Menurut Yusuf hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mempercepat penyaluran bantuan kepada lebih banyak penerima yang membutuhkan.
"Jika ada program yang terlambat disalurkan evaluasi kenapa bisa terjadi. Pertimbangkan memperluas penerima program social assistance seperti bansos, Kartu Prakerja ataupun subsidi gaji. Daya beli masyarakat yang terjaga penting di situasi resesi seperti sekarang," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal lainnya, menurut Bhima adalah mengubah bahkan menghentikan alokasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang total pencairannya terlalu kecil. Lalu, dialihkan kepada sektor yang lebih membutuhkan.
"Misalnya anggaran subsidi bunga yang cairnya baru 7,2% dengan pagu Rp 35,2 triliun digeser ke BLT untuk usaha mikro dan ultra mikro (UMKM). Masih banyak UMKM yang belum mendapatkan bantuan tunai pemerintah," imbuh Bhima.
Baca juga: 4 Negara Ini Diprediksi Kebal Resesi |
Kemudian, konsep stimulus diminta jangan lagi berpaku pada perbankan, namun disalurkan juga kepada koperasi untuk menjaring mereka-mereka yang belum tersentuh oleh bank.
"Dari awal stimulus pemerintah terlalu berharap banyak pada perbankan. Misalnya ada penempatan dana untuk restrukturisasi kredit, bahkan menyalurkan bantuan produktif sektor UMKM pun lewat bank padahal jelas sebelum pandemi sektor UMKM masuk dalam kategori unbankable alias tidak layak mendapat pinjaman bank," tuturnya.
"Jadi konsep ini harus diubah, sektor riil yang harus diselamatkan dulu. Kalau mau bantu UMKM lewat koperasi bukan bank, itu jauh lebih efektif," tambahnya.
Terakhir, penanganan pandemi COVID-19 harus lebih serius lagi. Selaraskan koordinasi antar kementerian dan lembaga yang ada.
"Koordinasi penanganan kita bermasalah, masak ada Menteri Maritim dan Investasi mengurus pandemi, ini serba ruwet. Akhirnya, masyarakat tetap takut untuk belanja di luar rumah, takut tertular COVID-19," katanya.
(ara/ara)