Punya 60 Juta UMKM, RI Disebut Andalkan Ekonomi Kerumunan

Punya 60 Juta UMKM, RI Disebut Andalkan Ekonomi Kerumunan

Faidah Umu Sofuroh - detikFinance
Selasa, 01 Sep 2020 12:41 WIB
Pelaku UMKM oleh-oleh/buah tangan/souvenir khas Betawi di kawasan wisata budaya Setu Babakan, Jakarta, terdampak pandemi COVID-19. Meski sepi, mereka tetap bertahan.
Foto: Istimewa
Jakarta -

MPR RI menggelar Diskusi Empat Pilar bertema 'Optimalisasi Pemberdayaan UMKM di Tengah Pandemi' di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR RI. Hadir pembicara anggota MPR Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron, anggota MPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah, dan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan.

Di hadapan peserta diskusi, Herman Khaeron mengatakan UMKM dan koperasi merupakan pilar perekonomian bangsa. Namun, lanjutnya, menurutnya sektor ini bukan sektor utama pertumbuhan ekonomi. Ia menyebut ada ketimpangan dalam pertumbuhan UMKM dan perusahaan besar.

"Jumlah UMKM kita mencapai puluhan juta. Data yang menyebut jumlah sektor itu mencapai 27 juta hingga 60 juta perlu terus untuk di-update," ujar Herman dalam keterangannya, Selasa (1/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, krisis yang terjadi pada 2020 ini berbeda dengan krisis yang terjadi pada 1998. Pada 1998, lanjutnya, yang terpukul hanya pada sektor perekonomian. Sedangkan saat ini, yang terdampak tidak hanya pada sektor ekonomi namun juga sektor kesehatan.

Hal ini dialami oleh seluruh negara yang ada di dunia. Ia pun memaparkan bila pada 1998 di tengah krisis ekonomi, masyarakat masih bisa jalan-jalan, ngobrol dengan tetangganya, serta aktivitas lainnya. Namun aktivitas seperti itu tidak bisa dialami oleh masyarakat pada masa sekarang.

ADVERTISEMENT

"Antar tetangga pun sudah saling curiga, jangan-jangan menularkan COVID-19," ungkapnya.

Ia mengatakan semua usaha mengalami goncangan. Meski demikian disebut ada sektor yang masih bisa berjalan pada masa pendemi COVID-19. Sektor itu disebut pada bidang pangan, farmasi, dan kesehatan. Untuk menumbuhkan sektor ekonomi dan usaha, Herman mengatakan pemerintah dan masyarakat harus menyelesaikan masalah yang ada tidak boleh segmentasi.

"Kalau mau menumbuhkan usaha dan perekonomian, pandemi COVID-19 harus bisa diatasi. Harus ada kerja yang komprehensif baik untuk mengatasi pandemi serta memulihkan UMKM maupun usaha yang besar," tambahnya.


Menurut Herman, faktor penurunan ekonomi terjadi karena penurunan daya beli. Untuk mengatasi hal itu maka perlu meningkatkan aktivitas dunia usaha.

Dalam kesempatan yang sama Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menuturkan UMKM mempunyai peran yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi. Kontribusi terhadap PDB mencapai lebih dari 60 persen. Sektor ini juga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Ia juga mengatakan bahwa model perekonomian Indonesia berbeda dengan model perekonomian yang berkembang di Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di negara-negara itu, model perekonomiannya adalah orientasi ekspor. Sedang model perekonomian yang ada di Indonesia berupa perekonomian kerumunan.

Model perekonomian seperti ini, yakni 99 persen adalah UMKM, maka ia menjadi penopang perekonomian. Perekonomian tumbuh atau tidak, tergantung sektor ini. Meski demikian, model perekonomian seperti ini memiliki sisi positif dan negatif.

"Ekonomi kerumunan itu kalau satu gulung tikar masih banyak yang lain yang masih menopang. Berbeda dengan ekonomi yang berbasis konglomerasi. Satu konglomerasi gagal akan berpengaruh pada ekonomi yang lain seperti yang terjadi pada tahun 1998," ungkap dia.

Menurut Firmanzah ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk optimalisasi UMKM. Pertama, memberi stimulus. Dana yang sudah dianggarkan harus segera direalisasikan. Kedua, stimulus yang ada harus tepat sasaran. Ketiga, harus kontekstual artinya ada daerah-daerah di mana populasi UMKM-nya perlu menjadi fokus dari kebijakan stimulus.

Dari model perekonomian kerumunan ini, Firmanzah mencontohkan negara Aljazair. Pada 1998, negara itu memformalkan ekonomi kerumunan.

"Agar ekonomi kerumunan bisa terstruktur, caranya adalah formalisasi dunia usaha," jelasnya.

Ia yakin dan optimis COVID-19 akan berlalu. Ia mengatakan untuk menangani COVID-19 rumusnya sederhana yaitu tinggal menunggu vaksin datang. Bila sudah divaksinkan maka selanjutnya masyarakat terbebas COVID-19.

Sementara itu, anggota MPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno dalam kesempatan itu memaparkan ada UMKM yang memiliki prospek yang berkembang baik. Ada pula UMKM yang pasarnya stagnan atau mandeg. Ia menyebutkan masyarakat masuk dalam dunia UMKM karena mereka tidak bisa masuk ke sektor formal.

"Menjadi karyawan pada perusahaan besar itu susah sehingga mereka akhirnya membuat usaha kecil dan menengah," tuturnya.

Ia juga menyebut pemerintah justru perlu khawatir bila UMKM semakin banyak. Sebab, lanjutnya, jangan-jangan kemiskinan semakin tinggi sehingga semua orang terjun dalam usaha kecil. Meski demikian, dirinya menyebut sektor UMKM memiliki kelebihan dibanding dengan perusahaan besar. Kelebihan itu pada fleksibilitasnya.

"Fleksibilitas menjadi keunggulan UMKM. Untuk itu saya mendorong agar pelaku UMKM diberi pembekalan cara cepat berpaling atau berpindah usaha. Syarat untuk cepat berpaling ke usaha yang lain adalah punya modal kerja yang cukup. Itu sebabnya KUR harus lebih mudah diperoleh bagi pelaku UMKM," tegasnya.

Kemudian Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyebut UMKM sering dianggap sebagai pahlawan di saat krisis ekonomi. Namun begitu krisis selesai, UMKM dilupakan. Padahal di berbagai negara termasuk di negara maju seperti Jepang, Amerika, dan Singapura, sektor ini memiliki kontribusi yang besar dan sangat signifikan.

"Membedakan UKMK di antara negara maju dan berkembang hanya pada standar dan klasifikasinya. Kalau di Indonesia UMKM standarnya di bawah Rp 50 juta. Di Jepang batasnya lebih tinggi dari itu," tandasnya.




(mul/ega)

Hide Ads