Jakarta -
Drama hubungan dua maskapai Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air belum usai. Hari ini hubungan keduanya putus, tapi tak lama nyambung kembali.
Awalnya, hubungan dua maskapai ini dikabarkan retak. Hal tersebut terungkap lewat pesan Direktur Pemeliharaan & Layanan Garuda Indonesia, Iwan Joeniarto yang tersebar ke awak media.
Pesan itu mengacu hubungan kerja sama manajemen antara Sriwijaya Air dan PT Citilink Indonesia yakni anak usaha Garuda Indonesia. Dijelaskan, karena keadaan dan beberapa hal yang belum diselesaikan oleh kedua pihak maka Sriwijaya Air melanjutkan bisnis sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan demikian, Sriwijaya tidak akan lagi menjadi anggota Garuda Indonesia Group," bunyi pesan itu seperti dikutip detikcom, Kamis (7/11/2019).
Kisah 'perceraian' Garuda dan Sriwijaya semacam ini bukan pertama kali terjadi. Beberapa waktu lalu dua maskapai ini kisruh karena GMF AeroAsia yang merupakan anak usaha Garuda memutuskan pelayanan. Alasannya, Sriwijaya menunggak pembayaran sampai Rp 800 miliar. Retaknya hubungan maskapai juga ditandai dengan 'bersih-bersih' orang Garuda di Sriwijaya.
Meski begitu dua maskapai kembali rujuk yang ditandai dengan kerja sama manajemen (KSM) di awal Oktober 2019.
Bagaimana dengan perceraian kali ini? Simak berita selengkapnya dirangkum detikcom berikut ini:
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan menjelaskan, pesan atau surat yang beredar ke awak media sebenarnya ditujukan ke perusahaan pembiayaan (lessor) atau pemilik yang menyewakan pesawat. Mereka mempertanyakan hubungan Garuda dengan Sriwijaya.
"Sebenarnya itu memang informasi kepada lessor. Jadi lessor nanya ke kita, bagaimana kerja sama kita dengan Sriwijaya. Penjelasan itu kita sampaikan bahwa ya kaitan hubungan sama lessor itu menjadi tanggung jawab sendiri oleh Sriwijaya," katanya kepada detikcom, Kamis (7/11/2019).
Lalu, Ikhsan mengungkapkan, kerja sama Garuda dengan Sriwijaya sebenarnya untuk mengamankan piutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tak lain perpanjangan tangan negara. Tanpa menyebut besarannya, Ikhsan mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan negosiasi supaya Sriwijaya membayar utangnya.
"Ya poinnya gini kita masuk kerja sama Sriwijaya mengamankan piutang negara lah ya, berhutang ke negara. Pertamina, BNI, Gapura, GMF kita mengamankan itu. Sekarang kita sedang negosiasi, harapan kita mereka itikad menyelesaikan itu, utang-utang itu institusi negara itu," jelasnya.
Pihak Sriwijaya Air menyatakan kerja sama yang dibangun dengan Garuda selama justru menambah beban perusahaan. Kuasa sekaligus salah satu pemegang saham Sriwijaya, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kisruh terjadi karena perjanjian selama ini tidak jelas. Kemudian, pihak Garuda terlalu melakukan intervensi pada manajemen Sriwijaya.
"Memang terdapat banyak kendala dan kekisruhan kerjasama ini yang menurut hemat saya, sebenarnya berawal dari ketidakjelasan perjanjian awal yang dibuat lebih setahun lalu. Sehingga terjadi salah-menyalahkan. Jadi pihak Sriwijaya merasa bahwa dominasi Garuda terlalu jauh intervensinya kepada Sriwijaya," katanya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Dia bilang, kerja sama yang mulanya dibangun untuk meningkatkan kinerja Sriwijaya justru membuatnya tambah ambruk. Lantaran, manajemen Sriwijaya dibuat tidak efisien. Sebagai contoh, karyawan Sriwijaya biasanya ditempatkan di asrama malah dipindah ke hotel.
"Selama ini Sriwijaya punya asrama-asrama untuk menampung crew pesawat dipindahkan ke hotel. Jadi cost memang akhirnya menjadi lebih mahal daripada selama ini di-manage Sriwijaya sendiri," katanya.
"Dan menurut persepsi Sriwijaya mengatakan bahwa utang bukan bertambah, malah utang malah membengkak selama di-manage oleh Garuda," tambahnya.
Terlebih, kerja sama yang dibangun setahun lalu itu kemudian direvisi. Revisi perjanjian kerja sama ini semakin memperburuk kinerja Sriwijaya.
"Apalagi berapa bulan lalu perjanjian KSO diubah perjanjian KSM, dan dengan KSM itu Garuda secara sepihak menetapkan manajemen fee 5% dan profit sharing 65% bagi Garuda dan itu dihitung dari pendapatan kotor perusahaan. Akibatnya perusahaan bisa kolaps kalau begitu. Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau malah menghancurkan Sriwijaya," paparnya.
Yusril Ihza Mahendra kemudian buka suara mengenai utang Sriwijaya Air ke Garuda Indonesia. Terlebih, Garuda menawarkan konversi utang menjadi saham.
"Jadi di berbagai media selalu dikatakan bahwa utang kepada Garuda akan diubah menjadi saham. Sebenarnya praktis tidak ada utang Sriwijaya kepada Garuda. Utang itu ada pada Pertamina, pada bank BUMN dan GMF," katanya.
Yusril pun mempertanyakan apakah utang itu terkait dengan kerja sama yang dibangun antara Garuda dan Sriwijaya. Dalam kerja sama manajemen Garuda dan Sriwijaya, Yusril mengatakan, Garuda mematok management fee 5% dan pembagian keuntungan (sharing profit) 65%.
"Apakah utang kepada Sriwijaya itu adalah utang manajemen fee tadi, yang 5% dan kentungan yang 65% itu tidak bisa dibayar dengan kondisi perusahaan seperti sekarang. Tetapi kalau utang ditetapkan manajemen fee dan profit sharing seperti itu, dianggap sebagai utang sebenarnya utang yang diciptakan oleh manajemen Garuda sendiri. Itu agak susah untuk bisa kami terima," jelasnya.
Lanjut Yusril, kerja sama dibangun supaya Sriwijaya mampu melunasi utang-utangnya. Namun, kerja sama ini dianggap merugikan Sriwijaya karena bebannya bertambah.
Soal besaran utang Sriwijaya ke Garuda Grup, Yusril meminta agar ditanyakan ke manajemen.
"Saya tidak tahu persis angkanya itu berapa, tidak tahu saya. Itu mesti tanya ke manajemen," tutupnya.
Kerja sama Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air diperpanjang 3 bulan ke depan. Keputusan ini terjadi setelah Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara dan salah satu pemegang saham Sriwijaya Yusril Ihza Mahendra bertemu di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, selain diperpanjang, kerja sama ini akan diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Garuda tadi kita sudah sepakat, (kerja sama) ditandatangani selama 3 bulan ke depan, kemudian dilakukan audit terhadap kerja sama ini oleh BPKP. Itu sudah mulai berjalan. Kita harapkan audit itu akan keluar hasilnya mungkin dalam seminggu atau 10 hari ke depan," kata Luhut.
Keterlibatan BPKP ini lantaran Sriwijaya memiliki sejumlah utang.
"Iya, karena ada yang punya utang sana, utang sini, teknis lah. Ya biar mengaudit, karena kita bekerja jangan meraba-raba. Kita kerja dasarnya hasil audit," ujarnya.
Sementara, Yusril mengatakan, setelah diperpanjang kerja sama antara Garuda dan Sriwijaya akan direvisi. Namun, pihaknya juga meminta pertimbangan pemegang saham mayoritas apakah kerja sama ini akan lanjut atau tidak.
"Kemudian dalam waktu tidak terlalu lama segera revisi atas perjanjian Sriwijaya dan pihak Garuda akan kami lakukan segera. Tentu saya akan bertanya pemegang saham mayoritas Sriwijaya apakah akan menerima proposal ini, meneruskan kerja sama ini atau malah menghentikannya sama sekali itu nanti diputuskan segera 1-2 hari ini," ungkapnya.
Dia juga memberi catatan, saat kerja sama direvisi pihak Sriwijaya meminta adanya perubahan direksi. Hal itu dilakukan supaya tidak ada konflik kepentingan.
"Yang tadi disepakati adalah bahwa perjanjian sementara diperpanjang disepakati 3 bulan, tapi segera diadakan revisi kalau revisi selesai kemudian penggantian direksi supaya tidak terjadi conflict of interest kan agak susah orang Garuda me-manage Sriwijaya," katanya.
"Sementara ini kan ada konflik kepentingan, dua-duanya ingin untung ingin sama-sama maju tapi ada proposal juga yang harus dipertimbangkan. Kalau memang itu kerja sama operasi atau manajemen itu harus diatur legalnya sangat rigid sehingga tidak terjadi konflik kepentingan antara manajemen yang berasal dari Garuda tetapi masuk ke Sriwijaya. Tapi kemudian misalnya line-line gemuk Sriwijaya ditutup diganti Citilink kan jadi masalah juga," ungkapnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman