Persoalan tingginya harga gula belum juga rampung hingga Lebaran usai. Pemerintah juga telah diingatkan segera memasok gula demi mengantisipasi lonjakan harga.
"Pertama memang satu permasalahannya di data. Data sebetulnya sudah warning bahwa stok awal kita sudah kurang. Datanya pemerintah kan malah di bawah perkiraan AGI," kata Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia Yadi Yusriadi kepada detikcom, Selasa (26/5/2020).
οΏΌ
Menurutnya kebijakan pemerintah memenuhi kebutuhan gula terlambat, baik dari impor maupun pengalihan gula rafinasi dengan konsumsi. Selain itu operasi pasar yang dilakukan saat ini tak efektif lantaran jumlah yang dipasok terbatas.
"Jadi kita lihat memang ada satu keterlambatan ambil tindakan. Jadi tindakan-tindakan selalu terlambat," tutur Yadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebutuhan gula kita kan 250.000-260.000 ton per bulan, cukup besar. Operasi pasar paling berapa ribu ton, sedikit banget. Ada yang 1.600 ton. Bulog pun dari GMM baru sekitar 30.000-an kan. Yang penting penyalurannya di lapangan, selama tidak dipantau dengan benar, itu menurut saya harga lambat turunnya," sambungnya.
Ia mengungkapkan, salah satu penyebab harga gula tinggi adalah rantai distribusi yang panjang dan ada pihak-pihak yang memainkan harga. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah mengawasi distribusi gula secara cermat hingga sampai di tangan konsumen, serta memutus rantai distribusi yang sangat panjang.
"Gula ini segera masuk ke pasar, langsung dari produsen. Jadi dipotong, nggak kebanyakan jalur. Nah ini jangan D-1, D-2, D-3, sampai D-5, tapi langsung dipotong. Perpendeklah distribusi dan diawasi semua pihak, utamanya Satgas Pangan. Distribusi dipantau dan harga dijaga, sehingga bisa ketemu di konsumen itu Rp 12.500/kg," kata Yadi.
Simak Video "Video: Ditemani Istri, Tom Lembong Siap Hadapi Tuntutan Kasus Impor Gula"
[Gambas:Video 20detik]