Jouska Rusak Citra Perencana Keuangan

Jouska Rusak Citra Perencana Keuangan

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 28 Jul 2020 07:45 WIB
ilustrasi menabung
Foto: Getty Images/iStockphoto/RomoloTavani
Jakarta -

Kasus investasi 'bodong' yang menimpa PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska ID) ternyata memberi dampak serius bagi citra perencana keuangan di Indonesia.

Perencana keuangan independen Safir Senduk mengatakan, Jouska telah merusak citra perencana keuangan Tanah Air. Tak sedikit yang menyamaratakan perencana keuangan lain dengan Jouska.

"Pertama-tama industrinya ini namanya agak rusak. Karena banyak masyarakat yang menyamaratakan semua financial planner pasti pegang uang. Di sini saya bantah, tidak," kata Safir ketika dihubungi detikcom, Senin (27/7/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Safir mengaku, sejak kasus Jouska gempar, banyak kliennya mempertanyakan keabsahan layanannya. Apakah dirinya sebagai perencana keuangan dapat mengakses dana nasabah atau rekening dana investor (RDI), dan sebagainya.

"Kemudian saya juga kadang-kadang ditanya, ini jual produk atau tidak, megang uang atau tidak, saya jawabnya tidak. Jadi ini rusaknya di situ," terang Safir.

ADVERTISEMENT

Ia pun menyinggung salah satu persoalan terbesar di kasus Jouska ini, yakni pengelolaan RDI yang dikerjakan oleh manajer investasi (MI) yang juga merupakan mitra dari Jouska. Kedua mitra itu ialah PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa. Satgas Waspada Investasi (SWI) pun sudah menyatakan kedua mitra Jouska tersebut tak punya izin sebagai MI dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut Safir, hal itu sama saja kecurangan. Bahkan, ia menyamakan kasus Jouska ini seperti kasus penipuan dan penggelapan dana oleh biro perjalanan umrah First Travel.

"Setahu saya kalau dia nggak punya izin MI harusnya bisa pidana. Kalau pun dia tidak pidana, nanti dia ketemu korbannya di tempat lain. Wah gawat itu keselamatannya bisa diragukan. Karena korbannya itu puluhan, ratusan juta. Gila sampai nangis korbannya hilang ratusan juta. Saya pikir ini nggak ada bedanya dengan First Travel," tegas dia.

Safir mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memilih perencana keuangan. Salah satunya yakni mencari informasi apakah perencana keuangan tersebut independen atau tidak.

"Saya sudah sering memperingatkan di sosial media, sudah lama sejak 1,5 tahun terakhir. Saya sudah sering mengingatkan jangan datang ke financial planner yang tidak independen," tegas Safir.

Jouska yang didirikan oleh Aakar Abyasa Fidzuno pada tahun 2013 memang cukup digandrungi generasi milenial Indonesia. Meski terbilang baru jika dibandingkan dengan perencana keuangan lainnya, sebut saja Safir sendiri; lalu financial consultant Prita Hapsari; dan Aidil Akbar Madjid, Jouska sukses jadi pusat perhatian milenial dengan jumlah followers di Instagram-nya (@jouska_ID) mencapai 785.000.

Konten-konten Jouska memang kekinian dan menarik bagi kaum milenial. Namun, ketika kasus investasi 'bodong' terungkap, kini jumlah followers Jouska berkurang, menjadi 745.000.

Melihat fenomena ini, Safir mengatakan, dirinya sudah sejak lama memperingatkan masyarakat tentang tata cara memilih perencana keuangan yang tepat. Menurutnya, ia sudah mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan perencana keuangan yang hanya menciptakan sensasi di dunia maya.

"Saya sudah sering memperingatkan di sosial media, sudah lama sejak 1,5 tahun terakhir. Saya sudah sering mengingatkan jangan datang ke financial planner yang tidak independen, dan jangan datang ke financial planner yang hanya karena sensasinya di sosial media," papar dia.

Safir mengatakan, dari postur unggahan di sosial media saja calon klien harus bisa mengukur keabsahan layanan perencana keuangan tersebut. Ia pun menyinggung konten Jouska yang pernah menyebutkan biaya untuk persalinan bisa menelan lebih dari Rp 80 juta.

Ia berpendapat, jika saran yang diberikan sebuah lembaga perencana keuangan justru menimbulkan ketakutan, besar kemungkinan perencana keuangan itu berupaya merujuk pada satu produk.

"Kalau financial planner itu suka menyebarkan ketakutan di sosial media besar kemungkinan dia tidak independen. Karena dia pasti sangat pro pada produk tertentu, dan tidak pro di produk yang lain," imbuh dia.

Safir menilai, selama ini Jouska kerap kali menjunjung tinggi satu produk investasi, yakni saham. Ia pun tak heran mengapa hal itu dilakukan dengan terungkapnya kasus ini.

"Saya dulu sempat curiga, kok dia ini menjunjung tinggi saham melulu. Reksa dananya dijelek-jelekkan, emas juga dijelek-jelekkan terus sama dia. Ternyata dia memang ya ke saham. Jadi pemilihan sahamnya pun sebagai seorang MI, tapi kalau MI lihat, pemilihan sahamnya itu ditertawakan. Kenapa? Karena saham yang dipilih ya saham seperti itu," tutur Safir.

Ia mengatakan, pada umumnya perencana keuangan tak akan menyarankan kliennya membeli saham hanya untuk dijual kembali (trading). Menurutnya, perencana keuangan selalu berupaya menciptakan mindset klien sebagai pebisnis, yakni fokus pada pembagian dividen.

"Kami nggak pernah menyarankan beli saham itu trading. Selalu belinya itu harapkan dividen, bukan trading. Nah ini dia belinya saham gorengan which is itu trading. Padahal kita menyarankan kalau beli saham itu fokus kepada dividen, kita betul-betul mindset-nya sebagai pemilik bisnis," tandas dia.



Simak Video "Video: Pertimbangkan Ini Sebelum Investasi, Termasuk Pajak! "
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads