Hotman meminta agar perkara yang melibatkan kliennya tidak masuk dalam perkara KPPU. Kemudian, tidak melanjutkan ke tahap pemeriksaan.
"Kami memohon majelis yaitu halaman 8 memutuskan uraian laporan perkara nomor 13 secara absolut bukan perkara KPPU atau setidak-tidaknya mohon mejelis memutus tidak layak untuk dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan," katanya.
Hotman pun memaparkan sejumlah alasan yang ia bacakan dalam eksepsinya. Di antaranya, temuan tim investigator hanya menguraikan masalah yang sifatnya privat, ruang lingkup sempit dan bersifat perdata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Hotman, tim investigator dalam laporannya tidak menguraikan kepentingan umum yang dilanggar, praktik monopoli, dan masalah persaingan.
"Tim investigator sama sekali dalam laporannya tidak menguraikan adanya kepentingan umum yang dilanggar, tidak menguraikan praktik monopoli, tidak menguraikan persaingan, ini yang paling penting. Persidangan antara siapa dengan siapa? Go-Jek sama Bluebird tidak pernah protes," jelasnya.
Bukan hanya itu, tim investigator tidak menyampaikan dampaknya terhadap para pesaing, dampak ekonomi, dan tidak menunjukkan adanya penguasaan pasar.
"Aplikasi Go-Jek dan Bluebird atau aplikasi lainnya sama sekali tidak disinggung dalam laporan tim investigasi, entah siapa yang dirugikan," sambungnya.
Tak berhenti di situ, Hotman juga menyoroti saksi yang dipakai oleh tim investigator. Sebab, saksi-saksi itu kini bermasalah dengan hukum.
"Bahwa laporan KPPU yang diajukan oleh sopir yang dikasih mobil, disewakan mobil terlapor dua (TPI), dimodali tapi mobilnya tidak dikembalikan, dan 5 orang tersebut telah diadukan ke polisi dan sekarang proses penyidikan Polda setempat," jelasnya.
"Anehnya justru inilah saksi-saksi yang dipakai oleh tim investigator, satu-satunya perusahaan taksi yang memberikan mobil hanya Rp 2,5 juta uang dimuka, uang sewa, uang jaminan, tapi mobilnya tidak dikembalikan," tutupnya. (dna/dna)