Jakarta -
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi melantik rivalnya di pemilihan umum (pemilu) 2019, yakni Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) untuk Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan dipimpin Prabowo mendapatkan anggaran Rp 127,4 triliun di 2020. Prabowo akan mendapatkan anggaran kementerian paling besar tahun depan mengalahkan Kementerian PUPR dan Polri yang masing-masing Rp 120,2 triliun dan Rp 90,3 triliun.
Lalu, bagaimana pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kemhan yang bakal kelola anggaran terbesar?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak berita lengkapnya di sini.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna menyatakan akan menyoroti secara khusus anggaran di beberapa kementerian/lembaga (K/L) negara yang dianggap memiliki risiko tinggi karena mengelola anggaran besar. Salah satunya adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian PUPR, hingga Polri.
"Tentu saja risiko terbesar itu di entitas-entitas yang menggunakan dana besar, yaitu Kementerian Pertahanan, Kemenkeu, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan, Kementerian ESDM, Polri adalah K/L yang kami menganggap memiliki risiko tinggi karena penggunaan anggaran yang besar," kata Agung usai pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua BPK RI, di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Menurut Agung, terhadap kementerian dan lembaga tersebut, pihaknya akan melakukan pemeriksaan laporan keuangan secara bertahap.
Dalam kesempatan yang sama, anggota BPK RI Achsanul Qosasi mengatakan, kementerian yang belum mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di laporan keuangan tahun anggaran 2018, seperti Kemenpora juga akan disoroti oleh BPK.
Untuk Kementerian Pertahanan sendiri yang kini dipimpin oleh Menhan Prabowo Subianto, Achsanul menilainya wajar mendapatkan jatah anggaran terbesar. Pasalnya, untuk menjaga pertahanan negara memang butuh anggaran besar.
"Menhan itu kan untuk pertahanan negara. Jadi kita juga harus kuat dalam hal itu. Jadi menurut saya, mereka wajar terbesar," pungkas Achsanul.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>Presiden Jokowi telah resmi melantik Menteri pengisi Kabinet Indonesia Maju.. Dalam tersebut, komposisi menterinya 53% dari kalangan profesional, dan 47% dari kalangan partai politik (parpol).
Nantinya, menteri-menteri tersebut harus menjalani tugas-tugasnya sesuai dengan bidang masing-masing, dan mengelola anggaran pemerintah yang telah ditetapkan.
Untuk itu, Anggota BPK RI Achsanul Qosasi menyampaikan beberapa pesan-pesan untuk menteri-menteri tersebut baik yang dari kalangan parpol, maupun dari kalangan profesional dalam hal pengelolaan APBN.
"Kalau menteri-menteri dari parpol ini ya tentunya penggunaan alokasi anggaran itu harus hati-hati. Jangan sampai ada kepentingan-kepentingan politik di sana. Karena ini adalah kepentingan anggaran untuk negara, bukan negara untuk parpol," tegas Achsanul usai menghadiri pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua BPK RI periode 2019-2024, di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Sedangkan, untuk menteri dari kalangan profesional, Achsanul berpesan agar mempelajari birokrasi pemerintah dengan baik. Sehingga, dalam pengelola APBN pun dapat berjalan secara efisien.
"Menteri-menteri baru itu sekarang lebih banyak dari kalangan profesional. Nah mereka kadang-kadang terhambat di tataran birokrasi. Ini kan permasalahannya. Jadi saya berharap tentunya para menteri yang masih dalam tataran birokrasi ini, yang tentunya mereka kaget dengan birokrasi kita, itu harus dinikmati dan dipelajari," kata Achsanul.
Ia mengatakan, para menteri yang dari kalangan profesional itu perlu memangkas aturan-aturan yang tidak bermanfaat.
"Pangkaslah SOP (Standar operasional prosedur) yang tidak bermanfaat. Kemudian ya harus turun ke bawah untuk memantau. Karena memang birokrasi kita ini di dalam rezim tatanan negara penuh dengan aturan. Dan yang dipakai adalah uang rakyat, penuh dengan aturan," jelas dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman