Pandemi virus Corona (COVID-19) memberi dampak negatif terhadap ekonomi di banyak negara, termasuk negara Uni Eropa (UE). Kini wilayah tersebut telah masuk ke jurang resesi.
Dilansir dari CNN, Senin (3/8/2020), penurunan ekonominya kali ini merupakan kinerja terburuk sepanjang sejarah. Berikut fakta-faktanya.
1. Masuk Jurang Resesi Lebih Dalam
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertumbuhan ekonominya pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi sebesar -11,9%. Angka itu lebih dalam dari kuartal I-2020 yang -3,2%.
Penurunan ekonomi itu adalah kinerja terburuk sepanjang sejarah. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penurunan output pada kuartal April-Juni adalah 14,4%.
2. Lonjakan Kasus Baru Terus Menghantui
Pusat kendali penyakit Jerman, Robert Koch Institute mengatakan bahwa lonjakan kasus baru-baru virus Corona sangat mengkhawatirkan. Padahal hasil survei atas aktivitas bisnis baru-baru ini menunjukkan bahwa ekonomi negara-negara Eropa sedang dalam mode pemulihan.
Baca juga: Uni Eropa Sudah Resesi, Who Else? |
Di Prancis, misalnya, kasus harian baru virus corona mendaki ke tingkat serupa saat penutupan wilayah pertama kali dilonggarkan pada awal Mei lalu. Prancis mencatat kenaikan kasus bersama Spanyol dan Italia.
Melihat kenyataan itu, Inggris pun kembali menerapkan langkah karantina bagi para wisatawan yang datang ke negaranya. Langkah ini dianggap akan memperlambat upaya pemulihan ekonomi di tengah resesi negara-negara Eropa.
3. PDB Spanyol Paling Anjlok
Ekonomi Spanyol paling terdampak di antara 27 negara Uni Eropa dengan minus 18,5%. Ekonom Senior ING Bert Colijn memprediksi negara tersebut paling lama menderita secara keuangan.
"Spanyol tampaknya akan mengalami penurunan ekonomi yang berkepanjangan," katanya.
Sedangkan Jerman, yang sudah masuk jurang resesi melaporkan PDB-nya minus 10,1% kuartal II. Sedangkan kuartal sebelumnya tercatat minus 2,2%.
Untuk Prancis dan Italia, masing-masing PDB minus 13,8%, 12,4%. Prediksi terbaru dari Komisi Eropa, ekonomi Uni Eropa akan menyusut 8,3% pada 2020. Prediksi mengasumsikan bahwa pembatasan akan terus mereda dan tidak akan ada gelombang kedua utama yang memicu tindakan karantina skala besar.
(eds/eds)