6 Catatan Kritis Kinerja Ekonomi RI 75 Tahun Merdeka

6 Catatan Kritis Kinerja Ekonomi RI 75 Tahun Merdeka

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 17 Agu 2020 18:45 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi secara kumulatif atau sampai September 2018 sebesar 5,17%.
Foto: Agung Pambudhy

4. Terlalu Pentingkan Ekonomi

Menurut Didik, pemerintah mengabaikan penanganan kesehatan untuk menekan virus menyebar. Pemerintah menurutnya terlalu mementingkan perekonomian, buktinya adalah dana pemulihan ekonomi yang melebihi dana kesehatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sumber masalah pokok dari ekonomi tidak bisa dikendalikan karena pemerintah mengabaikan kebijakan kendali pandemi COVID-19 ini. Dengan keyakinan, pandemi akan beres dengan sendirinya, maka kebijakan pemerintah lebih memilih mendorong ekonomi dengan kucuran dana yang jauh melebihi anggaran kesehatan," ungkap Didik.

Didik menilai kebijakan itu bagaikan mengisi ember yang bocor, masalah yang membuat bocor justru diabaikan.

ADVERTISEMENT

"Strategi kebijakan ini seperti mengisi ember bocor karena masalah dasar kebocorannya tidak diatasi dengan baik. Pilihan kebijakan ini terjadi karena pengaruh bisikan yang tidak bertanggung jawab dengan mengabaikan pilihan kebijakan yang rasional," kata Didik.

5. Terlalu Optimis untuk Proyeksi Tahun Depan

Didik menyatakan pemerintah pun terlalu optimis dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Angka prediksi sebesar pertumbuhan ekonomi 5,5% dinilai Didik tak rasional.

"Pemerintah memprediksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan bahkan bisa mencapai 5,5%. Angka patokan ini diambil dari mimpi yang tidak rasional karena tidak mungkin dicapai dengan kondisi ember bocor seperti sekarang ini," kata Didik.

Dia menyamakan kasus Corona di Indonesia sama seperti Filipina dan belum kunjung surut kasusnya. Dia mengatakan justru kebijakan yang diambil pemerintah memperlihatkan ketidakpastian.

"Kebijakan yang tidak sistematis, serabutan seperti ini memperlihatkan ketidakpastian, kapan kasus COVID-19 di Indonesia akan melandai," ucap Didik.

6. Peranan Pemerintah Pusat Kecil

Didik menilai pemerintah pusat kurang kontribusi dalam penanganan COVID-19. Urusan PSBB saja diberikan kepada Pemda keputusannya.

"Sejak awal pemerintah pusat menyerahkan kebijakan dan implementasi pengendalian COVID-19, PSBB atau pelonggaran PSBB diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya memberi atau tidak memberi persetujuan PSBB kepada pemerintah daerah," ujar Didik.

Padahal, pemerintah daerah mempunyai sumber daya dan dana yang sangat terbatas. Anggaran DAU dan DAK pada umumnya 80-90% habis untuk rutin.

Dana ini, menurut Didik akan berkurang, karena secara sembrono oleh Satgas diakui juga sebagai dana dalam rangka COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Peranan pemerintah pusat yang kecil di lapangan adalah sumber kegagalan dalam kebijakan mengatasi pandemi COVID-19 ini," kata Didik.



Simak Video "Pengamat INDEF Prediksi Momen Puncak Badai Ekonomi"
[Gambas:Video 20detik]

(eds/eds)

Hide Ads