Raih WTP, Pemerintah 'Disentil' soal Utang Melonjak

Raih WTP, Pemerintah 'Disentil' soal Utang Melonjak

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 14 Jul 2020 16:38 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan beberapa catatan pada laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2019, salah satunya utang pemerintah melonjak. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan catatan ini perlu menjadi perhatian DPR dan pemerintah ke depannya.

"Kami memberikan beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian DPR dan pemerintah terhadap LKPP audited tahun 2019," kata Agung di ruang rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (14/7/2020).

Agung menyebut ada empat catatan BPK yang perlu diperhatikan DPR dan pemerintah. Pertama, mengenai realisasi rasio defisit anggaran terhadap PDB pada tahun 2019 adalah sebesar 2,20% atau lebih tinggi dibandingkan dengan target awal yang telah ditetapkan dalam UU APBN tahun 2019 sebesar 1,84%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain itu, posisi utang pemerintah terhadap PDB pada Tahun 2019 mencapai 30,23% atau meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2018 sebesar 29,81%," kata Agung.

Adapun, nilai pokok atas utang pemerintah pada tahun 2019 mencapai sebesar Rp 4.786 triliun, di mana 58% adalah utang luar negeri senilai Rp 2.783 triliun dan 42% adalah utang dalam negeri senilai Rp 2.002 triliun.

ADVERTISEMENT

Kedua, terdapat beberapa capaian positif atas asumsi dasar ekonomi makro tahun 2019 yang ditetapkan dalam APBN 2019. Capaian positif itu adalah inflasi sebesar 2,72% yang lebih rendah dari asumsi sebesar 3,50%, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebesar Rp 14.146 dari asumsi sebesar Rp15.000.

Namun, beberapa indikator ekonomi makro capaiannya di bawah asumsi penyusunan APBN 2019, yaitu pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% dari asumsi sebesar 5,30%, tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,62% dari asumsi sebesar 5,30%.

Berikutnya mengenai lifting minyak hanya mencapai 746 ribu barel per hari (bph) dari asumsi sebanyak 775 ribu bph, dan lifting gas hanya mencapai 1.057 ribu bph dari asumsi APBN sebesar 1.250 ribu bp

Langsung klik halaman selanjutnya untuk poin tiga dan empat.

Ketiga, pemerintah telah menyediakan anggaran bidang pendidikan dan kesehatan dalam APBN Tahun 2019 yang merupakan belanja atau pengeluaran negara yang bersifat mandatory spending. Total anggaran bidang pendidikan dalam APBN 2019 adalah sebesar Rp 492,45 triliun atau mencapai 20,01% dari anggaran belanja negara sehingga telah memenuhi ketentuan ayat (4) Pasal 31 UUD 1945.

Dia mengungkapkan, realisasi anggaran bidang pendidikan tahun 2019 mencapai sebesar Rp 460,34 triliun atau 93,48% dari yang dianggarkan di APBN. Selain itu, total anggaran bidang kesehatan dalam APBN 2019 adalah sebesar Rp 123,11 triliun atau mencapai 5,00% dari anggaran belanja negara sehingga telah memenuhi ketentuan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp 102,28 triliun atau 83,08% dari yang dianggarkan di APBN.

Keempat, Agung mengungkapkan pemerintah telah merespon pandemi COVID-19 dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yang saat ini telah menjadi UU Nomor 2 tahun 2020 dan diharapkan menjadi pondasi bagi pemerintah dan lembaga terkait lainnya untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, termasuk stabilitas sistem keuangan.

Namun demikian, Agung memastikan pandemi Corona tidak berdampak pada LKPP Tahun 2019. Dampak pandemi COVID-19 akan disajikan pada LKPP Tahun 2020, antara lain berupa realokasi dan refocussing anggaran untuk mendukung penanganan pandemi COVID-19, serta potensi penurunan PNBP, penurunan kualitas piutang dan penundaan kegiatan/konstruksi dalam pengerjaan (KDP).




(hek/hns)

Hide Ads