Bahayanya Gelombang Kedua Corona Bagi Ekonomi RI

Bahayanya Gelombang Kedua Corona Bagi Ekonomi RI

Soraya Novika - detikFinance
Rabu, 24 Jun 2020 09:45 WIB
Rencana penerapan new normal membawa harapan baru bagi perekonomian Indonesia. Penerapan new normal dipandang sebagai upaya adaptasi di tengah pandemi COVID-19.
Foto: Pradita Utama

Bhima mewanti-wanti agar pemerintah bisa segera memitigasi investasi. Investasi disebut sebagai motor pertumbuhan yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja.

"Kinerja investasi bakal terpengaruh dengan second wave. Risiko untuk masuk ke negara berkembang meningkat, yang terjadi justru capital outflow karena investasi langsung akan beralih ke instrumen investasi yang aman. Banyak yang akan berbondong-bondong beli dolar atau yen dan emas," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal serupa disampaikan oleh Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Kekhawatiran akan gelombang kedua COVID-19, katanya, paling mempengaruhi pasar keuangan. Artinya ini akan menjadi persepsi negatif bagi investor khususnya investor portofolio yang ingin masuk ke Indonesia.

"Mereka akan ragu apakah Indonesia cukup prospektif kinerja ekonominya di tahun ini, karena seperti yang kita tahu jika gelombang kedua terjadi tentu ini akan semakin memperlambat proses pemulihan ekonomi Indonesia. Bahkan lebih buruk dari itu, gelombang kedua juga akan berpotensi mengkoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dalam dari apa yang diprediksikan," kata Yusuf.

ADVERTISEMENT

Hal ini nantinya akan berpengaruh secara tidak langsung kepada usaha pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan dari luar dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pespektif investor terhadap prospek ekonomi yang suram akan mengurunkan niat untuk membeli SBN yang diterbitkan pemerintah.

"Padahal seperti yang kita tahu SBN ini adalah salah satu sumber pembiayaan fiskal pemerintah saat ini. Hal ini tentu akan menambah tantangan pembiayaan fiskal sampai dengan akhir tahun nanti," tambahnya.

Kekhawatiran gelombang kedua pada konsumsi juga akan memengaruhi kondisi psikologis konsumen.

"Mereka tidak akan serta merta untuk kemudian melakukan aktifitas ekonomi khususnya aktifitas ekonomi di luar rumah. Alhasil tujuan dibukanya mal sebagai stimulus untuk melakukan kegiatan konsumsi bukan tidak mungkin, tidak akan tercapai," tuturnya.

Menurutnya kondisi ini bisa lebih buruk apabila bantuan sosial tidak tersalurkan secara tepat. "Padahal bansos ini merupakan instrumen yang digunakan untuk menyangga agar daya beli tidak terperosok lebih dalam," pungkasnya.



Simak Video "Video: BI Sebut Daya Tahan Ekonomi RI Lebih Tinggi Dibanding AS-China"
[Gambas:Video 20detik]

(fdl/fdl)

Hide Ads