikutip Kamis, (23/8/2018).
Zulkifli berargumen, pernyataan yang ia utarakan adalah berdasarkan Nota Keuangan 2018. Dia menjelaskan dalam dokumen Nota Keuangan 2018 tidak terdapat pos pembayaran pokok utang senilai Rp 396 triliun yang dimaksud Sri Mulyani.
"Kami hanya menemukan pos pembayaran bunga utang sebesar Rp 238 triliun dan pembiayaan utang Rp 399 triliun (mendekati Rp 400 triliun)," imbuh dia.
Dia juga mensimulasikan jika pembayaran pokok utang yang disampaikan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 396 triliun benar, maka akan ditambahkan dengan pembayaran bunga utang sebesar Rp 238 triliun.
"Ini artinya total beban utang yang sebenarnya adalah Rp 634 triliun. Karena kita tidak mungkin membayar utang hanya pokoknya, tapi pasti juga membayar bunga setiap tahun," ujar dia.
Zulkifli Sebut Sri Mulyani Lupa Pernah Jadi Menteri SBY
Zulkifli Hasan mengeluarkan tanggapan terkait kisruh pengelolaan utang tersebut. Ia menyebut jika Sri Mulyani juga pernah terlibat dalam pemerintahan sebelumnya.
"Ibu Sri Mulyani mengungkit-ungkit bahwa sebagian utang dibuat pada pemerintahan sebelum Jokowi, khususnya ketika saya masih menjabat Menteri Kehutanan pada pemerintahan Pak SBY periode 2009-2014. Saya rasa Ibu Sri Mulyani lupa bahwa Ibu juga sempat menjadi bagian pemerintahan SBY," kata Zulkifli dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (23/8/2018).
Dia menambahkan, saat itu memang dirinya juga menjabat sebagai Menteri Kehutanan dan tak bisa membuat kebijakan tentang utang. "Tapi Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan era Pak SBY dulu jelas punya kewenangan untuk menentukan berapa banyak kita berhutang dan berapa bunganya. Kenapa sekarang malah menyalahkan masa lalu?," imbuh dia.
Zulkifli menyebut MPR adalah lembaga politik yang menyerap dan menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Menjadi kewajiban Konstitusional Ketua MPR untuk mengingatkan Pemerintah dan memastikan bahwa anggaran negara digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Perlu dicatat bahwa dalam Sidang Tahunan MPR 16 Agustus lalu saya juga sampaikan apresiasi kepada Pemerintahan Jokowi - JK yang saya dukung atas beberapa capaiannya," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman