Imbas Corona, Perajin Lurik Tenun Banting Setir Jualan Soto

Imbas Corona, Perajin Lurik Tenun Banting Setir Jualan Soto

Achmad Syauqi - detikFinance
Senin, 28 Sep 2020 13:46 WIB
Perajin lurik tenun banting setir jualan soto
Foto: Achmad Syauqi/detikcom: Perajin lurik tenun banting setir jualan soto
Klaten -

Pandemi COVID-19 yang tak kunjung reda membuat para perajin lurik tenun pakaian, termasuk Ngatini (60), banting setir untuk bertahan. Perajin di Desa Bawak, Kecamatan Cawas, Klaten ini membuka warung soto.

"Ini sementara jualan soto sambil jualan pakaian dan tas berbahan lurik tenun. Mau bagaimana lagi sejak COVID sampai sekarang belum pulih," ujar Ngatini pada detikcom di warungnya tepi Jalan Cawas- Bayat, Senin (28/9/2020) siang.

Ngatini menceritakan perajin lurik tenun pakaian macet sejak bulan Maret setelah ada Corona. Tidak ada penjualan sebab tidak laku.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini, kata Ngatini, dirinya menggandeng sekitar 22 perajin tenun lurik di Kecamatan Bayat dan Cawas untuk berproduksi, namun setelah ada Corona semua berhenti.

Menurut Ngatini, tenun lurik untuk fashion berbeda dengan tenun lurik selendang. Bahanya lebih halus karena menggunakan benang katun.

ADVERTISEMENT

" Bahanya pakai katun sebab untuk dipakai sehingga halus mirip kain pabrikan. Saya jual per meter Rp 30.000 dan untuk tiap meter dari perajin diberi upah menenun Rp 5.000," terang Ngatini.

Selain menjual berupa kain, ujar Ngatini, ada yang dijual sudah berbentuk baju maupun stelan lurik. Ada juga untuk berbagai tas. Berbagai desain pakaian berbahan lurik atau berupa kain dikirim ke pedagang besar di Desa Tlingsing.

Sedangkan untuk butik di kota besar atau obyek wisata belum bisa dikirim karena belum buka, sehingga penjualan mandek. Daripada menunggu situasi tidak jelas, imbuh Ngatini, dirinya membuka warung soto sambil tetap memajang fashion lurik tenun di warungnya.

" Di warung pakaian lurik tetap kami pajang meskipun lakunya tidak pasti. Harga ada yang Rp 50.000- Rp 100.000 tergantung bahan dan modelnya," tambah Ngatini.

Langsung klik halaman selanjutnya.

Lurik tenun untuk pakaian dan tas, sambung Ngatini, tidak sebagus untuk selendang yang sudah mulai berproduksi. Selendang sudah ada permintaan sebab penjualan di pasar tradisional.

" Selendang sudah buat sebab penjualan di pasar, kalau pakaian banyaknya di tempat wisata seperti Yogyakarta dan Solo. Kami berharap ada solusi dan dibantu," pungkas Ngatini.

Senada, Tugiyem perajin tenun di Desa Talang, Kecamatan Bayat mengatakan tenun selendang mulai berproduksi. Tapi untuk pakaian belum.

" Untuk kain tenun lurik bahan pakaian belum ada yang membuat lagi. Kalaupun ada baru untuk kain sarung Goyor, sebab pemasaran sama dengan selendang," kata Tugiyem pada detikcom di rumahnya akhir pekan lalu.

Kades Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Yoyok Kartiko Cahyo mengatakan di desanya ada sekitar enam perajin tenun lurik yang aktif. Namun sejak pandemi COVID belum ada yang bekerja lagi.

" Sejak ada COVID sampai sekarang belum ada yang bekerja membuat lurik lagi. Karena memang masih sepi," kata Yoyok pada detikcom di ponselnya.


Hide Ads