Tekor APBN Rp 1.039 T, Bos BKF: Ini Pil Pahit yang Harus Kita Telan

Tekor APBN Rp 1.039 T, Bos BKF: Ini Pil Pahit yang Harus Kita Telan

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 30 Jun 2020 12:40 WIB
BUMN percetakan uang, Perum Peruri dibanjiri pesanan cetak uang dari Bank Indonesia (BI). Pihak Peruri mengaku sangat kewalahan untuk memenuhi pesanan uang dari BI yang mencapai miliaran lembar. Seorang petugas tampak merapihkan tumpukan uang di cash center Bank Negara Indonesia Pusat, kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (21/10/2013). (FOTO: Rachman Haryanto/detikFoto)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan peningkatan angka defisit APBN di tahun 2020 merupakan pil pahit yang harus ditelan pemerintah demi menyelamatkan ekonomi nasional dari COVID-19.

Hal itu diungkapkannya saat rapat kerja (raker) bersama Banggar DPR tentang asumsi dasar makro ekonomi dan kebijakan fiskal tahun anggaran 2021.

"Biasanya kita defisit sekitar Rp 300 triliun, dengan Perpres 72 defisitnya menjadi Rp 1.039,2 triliun, lalu itu akan mencakup pembiayaan utang Rp 1.220 triliun, ini tidak terhindari," kata Febrio di ruang rapar Banggar DPR, Jakarta, Selasa (30/6/2020).

"Ini adalah pil pahit yang harus kita telan dan ambil demi menyelamatkan masyarakat yang memang kesusahan di 2020. Akan tetapi, risiko yang akan ktia hadapi ini harus kita mitigasi," tambahnya.


Febrio mengatakan, kebijakan defisit juga akan berlanjut di APBN 2021. Pada tahun depan, pemerintah mengusulkan angkanya dikisaran 3,21% sampai 4,17% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Defisit itu berasal dari penerimaan negara yang ditarget 9,90-11% terhadap PDB, sedangkan belanja negara ditarget sebesar 13,11-15,17%. Sehingga angka defisit diperkirakan berada pada kisaran 3,21-4,17% di 2021.


Febrio menyebut peningkatan defisit di 2020 sebagai upaya pemerintah memenuhi kebutuhan anggaran penanggulangan COVID-19. Adapun, salah satu program pemerintah adalah pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mencapai Rp 695,2 triliun.

"Krisis secara official belum terjadi. Tapi, data-datanya, tanda-tandanya sudah menunjukkan dan kita sendiri sudah merasakan gimana beratnya 2020 masyarakat sudah merasakan tekanan sangat dalam. Dan ini langsung tercermin dalam kebijakan fiskal pemerintah di tahun 2020 saja," ujarnya.


Hide Ads