Harga Daging Ayam dan Telur Turun, Apa Langkah Pemerintah?

Harga Daging Ayam dan Telur Turun, Apa Langkah Pemerintah?

Dana Aditiasari - detikFinance
Jumat, 28 Sep 2018 12:49 WIB
Foto: Erliana Riady
Jakarta - Peternak ayam saat ini tengah dilanda keresahan. Tren harga daging ayam dan telur akhir-akhir ini mengalami penurunan. Harga ayam ras di tingkat peternak pada Jumat (28/9/2018) menyentuh angka Rp 12.000 - Rp 13.000 per kg. Padahal menurut peternak titik impasnya Rp 15.000/kg. Peternak ayam pedaging dan petelur mengaku merugi Rp 3.500 per ekor.

"Jika ayam terus dipelihara, resiko kerugian semakin besar karena biaya pemeliharaan membengkak. Kalau kami memelihara 10.000 ekor saja, hitung saja berapa kerugian kami", ujar Andrian seorang peternak di Purwokerto, Jawa Barat seperti dikutip dari keterangan tertulis Jumat (28/9/2018).

Pilihannya adalah harus segera dilepas, jika tidak akan merugi lebih banyak. Walau harganya sedang turun, pedagang di Pasar Induk Klaten, Jawa Tengah mengeluh penjualan sepi tiga hari terakhir ini. Pantauan harga di pasar tradisional, harga daging ayam rata-rata Rp 26.000 per kg dan telur Rp 18.500 per kg.


Pemerintah Minta Pelaku Usaha Jaga Iklim Usaha Unggas

Memberi solusi, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), mengimbau kepada para pelaku usaha (stakerholder) untuk bersama-sama menjaga iklim usaha perunggasan yang lebih kondusif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasar untuk komoditas unggas di Indonesia saat ini didominasi fresh commodity, sehingga produk mudah rusak. Untuk itu hasil usaha peternak agar tidak lagi dijual sebagai ayam segar melainkan ayam beku, ayam olahan, ataupun inovasi produk lainnya.

"Kami meminta pelaku usaha untuk melakukan pemotongan di RPHU (Rumah Potong Hewan Unggas) dan memaksimalkan penyerapan karkas untuk di tampung dalam cold strorage yang akan disimpan sebagai cadangan jika sewaktu-waktu dibutuhkan", imbau I Ketut Diamitra, Dirjen PKH Kementan, sembari berharap harga di Farm Gate dapat segera kembali normal.


Menurut Ketut, kondisi daging ayam nasional pada 2018 ini memang mengalami surplus, bahkan sudah ekspor.

"Jika produksi kita berlebih ini kan justru yang kita cari daripada produksinya kurang, ini yang berbahaya. Kelebihan produksi ini yang kita sasar untuk tujuan ekspor. Ini yang selalu kami imbau ke perusahaan integrator untuk terus mendorong upaya ekspor", ujarnya.

Sejauh ini Indonesia sudah ekspor telur tetas ayam ras ke Myanmar, DOC (Day Old Chicken) ke Timor Leste dan produk daging ayam olahan ke Jepang, Papua New Guinea, serta Myanmar.

Di sisi lain Ketut menjelaskan pemerintah saat ini juga terus berupaya mendorong peningkatan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang masih rendah.

"Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat menyerap pasokan unggas di dalam negeri," pungkasnya. (dna/eds)

Hide Ads