Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI, Farida Peranginangin mengatakan data yang belum cocok antara Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan sebagai penyedia data arus barang serta dokumen dan Bank Indonesia selaku penyedia data arus keuangan menjadi penyebabnya. Ada berbagai faktor yang membuat ketidakcocokan, misalnya bank yang telat melaporkan, eksportir yang masih belum menginformasikan ke bank, dan lainnya.
"Kebanyakan belum match (cocok), terutama saat awal 2012. Kalau sampai batas waktunya belum masuk juga, kami mulai bergerak. Karena bisa jadi bank yang telat melapor, lalai melaporkan dan sebagainya. Ada juga eksportirnya yang lupa bahwa harus menginfo ke banknya sehingga bank tidak melapor," katanya dalam paparan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (7/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita juga dapat laporan bahwa nilai real PEB nya memang berbeda, tapi tetap kami cek. Tapi ujungnya tetap ada yang kurang," ujar Farida.
Sejauh ini BI baru melakukan rekomendasi penangguhan ekspor bagi eksportir yang belum membawa DHE nya, namun jumlah DHE yang tidak termonitoring dengan optimal dirasa menjadi salah satu celah belum efektifnya kebijakan yang diambil negara.
"Kalau ujungnya nggak memasukkan juga, kami kenakan denda sampai kita bisa tangguhkan mereka tidak bisa ekspor. Kita kirim surat ke bea cukai untuk menangguhkan eksportir tersebut sampai dia penuhi kewajibannya. Itu yang kami lakukan sampai sekarang," jelas Farida. (eds/hns)