Pertumbuhan ekonomi Aceh pada 2019 yaitu 4,15%. Angka ini lebih rendah dibandingkan 2018 lalu yang mencapai 4,61%.
Berdasarkan data dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, pertumbuhan ekonomi Tanah Rencong dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha pengadaan air sebesar 27,25%. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada di komponen impor luar negeri sebesar 53,22%.
"Ekonomi Aceh tahun 2019 tumbuh 4,15%, melambat dibanding tahun 2018 yang tumbuh sebesar 4,61%" kata Kepala BPS Aceh Ihsanurijal dalam dirilis di kantornya, Rabu (5/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, ekonomi Aceh dengan migas mengalami pertumbuhan sebesar 4,15%. Jika mengeluarkan migas, pertumbuhan ekonomi Serambi Mekah tumbuh sebesar 4,20%.
Ihsanurijal menjelaskan, pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha, kecuali industri pengolahan yang turun sebesar 1,07%. Lapangan usaha pengadaan air menjadi lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 27,25%, diikuti jasa keuangan sebesar 12,58%, jasa pendidikan sebesar 8,65% dan jasa lainnya sebesar 8,07%.
Jika dilihat berdasarkan sumber pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2019, tertinggi berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 0,99%. Sebaliknya, lapangan usaha industri pengolaha mengalami penurunan sebesar 0,05%
"Pertumbuhan ekonomi Aceh berada pada peringkat ke-28 dari 34 propinsi dan peringkat ke-8 di Pulau Sumatera," sebutnya.
Ihsanurijal mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV-2019 dibanding triwulan IV-2018 tumbuh sebesar 5,21%. Dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha pengadaan air sebesar 37,96%.
Sementara dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada di komponen Impor luar negeri sebesar 20,32%. Sedangkan ekonomi Aceh Triwulan IV-2019 dibanding triwulan III-2019 tumbuh sebesar 2,22%.
"Dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha konstruksi sebesar 23,13%. Kalau dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 31,49 persen," jelas Ihsanurijal.
(agse/fdl)