Jumlah utang pemerintah pusat ini dipengaruhi dengan strategi frontloading pemerintah yang sudah dilakukan pada tahun sebelumnya pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan dilanjutkan kembali.
Frontloading merupakan istilah yang digunakan untuk strategi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di awal tahun dengan jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian, penerbitan utang sampai dengan akhir tahun menjadi lebih sedikit.
"Strategi frontloading yang diterapkan Pemerintah untuk pengadaan SBN mempengaruhi besaran utang pemerintah hingga menyentuh Rp 4.566,26 triliun serta meningkatnya rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 30,33% untuk akhir Februari 2018," tulis Kemenkeu dalam laporan APBN KiTA Maret.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Besaran utang pemerintah sebesar 60% PDB merupakan adopsi dari Maastricht Treaty, perjanjian yang ditandatangani para anggota negara Eropa dalam rangka pembentukan Uni Eropa yang ditandatangani pada tanggal 7 Februari 1992. Perjanjian tersebut mengatur mengenai tingkat inflasi, pengelolaan keuangan pemerintah (defisit tahunan dan utang pemerintah), nilai tukar serta tingkat suku bunga jangka panjang," sebut Kemenkeu.
Sementara, jumlah utang pemerintah pusat pada akhir Februari 2019 terdiri atas SBN dengan komposisi 82,69% terhadap total utang sebesar Rp 3.775,79 triliun dan Pinjaman dengan komposisi 17,31% terhadap total utang yang sebesar Rp 790,47 triliun.
Sedangkan penerbitan SBN untuk tahun 2019 masih dimanfaatkan untuk pembiayaan proyek serta refinancing, sementara Pinjaman Luar Negeri diadakan pada tahun 2019 adalah untuk membiayai proyek serta untuk menutup defisit anggaran secara umum.
(das/ang)