-
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan adanya penurunan realisasi investasi yang terdiri dari penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Dari target realisasi investasi yang dicanangkan sebesar Rp 765 triliun untuk 2018, hasilnya tak mencapai angka tersebut.
Lantas apa penyebabnya? Apa yang harus dilakukan Indonesia? Baca informasi selengkapnya pada halaman selanjutnya.
Sepanjang tahun 2018, realisasi investasi hanya mencapai 94% dari target investasi dalam RPJMN, dengan capaian Rp 721,3 triliun.
"Realisasi Kuartal 4 dan full year 2018, beberapa highlight, pertama langsung keliatan untuk tahun fiskal 2018 kami tidak berhasil mencapai target, cuma 94% dari target. Itu realisasi final," kata Kepala BKPM Thomas Lembong dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (30/1/2019).
Meski tak mencapai target, realisasi investasi di 2018 mengalami pertumbuhan secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan 2017. Pertumbuhan tersebut sebesar 4,1%.
Jika dirincikan, total investasi dari PMDN 2018 adalah Rp 328,6 triliun atau meningkat 25,3% dibandingkan 2017 yang sebesar Rp 262,3 triliun.
Kemudian dari sisi realisasi investasi PMA 2018 adalah Rp 392,7 triliun atau turun 8,8% dibandingkan 2017 yang sebesar Rp 430,5 triliun.
Menurut laporan BKPM, awalnya realisasi PMA di tahun 2017 menyentuh angka Rp 430,5 triliun di tahun 2018 hanya Rp 392,7 trilun. Jumlah tersebut turun sebesar 8,8%.
Kepala BKPM, Thomas Lembong menilai penurunan realisasi PMA ini salah satunya karena adanya ekskalasi sentimen perang dagang AS-China. Hal tersebut membuat FDI (penanaman investasi internasional langsung) turun.
"Pertama begini, soal AS mengekskalasi perang dagang di Maret dan April. Hal tersebut membuat shock yang signifikan terhadap sentimen invest secara global," ungkap Thomas, pada konferensi pers di Kantor BKPM, Jakarta (30/1/2019).
Menurut data PBB, kata Thomas, angka FDI secara global menurun sebanyak 20%. Tahun 2018 menurutnya merupakan tahun yang sangat sulit bagi dunia investasi.
"Data UN, menunjukan FDI internasional secara global turun 20%. Tahun lalu (2018) adalah tahun yang sangat sulit untuk FDI, untuk dunia investasi secara global," kata Thomas.
"Apalagi perlu ada pengimbangan untuk kelemahan lain seperti skill defisit tenaga kerja kita, dan kesulitan regulasi, regulasi tumpang tindih dan ini sedang disederhanakan," ungkap Thomas.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai Indonesia kurang agresif dalam memberikan insentif kepada investor. Hal itu menjadi catatan untuk mendorong pertumbuhan investasi ke depan, khususnya penanaman modal asing (PMA).
"Untuk stimulus PMA, posisi kami sih perlu ada insentif dan yang sudah ada perlu dibuat lebih agresif," kata Kepala BKPM Thomas Lembong dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Dia menilai, negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand jauh lebih agresif dalam mengundang investasi. Negara-negara tersebut dinilai kerap memberi insentif.
"Saya kira bukan rahasia bahwa negara tetangga super agresif dan itu kelihatan dari data-data investasi dan ekspor seperti Vietnam dan Thailand. Mereka gencar kasih insentif dan melakukan deregulasi," jelasnya.
Alhasil, negara-negara itu bisa menikmati buah dari investasi. Untuk itu, kata Thomas, Indonesia juga harus lebih agresif dalam menarik investor.
"Jadi hemat saya, insentif yang ditawarkan harus bisa lebih agresif daripada yang ada sekarang, karena memang dari angka-angka dan data yang sudah real number, bahwa insentif sekarang ini belum nendang dan berhasil ngangkat," tambahnya.