Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengakui cuaca ekstrem yang sempat terjadi di beberapa wilayah di Indonesia mempengaruhi kualitas pertanian yang ada. Dia menyebut, pertanian dan kondisi cuaca adalah dua hal yang tidak terpisahkan.
"Pertanian itu selalu sangat bersentuhan dengan cuaca. Agroklimaks itu menentukan berhasil atau tidaknya pertanian. Oleh karena itu cuaca buruk pasti berpengaruh," kata Syahrul di kantor Wapres, Jalan Veteran III, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020)
Namun menurut Syahrul, pengaruh cuaca ekstrem tersebut tidaklah signifikan. Dia menyebut telah menangani berbagai daerah yang terpengaruh cuaca ekstrem tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syahrul beberapa wilayah juga sempat mengalami banjir dan telah dilakukan penanganan yang diperlukan. "Katakanlah ada daerah-daerah yang banjir, kurang lebih 68 ribu (hektar), tetapi yang katakanlah terganggu pertaniannya kurang dari 10 ribu (hektar). Kalau kita 10 ribu (hektar) yang kita intervensi," ungkap Syahrul.
Dia menjelaskan mengenai gambaran penanganan yang telah dilakukan. Dia menyebut, mengganti bibit menjadi intervensi yang telah dilakukan pemerintah.
"Jadi ada gangguan 68 ribu hektar tergenang banjir tetapi yang puso itu kemungkinannya adalah kurang dari 10 ribu (hektar). 10 ribu (hektar) intervensinya adalah mengganti bibit segera sehingga dia bisa bertanam lagi," katanya.
Bantuan melalui asuransi pun, menurutnya, dapat dilakukan. "Kalau dia menjadi sesuatu gangguan, kita turunkan pendekatan-pendekatan asuransi yang memang mereka miliki sehingga tentu saja kita berharap tidak ada hal yang merugikan rakyat di situ," tutur Syahrul.
Dia menyebut, melalui pengaplikasian Agriculture War Room (AWR), pengaruh cuaca dan banjir ini telah dapat diketahui pemerintah. Menurutnya, penggunaan teknologi pertanian memiliki pengaruh yang penting dalam hal ini.
"Kalau cuma di bawah 10 ribu (hektar) intervensi daerah tertentu untuk bisa mengoptimalkan atau meningkatkan produktivitasnya kita bisa gantikan dan itulah gunanya agri war room kita atau pendekatan IT kita untuk melihat spot-spot yang ada. Kita sudah bisa perkirakan kok sekarang ini dengan IT yang ada dan itu kami miliki sekarang," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan intensitas tinggi akan terjadi tanggal 5-10 Januari 2020. Cuaca ekstrem itu diakibatkan dari masuknya aliran basah di sepanjang garis equator dari arah Samudera Hindia.
"Jadi begini, dari data terakhir dari analisis kami, diperkirakan atau diprediksi tanggal 5-10 Januari ini akan masuk aliran udara basah, dari arah Samudra Hindia di sebelah barat Pulau Sumatera, di sepanjang ekuator. Jadi jalur masuknya itu di sepanjang ekuator, sehingga dampaknya meningkatkan intensitas curah hujan di musim hujan ini dapat menjadi ekstrem lagi," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, di Graha BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Kamis (2/1/2020).
Simak Video "Video: Nahas! Dua Petani Hilang Tertimbun Longsor di Tasikmalaya"
[Gambas:Video 20detik]