Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo pun merespons hal tersebut. Pihaknya tak mau berpolemik dengan BPK.
"Sebenarnya Kemenkeu pun tidak merasa perlu berpolemik dengan BPK karena memang soal DBH ini tidak ada kaitan secara kelembagaan dengan institusi BPK. Tidak perlu persetujuan BPK terhadap pembayaran DBH ke Daerah," kata dia kepada detikcom, Senin (11/5/2020).
Dia menjelaskan, yang ingin disampaikan oleh Sri Mulyani yaitu untuk pembayaran DBH kurang bayar dalam praktiknya didasarkan pada LKPP audited (telah selesai diaudit BPK), sehingga angkanya menjadi pasti.
Hal di atas diharapkan bisa menciptakan tata kelola (governance) yang lebih baik, tidak perlu penyesuaian lagi apabila ada perbedaan atau perubahan angka.
"Jadi perlu kami tegaskan, ini tidak ada kaitan kelembagaan apalagi membebankan pembayaran pada kinerja BPK," ujarnya.
Terkait surat yang dikirimkan Ketua BPK kepada Sri Mulyani untuk dapat melakukan pembayaran DBH kurang bayar, menurutnya akan sangat dipertimbangkan oleh Kemenkeu.
Kebijakan yang diambil Sri Mulyani, lanjut dia didasari atas pertimbangan untuk mendorong pemda melakukan refocusing atau realokasi anggaran dan mengalokasikan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk menangani COVID-19.
"Pusat akan bekerja sama, berkoordinasi dan mendukung upaya pemda untuk bersama-sama menangani pandemi dengan baik," tambahnya.
(toy/ang)