Kerja Sama dengan Singapura, Pemerintah Tambal Penerimaan Pajak

Kerja Sama dengan Singapura, Pemerintah Tambal Penerimaan Pajak

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 04 Feb 2020 19:49 WIB
Sri Mulyani ke Istana (Andhika/detikcom)
Foto: Sri Mulyani ke Istana (Andhika/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura hari ini menyepakati Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang akan dilakukan peninjauan kembali. Upaya ini dilakukan untuk menambal kebocoran penerimaan pajak yang terjadi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan selama ini P3B yang berlaku sudah ditandatangani sejak 1990. Perjanjian itu kemudian berlaku sejak 1992.

"Sejak tahun 2015 Bapak Presiden Jokowi meminta dan dengan Perdana Menteri Singapura meminta untuk dilakukan peninjauan terhadap P3B yang sudah sangat lama yang tidak lagi mengcapture kondisi yang sekarang ini terjadi," ujarnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan perjanjian ini, pemerintah Indonesia berkomiten untuk tak lagi memanjakan investor Singapura. Sebab kedua negara kini merevisi aturan tax treaty.

Bagi Indonesia selama ini tax treaty membebaskan investor Singapura dibebaskan dari pajak bunga obligasi (withholding tax) untuk membeli obligasi pemerintah Indonesia. Lalu yang menjadi masalah adalah kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh investor Indonesia.

ADVERTISEMENT

Investor Indonesia ditenggarai lebih memilih membeli obligasi Pemerintah RI melalui Singapura. Sebab jika mereka membeli di Indonesia akan dikenakan pajak bunga obligasi sebesar 15%.

"Jadi P3B ini kita harapkan akan memberikan keuntungan kepada Indonesia dalam bentuk investasi yang makin besar dari Singapura ke Indonesia dan menutup loop hole dari penghindaran pajak yang selama ini terjadi," kata Sri Mulyani.

Selain kerja sama dalam hal penghindaran pajak berganda (double taxation avoidance), kedua negara juga sepakat untuk menurunkan tarif pajak royalti perusahaan menjadi dua lapis, yakni 10% dan 8%. Selain itu pajak untuk laba juga diturunkan dari 15% menjadi 10%.

Melalui perjanjian ini, Indonesia kini dianggap setara dengan Singapura. Sebab Indonesia mendapatkan penghapusan klausul Most Favoured Nation (MFN) yang merupakan konsep perdagangan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Tapi yang kita dapatkan production sharing kontrak tadi, penghilangan MFN yang itu klausul sangat penting. Karena Indonesia masih sering bernegosiasi investasi di bidang perdagangan. Ini akan membuat Indonesia lebih fleksibel. Yang paling penting juga perjanjian untuk penguatan anti avoidance yang dilakukan," kata Sri Mulyani.

Dia menambahkan, tindak lanjut dari perjanjian ini adalah dilakukan ratifikasi atas perjanjian tersebut. Sehingga perlu waktu untuk diberlakukan untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP).

"Kalau sesusah P3B di-sign tadi, berarti Indonesia harus menurunkan dalam bentuk peraturan kita. Biasanya dalam betuk PP. PP-nya pasti sudah disiapkan, karena ini cukup lama. Namun apakah PP harus dikonsultasikan dengan DPR atau enggak kita lihat. Karena ratifikasi kan ada yang melalui DPR ada yang enggak. Nanti kita lihat," tutupnya.


Hide Ads