-
Perusahaan pendanaan asal Jepang yang memiliki modal jumbo mulai menyasar sektor startup. Menariknya uang-uang dari negeri samurai itu juga mampir di startup yang beroperasi Indonesia.
Sebut saja Softbank yang suntik modal melalui Grab dan Mitsubishi ke Go-Jek. Kedua perusahaan itu tak ragu menanamkan modalnya hingga triliunan rupiah.
Pengamat menilai mereka tertarik masuk ke startup lantaran sektor otomotif yang mulai melempem. Meski investasi di startup bisa dibilang masih bakar uang namun mereka melihat potensi yang besar dalam sektor tersebut.
Setidaknya ada dua perusahaan startup level unicorn yang sudah disuntik uang samurai, yakni Grab dan Go-Jek. Uang yang disuntikan terbilang besar.
Go-Jek mendapatkan suntikan modal dari Mitsubishi Corp. Hingga kini belum jelas berapa dana yang dikantongi Go-Jek dari Misthubishi.
Namun suntikan modal dari Mitsubishi itu tergabung dalam pendanaan seri F yang dilakukan Go-Jek senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 14 triliun (kurs Rp 14 ribu). Pendanaan itu juga berasal dari Google, JD.com, dan Tencent Holdings Ltd.
Sebelumnya pada akhir Maret lalu, Astra Internasional juga dikabarkan telah menyuntikan US$ 100 juta. Ada juga nama-nama perusahaan investasi ternama yang nyangkut di Go-Jek seperti NSI Ventures, Northstar Group dan Sequoia Capital. Visa belum lama ini juga dikabarkan ikut menyuntikan modalnya ke Go-Jek.
Sementara Grab dikabarkan mendapatkan suntikan modal dari Softbank sebesar US$ 2 miliar atau setara Rp 28 triliun (kurs Rp 14 ribu). Suntikan modal itu dilakukan untuk bisnis Grab di Indonesia selama tiga tahun ke depan.
Hal tersebut juga sudah disampaikan CEO Softbank Masayoshi Son saat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) 29 Juli 2019. Masayoshi mengatakan, dengan begitu total investasi dari perusahaan kelas kakap itu sebesar US$ 4 miliar.
Grab sendiri telah mengumpulkan modal hampir US$ 3 miliar dari SoftBank dan Vision Fund-nya. SoftBank akan membantu Grab membangun kantor pusat kedua di ibu kota Indonesia Jakarta.
Grab mengatakan kedua perusahaan akan berinvestasi untuk menciptakan jaringan transportasi untuk Indonesia berdasarkan kendaraan listrik. Grab juga akan menggunakan uang itu untuk meluncurkan layanan e-healtcare untuk meningkatkan akses kepada dokter dan layanan medis.
Grab pada Maret lalu juga baru saja mengumumkan pendanaan seri H mereka telah mencapai USD 4,5 miliar. Angka itu termasuk dana sebesar USD 1,5 miliar dari SoftBank Vision Fund.
"Kami berharap dapat mengumpulkan total USD 6,5 miliar pada tahun ini," kata co-founder dan CEO Grab, Anthony Tan Rabu (10/4/2019).
Perusahaan pemilik modal besar mulai gencar menyuntikan modal ke perusahaan rintisan (startup) yang beroperasi di Indonesia. Sebut saja Mitsubishi ke Go-Jek dan Softbank ke Grab.
Padahal biasanya perusahaan Jepang seperti Mitsubishi berinvestasi di sektor otomotif. Memang Grab dan Go-Jek berkaitan dengan otomotif, tapi tetap saja industri startup bisa dibilang masih dalam masa 'bakar duit'.
Menurut Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad para perusahaan pemodal Jepang itu sadar bahwa di masa depan data merupakan yang paling penting. Data juga bisa menunjang bisnisnya.
"Sektor masa depan adalah data, data tersebut dapat menjadi ekosistem bisnis. Dari transportasi menjadi sistem pembayaran maupun jasa lain yang nilainya lebih besar dari pada bisnis berbasis fisik secara langsung," ujarnya kepada detikFinance, Rabu (31/7/2019).
Perusahaan startup memang tengah bakar duit. Tapi duit yang dibakar itu menghasilkan data-data yang dianggap sebagai harta karun.
Sebenarnya, lanjut Tauhid, pergeseran kejayaan sektor usaha sudah terlihat jelas. Saat ini perusahaan-perusahaan teknologi yang menjadi jawara di dunia usaha secara keseluruhan
"Wajar Forbes pada 2019 menempatkan perusahaan Google, Facebook, Amazon, Alibaba sebagai perusahaan terbesar di dunia, mengalahkan bisnisnya Apple, Samsung dan sebagainya dalam waktu cepat," tambahnya.
Menurut Tauhid perusahaan Jepang sadar bahwa kedepan bisnis-bisnis yang dijalani seperti otomotif akan tergeser dengan perusahaan berbasis teknologi informasi.
"Itu yang menjadi incaran banyak pemilik modal karena return bisnis ini sangat cepat meskipun harus membakar uang," tutupnya.
Perusahaan pemilik modal Jepang mulai membiidik perusahaan-perusahaan rintisan (startup). Disinyalir salah satu penyebabnya adalah mulai memlempemnya industri otomotif.
Di dalam negeri saja tercermin dari penjualan kendaraan. Penjualan mobil Juni 2019 mencapai 59.539 unit turun hampir 30% atau tepatnya 29,24 persen dibanding Mei 2019 yang mencapai 84.146 unit.
Selain itu dari sisi global, salah satu produsen mobil terbesar di Jepang, Nissan juga mulai menunjukan kesengsaraannya. Perusahaan bahkan sampai harus melakukan PHK terhadap belasan ribu pegawainya termasuk di Indonesia.
"Ini fenomena global. Perkembangan revolusi industri 4.0 dan digital ekonomi yang membuat otomotif juga melemah," kata Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad kepada detikFinance, Rabu (31/7/2019).
Menurutnya salah satu penyebab melesunya industri otomotuf adalah munculnya mobil listrik. Hampir selurug dunia termasuk Indonesia mulai mengusahakan mengembangkan mobil listrik.
Selain itu, ternyata perkembangan startup juga menjadi penyebabnya. Munculnya perusahaan aplikask berbasis transportasi membuat masyarakat mengerem diri untuk membeli mobil.
"Sisi lain jelas adalah persaingan global antar perusahaan serta munculnya Grab Car dan Gocar juga mengurangi minat orang memiliki mobil," tambahnya.