-
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan yang menghebohkan pada pertengahan tahun ini. Prabowo menyebut, utang Indonesia hampir mencapai Rp 9.000 triliun.
Utang ini berasal dari utang pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta lembaga keuangan lainnya. Menurutnya, utang tersebut berbahaya dan mengkhawatirkan. Apalagi, utang itu justru digunakan untuk membayar utang lagi alias tutup lubang, membayar bunga dan gaji pegawai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak diam dan merespons balik pernyataan Prabowo. Menurutnya, setiap entitas memiliki tanggung jawab masing-masing atas utangnya.
Sri Mulyani kemudian juga menjelaskan kondisi utang pemerintah saat itu. Menurutnya, utang pemerintah masih aman karena rasionya di bawah yang ditetapkan pada undang-undang.
Masalah utang ini menjadi topik panas di Juni 2018. Untuk mengingatkan kembali pembaca,
Prabowo menyebut utang Indonesia sangat mengkhawatirkan karena hampir mencapai Rp 9.000 triliun. Utang itu, kata Prabowo, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Utang-utang kita sudah sangat membahayakan. Selain utang pemerintah, ada utang lembaga-lembaga keuangan milik pemerintah dan utang-utang BUMN. Kalau dijumlahkan sungguh sangat besar," kata Prabowo di Jl Widya Chandra IV, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Pernyataan 'berbahaya' itu disampaikan Prabowo dengan mengutip data lembaga Moody's yang jadi sumber rujukan berita Bloomberg.
"Utang pemerintah memang Rp 4.060 triliun, tapi ada utang BUMN ditambah Rp 600 triliun. Ditambah lagi utang lembaga keuangan publik, Rp 3.850 triliun. Kalau kita jumlahkan ya hampir Rp 9.000 triliun," ucap dia.
Prabowo pun mengaku dibuat bingung soal penggunaan utang yang menggunung itu. Dia mengklaim, utang itu digunakan untuk membayar utang, bunga, serta membayar gaji.
"Utang kita sekarang, kita utang untuk bayar utang, bayar bunga utang. Kita utang untuk bayar gaji," kata Prabowo.
"Ini memang sulit, tapi harus kita bicarakan. Ini nggak bener!" imbuh dia.
Prabowo mengaku telah berdiskusi dengan ahli-ahli terkait utang negara. Kondisinya, kata dia, sudah tidak bagus.
"Saya tanya ke ahli-ahli, kalau grafiknya diteruskan, kita ujungnya tidak bagus," ucap Prabowo.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian buka suara menanggapi pernyataan Prabowo soal utang Rp 9.000 triliun. Sri Mulyani mengatakan, setiap entitas memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri atas utangnya.
"Jadi yang kita bahas itu masalah apa sih? Kalau saya mau tanya ya, artinya di dalam mengelola seluruh perekonomian masing-masing entitas kan punya tanggung jawab," kata Sri Mulyani.
Dia bilang, jika bicara mengenai total utang Indonesia yang hampir Rp 9.000 triliun, maka harus dilihat dari sisi perbandingannya yang tepat. Jelasnya, utang Rp 9.000 triliun mestinya dibandingkan dengan ukuran ekonomi Indonesia.
"Kalau bicara sekarang PDB mencapai hampir Rp 15.000 triliun berarti bisa dilihat rasionya Rp 9.000 triliun terhadap Rp 15.000 triliun kan seperti itu. Jadi kalau bandingkan apel dengan apel, karena sering kan ngomongin Rp 9.000 triliun terus kemudian datangnya pemerintah seperti gimana? Dari dulu pemerintah kan mengelola APBN," ungkap dia.
Tugas Kementerian Keuangan adalah mengelola utang pemerintah yang per Mei 2018 mencapai Rp 4.169,09 triliun. Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia angka tersebut masih aman lantaran rasionya di bawah 29% terhadap PDB.
"Jadi kalau membahas ya konsisten saja. Kalau utang korporasi ya dia dibandingkan volume korporasi. Kalau BUMN dibandingkan total aset dan revenue-nya. Utang rumah tangga ya terhadap rumah tangga," jelas dia.
Sri Mulyani menuturkan, pemerintah mengelola utang secara hati-hati serta mengikuti indikator kesehatan keuangan mengikuti ketentuan perundang-undangan. Selain itu, dia juga mengatakan tingkat kerentanan utang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia dan India.
"Kalau tadi disampaikan pandangan Moody's mereka katakan kita peringkat ketiga. Tapi kalau dibandingkan dengan dua ranking di atasnya yaitu Malaysia dan India, Indonesia kan 54% jauh lebih rendah," katanya.
Berdasarkan data Moody's Investors Service, posisi external vulnerability index atau indeks kerentanan eksternal Indonesia sebesar 51%. Posisi pertama ada India dengan 74%.
"Kalau kita bandingkan yang disebut ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri dari sisi pembeli SUN kita, sudah kami sampaikan di sekitar 37%. Kalau mau interpretasi yang disebut positif, kita dipercaya karena demand-nya tinggi, ada yang mau membeli. Kalau dari sisi negatif, kalau dia nggak percaya Indonesia dia bisa pergi," jelas Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ikut 'bersuara' soal utang Indonesia mencapai Rp 9.000 triliun. Menurutnya, jika tidak mengerti soal utang lebih baik tidak dibicarakan.
"Kalau nggak ngerti nggak usah diomongin lah, kita ini kan nggak bego-bego amat, tahu lah kita itu semua. Nggak usah," kata dia.
Luhut pun mengatakan, pemerintah memahami persoalan utang Indonesia. Dia juga menuturkan, tak ingin membebani generasi ke depannya.
"Jadi saya titip aja, kamu anak-anak muda harus bisa bedakan berita yang bener, nggak bener. Kita paham angka-angka itu, jadi kalau orang bicara utang-utang kalau nggak ngerti jangan ngomong. Kita nggak bego, masa turunin sama kalian yang berutang," jelasnya.