Jakarta -
Utang pemerintah seolah menjadi bahan kritikan yang tidak ada habisnya bagi pasangan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan wakilnya, Sandi Uno. Kali ini mereka menyinggung terkait beban utang negara yang ditanggung generasi penerus bangsa.
Meski mereka kompak mengkritisi itu, tapi angka yang disebutkan berbeda. Prabowo sebut setiap bayi yang lahir di Indonesia langsung menanggung beban utang sebesar Rp 9 juta sedangkan Sandi menyebut setiap anak Indonesia saat ini menanggung utang Rp 13 juta.
Kementerian Keuangan selaku bendahara negara pun menanggapi hal itu. Prabowo dan Sandi dianggap salah dalam menilai beban utang pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak Kementerian Keuangan juga menjabarkan terkait kondisi utang pemerintah saat ini. Kondisi tersebut juga dibandingkan dengan 3 negara tetangga. Klik selanjutnya untuk berita selengkapnya.
Calon Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa setiap bayi yang baru lahir di Indonesia langsung menanggung utang Rp 9 juta. Sementara wakilnya Sandiaga Uno sebut bahwa kini semua anak Indonesia harus menanggung utang Rp 13 juta.
Menurut pihak Kementerian Keuangan, pasangan itu salah dalam melihat beban utang suatu negara. Seharusnya beban utang dilihat berdasarkan pendapatan operasional.
"Beban utang pada sebuah perusahaan tidak bisa dihitung dari berapa jumlah pegawainya, tapi dilihat dari pendapatan operasionalnya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/1/2018).
Menurut Nufransia, penghitungan utang per kapita tidak ada hubungannya dengan kemampuan membayar utang. Kemampuan membayar utang dilihat dari penghasilan sebuah negara, yang dalam suatu negara dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dengan analogi yang sama, ketika kita meminjam uang di Bank, tidak akan ditanya berapa jumlah anak kita tapi berapa penghasilan yang diperoleh," tambahnya.
Dia juga menegaskan bahwa tidak ada hubungannya antara utang per kapita dengan utang per masyarakat di Indonesia yang baru lahir. Sebab bukan berarti bahwa tiap penduduk Indonesia harus membayar utang tersebut. Sebab utang tersebut tetap dibayarkan oleh Pemerintah dan tidak dikelola oleh masing-masing penduduk Indonesia.
"Berbeda halnya dengan PDB perkapita, di mana angka PDB merupakan kontribusi langsung dari semua penduduk di suatu negara yang menggambarkan besarnya (size) perekonomian," terang Nufransa.
Jika ingin membahas soal utang negara, kata Nufransa, sebaiknya tidak melihat dari sisi besarannya dan berapa yang seolah-olah harus ditanggung oleh rakyat, tapi bagaimana cara pemerintah mengelola utang tersebut menjadi lebih produktif.
"Utang hanyalah bagian dari APBN secara keseluruhan. APBN bukan tujuan, APBN adalah alat/instrumen. Tujuan utama kita semua dalam penggunaan APBN adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial, mengurangi kemiskinan, sehingga dapat tercapai masyarakat yang adil dan makmur," ujarnya.
Kementerian Keuangan menekankan bahwa kondisi utang pemerintah saat ini masih dalam pengelolaan yang baik. Kemenkeu pun membandingkan kondisi utang RI dengan 3 negara ini.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti menjelaskan, penghitungan utang per kapita tidak ada hubungannya dengan kemampuan membayar utang. Kemampuan membayar utang dilihat dari penghasilannya, dimana dalam suatu negara dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dengan analogi yang sama, ketika kita meminjam uang di bank, tidak akan ditanya berapa jumlah anak kita tapi berapa penghasilan yang diperoleh," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa perhitungan utang per kapita tidak ada hubungannya dengan utang per manusia Indonesia yang baru lahir. Bukan berarti bahwa tiap penduduk Indonesia harus membayar utang tersebut, karena utang tersebut tetap dibayarkan oleh Pemerintah dan tidak dikelola oleh masing-masing penduduk Indonesia.
Menurutnya jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga kondisi utang perkapita Indonesia masih lebih baik. Pada 2018 rasio utang perkapita Pemerintah Indonesia sebesar US$ 1.147 dengan rasio utang per PDB sebesar 30%.
Angka itu, ujarnya, jauh lebih rendah dibandingkan Thailand (US$ 2.928 perkapita, rasio utang 42% per PDB), Malaysia (US$ 5.898 perkapita, rasio utang 55% per PDB), bahkan Filipina (US$ 1.233 per kapita, rasio utang 40% per PDB).
Nufransa menjabarkan, pada akhir November 2018 utang Pemerintah Indonesia tercatat sebesar Rp 4.396 triliun. Dari angka itu terhitung rasio utang per PDB tercatat sebesar 29,9%.
Menurutnya angka itu jauh di bawah 60% sebagaimana ketentuan Undang-undang no 17 tahun 2003. Sehingga data itu menunjukkan bahwa utang Indonesia aman dan mampu dibayar kembali.
Halaman Selanjutnya
Halaman