Komite Antidumping Angkat Bicara Penyebab AS-India 'Serang' Ekspor RI

Komite Antidumping Angkat Bicara Penyebab AS-India 'Serang' Ekspor RI

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 17 Jun 2020 13:38 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2/2020). Selama Januari 2020, ekspor nonmigas ke China mengalami penurunan USD 211,9 juta atau turun 9,15 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Sementara secara tahunan masih menunjukkan pertumbuhan 21,77 persen (yoy).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Dalam periode Januari-Mei 2020, Indonesia menerima 10 tuduhan anti dumping dan 6 peringatan pengenaan safeguard dari 9 negara seperti Amerika Serikat (AS), India, Uni Eropa (UE), Filipina, Australia, Turki, dan sebagainya. Tuduhan tersebut diperuntukkan atas ekspor monosodium glutamat (MSG/mecin), baja, alumunium, produk kayu, benang tekstil, bahan kimia, matras kasur, dan produk otomotif.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, salah satu penyebab negara-negara tersebut 'menyerang' Indonesia ialah stimulus ekspor yang diberikan pemerintah selama pandemi virus Corona (COVID-19). Namun, Shinta berpendapat stimulus ekspor juga diberlakukan oleh pemerintah di negara-negara lain yang tujuannya hanya sementara selama pandemi Corona.

Merespons pendapat itu, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia Bachrul Chairi mengatakan, stimulus ekspor yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha selama pandemi Corona ini diberikan kepada seluruh industri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kan apa yang diberikan keseluruhan industri di Indonesia, semuanya, pajaknya ditangguhkan, seluruhnya. Bukan cuma industri garmen, dan lain-lain, seluruhnya," jelas Bachrul kepada detikcom, Rabu (17/6/2020).

Oleh sebab itu, menurut Bachrul stimulus ini tak bisa dijadikan latar belakang bagi negara penuduh untuk mengirimkan tuduhan anti dumping maupun tuduhan lainnya seperti pemberian subsidi.

ADVERTISEMENT

"Maka hal itu tidak dianggap sebagai bagian yang bisa dituduhkan untuk anti subsidi. Kalau pun anti dumping ya harus dibuktikan dulu hitungannya," tegasnya.

Bachrul menilai, tuduhan-tuduhan tersebut di tengah pandemi Corona ini sebagai bentuk hambatan yang sengaja diberikan negara penuduh terhadap produk ekspor Indonesia.

"Di situasi pandemi ini maka alat trade remedies ini dijadikan sebagai hambatan-hambatan baru. Jadi mereka (negara penuduh) kreatiff menggunakan alat ini untuk menghambat. Nah ini yang harus kita tengarai," urainya.

Ia mencontohkan, Turki dan Uni Eropa (UE) kerap kali memberikan tuduhan yang tergolong dalam trade remedies itu dengan ketentuan yang sebetulnya dilarang oleh World Trade Organization (WTO).

"Sudah dirasakan sekali dengan Turki, dengan EU (European Union), itu kita merasakan mereka melakukan tindakan-tindakan yang boleh kita bilang dirasakan sangat protektif menggunakan trade remedies yang seharusnya nggak boleh. Bahkan mereka mengganti ketentuan-ketentuannya yang mempersulit kita untuk ke luar dari jeratan. Ini tendensinya dalam pandemi ini," papar Bachrul.

Begitu juga dengan AS. Bachrul mengungkapkan, AS masih saja mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk baja Indonesia. Sementara, sudah 15 tahun Indonesia tak lagi mengekspor baja ke Negeri Paman Sam tersebut.

"Contohnya kita sudah dikenakan ke Amerika ini untuk baja, sudah 30 tahun. Kita sudah nggak ekspor lagi sebenarnya, tapi Amerika masih saja mengenakan terus. Akibatnya kita sudah 15 tahun nggak ekspor sama sekali ke Amerika," jelas dia.


Hide Ads