DPR RI dan pemerintah akhirnya menyepakati target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dalam APBN 2021. Angka ini relatif tinggi jika menimbang kondisi pandemi COVID-19.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan target itu akan jauh lebih berat dari sebelumnya. Sebab, target pertumbuhan 5% dirancang pemerintah dengan asumsi kuartal III-2020 akan positif.
"Menurut saya jauh lebih berat karena pada saat diputuskan kemarin 5% asumsinya triwulan III masih tetap positif tapi nyatanya kan kita sama tahu triwulan III juga masih negatif dan terancam resesi," katanya kepada detikcom, Selasa (29/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan, jika kuartal III-2020 Indonesia masuk ke jurang resesi maka akan sulit ekonomi tahun 2020 positif atau bahkan 0%. Menurutnya, jika ekonomi tahun ini minus 1,6% maka perlu mengejar pertumbuhan 6% supaya ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5% di 2021. Padahal, dalam kondisi normal pertumbuhan ekonomi 6% sulit tercapai.
"Misalnya kita minus 1,6% atau di bawah 0% lah 2020 maka butuh effort kalau mau 5% berarti akan 6% karena posisinya dari minus itu yang menurut saya perlu digarisbawahi," jelasnya.
Kemudian, dia menuturkan, belum ada keyakinan jika pandemi Corona ini akan berakhir di 2021. Menurutnya, pandemi ini akan memakan waktu yang panjang.
"Faktornya tentu saja vaksin ini apa memang disebar, bisa efektif awal tahun. Kalau separuh masih jalan, kalau pandemi masih tinggi, otomatis kan meskipun PSBB dilonggarkan tetap nggak bisa full capacity. Terakhir, dunia usaha dan sebagainya butuh waktu lebih panjang untuk pemulihan ekonomi karena recovery nggak nggak langsung positif, mereka berangkat dari posisi minus," jelasnya.
Hal senada diungkap Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy. Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi 5% sangat menantang jika melihat kasus positif Corona yang belum menunjukkan tanda penurunan.
"Saya khawatirnya jika memang tidak ada langkah antisipatif dari pemerintah untuk menahan laju COVID-19 sampai akhir tahun akan berdampak, jadi akan carry over jadi dampak dari COVID-19 akan lanjut di tahun depan khususnya awal tahun depan," jelasnya.
Dia melanjutkan, hal yang menantang selanjutnya terkait vaksin apalagi banyak praktisi kesehatan yang menyebut vaksin masih jauh dari siap produksi. Dia bilang, pemulihan ekonomi tahun depan tergantung pada vaksin ini. Sebab, vaksin ini menghilangkan ketidakpastian dalam pengelolaan ekonomi.
"Betul, vaksin yang menghilangkan ketidakpastian pengelolaan ekonomi tahun depan. Kalau tren kasusnya meningkat, vaksinnya belum beres dan teruji tentu tren di tahun ini terjadi seperti misalnya orang relatif takut belanja bukan tidak mungkin berlanjut tahun depan, dan itu berdampak pola konsumsi," jelasnya.
"Padahal Indonesia kue ekonominya salah satu penyumbangnya konsumsi rumah tangga," tutupnya.
(acd/ara)