Dalam kesempatan yang sama, Sekjen SPKS Mansuetus Darto mengungkapkan, sulitnya akses pangan bagi petani dan buruh sawit karena tak ada lagi lahan yang tersisa untuk ditanami pangan. Semuanya sudah dikonversi ke perkebunan sawit.
"Temuan-temuan kita di lapangan petani sawit itu sudah tidak punya pangan. Dulunya mereka punya sawah atau ladang, kemudian dikonversikan menjadi kebun sawit," jelas Darto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, di era pemerintahan Presiden ke-2 RI yaitu Soeharto, para petani dan buruh sawit akan disediakan lahan untuk menanam tanaman pangan sehingga akses terhadap kebutuhan pokok tersebut tersedia.
"Di program Soeharto tahun 1980-an, ada kemudian memberikan kebun plasma 2 hekatare (Ha), dan juga lahan pangan itu 0,75 Ha. Tetapi saat ini kalau kita berkunjung ke desa-desa transmigran sawit, itu semua beralih ke sawit. Tentunya bahwa situasi COVID-19 sekarang, itu bagi petani-petani sawit, termasuk petani transmigran sawit itu terancam kelaparan kalau misalnya pangan mereka tidak tersedia," pungkas Darto.
(fdl/fdl)