Hari Batik Nasional, Begini Tragisnya Nasib Perajin Dihantam Corona

Hari Batik Nasional, Begini Tragisnya Nasib Perajin Dihantam Corona

Achmad Syauqi - detikFinance
Jumat, 02 Okt 2020 13:45 WIB
Nasib perajin batik di tengah pandemi bak hidup segan mati tak mau
Foto: Achmad Syauqi/detikcom: Nasib perajin batik di tengah pandemi bak hidup segan mati tak mau
Klaten -

Usaha Kecil dan menengah (UMK) pembuatan batik tulis di Kecamatan Bayat, Klaten kini kondisinya bak hidup segan mati tak mau. Produksi mayoritas perajin batik tulis macet sejak wabah COVID-19 menghantam Klaten.

" Ini sudah hampir kolaps para perajin batik tulis sejak ada Corona bulan Maret. Ini sudah tidak berproduksi," ujar perajin batik tulis di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Panggung (68) pada detikcom, Jumat (2/10/2020) siang.

Panggung menjelaskan sebelum Corona melanda dalam sebulan rumah batiknya mampu memproduksi dan memasarkan 100 potong kain. Namun sejak ada Corona produksi nol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak bulan Maret sampai sekarang produksi nol. Padahal tenaga yang saya pekerjaan sekitar 300 orang mulai dari nembok, ngengreng, nerusi, ngukeli dan lainnya," tutur Panggung.

Menurut Panggung, setelah tidak ada permintaan dan tidak ada produksi, perajin bersiap gulung tikar. Padahal sebelum COVID, omset sebulan bisa Rp 20 juta - Rp 30 juta.

ADVERTISEMENT

Dikatakan Panggung, di desanya yang dulu jadi sentra batik tulis kini hanya ada lima perajin. Tidak adanya perajin muda membuat tidak ada inovasi.

Batik tulis produksi Paseban, sambung Panggung adalah pemasok utama ke Pasar Klewer dan Jakarta. Sejak COVID pasar sepi ditambah tidak ada resepsi pernikahan membuat perajin makin terpuruk.

" Kita kan batiknya untuk jarit , baik motif wahyu tumurun, Sido luhur, truntum, dan sebagainya. Kalau tidak ada hajatan tidak ada yang beli," pungkas Panggung.

Pemilik rumah batik tulis CJ di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Fitriyadi (32) mengatakan dampak COVID membuat produksi dan omset anjlok 80 persen. Dari sekitar 25 perajin, hanya dirinya yang mencoba bertahan.

Selain itu orderan turun sejak COVID. Hanya tinggal tempat usaha Fitriyadi yang masih produksi dan lainnya mengurangi atau banyak yang tutup.

Dampak COVID sangat terasa sebab menurunkan omzet sampai 80 persen karena kota-kota besar tidak ada permintaan. Bahkan ada yang berhenti total pesanannya.

"Yang macet total itu Solo dan Yogyakarta sama sekali tidak ada permintaan. Kemarin ada 70 saja ke Yogyakarta cuma nitip dan Jakarta masih ada sedikit," jelas Fitriyadi pada detikcom di rumahnya

Langsung klik halaman selanjutnya

Biasanya sebelum COVID, ujar Fitriyadi, setiap kota besar Yogyakarta, Solo dan Jakarta minta dikirim 60 lembar kain. Kini setelah sepi barang hanya ditumpuk.

"Barang saya stok di rumah nanti kalau situasi membaik tinggal jual. Mau menghentikan produksi total kasihan tenaga kerjanya ada lima orang di rumah dan 30 orang di luar," terang Fitriyadi.

Kades Paseban Eko Tri Raharjo, mengatakan batik tulis sangat terdampak Corona. Hampir semua perajin tidak berproduksi.

"Di desa saya sekitar lima perajin besar tapi memberdayakan para perajin kecil. Tapi ini masih belum berproduksi lagi," jelas Eko pada detikcom di kantornya.

Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Pemkab Klaten, Bambang Sigit Sinugroho mengatakan Dinas tidak bisa berbuat banyak. Sebab serapan produk UKM tergantung daya beli masyarakat.

" Pengguna itu kan masyarakat, kalau masyarakat daya beli turun karena buat makan saja susah ya UKM sulit. Sekalipun mampu produksi kalau tidak terserap sama saja," jelas Bambang Sigit pada detikcom di ponselnya.

Dampak COVID, ucap Bambang Sigit Sinugroho, memukul seluruh UKM di Klaten yang jumlahnya 50.000 perajin. Hanya beberapa yang bisa memanfaatkan celah inovasi.

" Ada yang bisa memanfaatkan celah, misalnya membuat masker. Tapi itu pun tidak banyak sehingga kuncinya adalah pemerintah meningkatkan daya beli dulu," kata Bambang Sigit.

Tonton video 'Hari Batik Nasional, Solo Luncurkan Destinasi Wisata Batik':

[Gambas:Video 20detik]



(hns/hns)

Hide Ads