Jakarta -
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai Pilkada Serentak 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19 tidak signifikan memberi manfaat ekonomi.
Pengusaha justru mencemaskan terjadinya penularan virus Corona atas diselenggarakannya Pilkada. Bila terjadi, itu akan berdampak buruk buat kegiatan ekonomi.
"Nggak (berkontribusi signifikan) ya kalau untuk (ekonomi), terutama kan Pilkada sekarang ini kan dibatasi kampanyenya. Jadi mungkin aspek dari sisi ekonomi nggak terlalu besar ya," kata dia saat dihubungi detikcom, Rabu (7/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dengan dilaksanakannya Pilkada memang akan memberi kepastian bagi dunia usaha karena ada kejelasan atas terisinya kursi-kursi pemimpin di daerah, ketimbang diisi oleh pelaksana tugas (Plt).
"Jadi memang kami mengerti bahwa harus ada (kepala daerah) yang permanen, untuk kami (pelaku usaha) juga akan lebih baik karena jadinya kita tahu ada kepastian untuk jangka panjang. Tapi kalau dampak ekonomi secara material mungkin kurang ya kalau untuk pelaku usaha," jelasnya.
Pengusaha pun cemas kalau kasus positif COVID-19 meningkat karena Pilkada. Penjelasannya di halaman selanjutnya.
Shinta memahami bahwa mungkin pemerintah sudah menyiapkan protokol sedemikian rupa untuk mencegah penularan virus Corona selama masa Pilkada. Tapi pada praktiknya belum tentu itu dipatuhi seluruh pihak.
"Memang yang mengkhawatirkan kami ini situasi COVID-nya kan. Kami tahu pemerintah sudah membuat rambu-rambu untuk protokol kesehatan yang ketat sekali selama periode kampanye dan Pilkada. Tapi di lapangan kan situasinya kalau kami lihat itu banyak yang masih belum mengikuti ya, banyak yang kerumunan, yang tidak pakai masker, dan yang lain-lain," kata dia.
Pengusaha mengkhawatirkan pesta demokrasi tersebut akan meningkatkan kasus COVID-19 19. Aspirasi tersebut pun sudah disampaikan ke regulator. Pihaknya berharap pemerintah mampu mengendalikan pelaksanaan Pilkada.
"Kami cuma mohon diperhatikan pengendaliannya ini, karena kalau itu tidak bisa dikendalikan tentu saja dampaknya kan secara tidak langsung kan ke perusahaan ya. Kan kalau COVID-19 itu tidak bisa dikendalikan tentu saja ekonomi tidak bisa aktivitas kembali, jadi pengetatan kan tetap harus dilakukan, dan itu berdampak tidak langsung kepada ekonomi," jelasnya.
Namun pihaknya merasa tidak berhak untuk mengusulkan agar Pilkada ditunda. Sebab kewenangan tersebut ada di tangan pemerintah.
"Saya rasa bukan haknya pengusaha untuk mengusulkan ya, jadi maksudnya kami menyampaikan concern. Jadi kekhawatiran-kekhawatiran kami itu sudah kami sampaikan kepada pemerintah. Tapi tetap kan keputusan jalan-tidaknya Pilkada itu ada di pemerintah, bukannya ada di pelaku usaha," tambahnya.
Versi pemerintah, Pilkada diyakini mampu mendorong ekonomi. Baca penjelasannya di halaman selanjutnya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kegiatan itu akan mendongkrak perekonomian dalam negeri di akhir tahun.
"Kita akan menghadapi pemilukada di bulan Desember dan pemilukada itu sendiri akan menjadi faktor pengungkit (ekonomi) juga," kata Airlangga dalam konferensi pers Strategi Pemulihan Ekonomi Nasional & Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi, Rabu (5/8/2020).
Airlangga menyebut dana beredar di Pilkada 2020 bisa mencapai Rp 35 triliun. Dana itu berasal dari anggaran penyelenggaraan dan kampanye yang dilakukan oleh berbagai calon.
"Nanti dana yang beredar untuk pemilukada untuk penyelenggaraan sekitar Rp 24 triliun dan mungkin dana yang akan dikeluarkan oleh para calon bupati, wali kota, gubernur itu bisa sekitar minimal Rp 10 triliun sendiri. Sehingga pada saat pemilukada kemungkinan Rp 34-35 triliun dana beredar tentu akan meningkatkan konsumsi terutama untuk alat peraga bagi para calon termasuk di antaranya masker, hand sanitizer dan alat kesehatan lain," ucapnya.
Meskipun pandemi ini masalah utamanya adalah kesehatan, Airlangga menyebut antara kesehatan dan perekonomian harus berjalan beriringan agar masyarakat bisa tetap hidup dalam mencari mata pencaharian.
"Gas yang harus didorong adalah terkait dengan jaring pengaman sosial, jaring pengaman sektor riil dan sumber-sumber pendanaan yang pemerintah melakukan melalui sistem penjaminan dan tentu ini yang menjadi seat belt-nya adalah jaring pengaman sektor keuangan," imbuhnya.
Simak Video "Video: Bawaslu Ungkap 130 Dugaan Pelanggaran Pilkada Terkait Politik Uang"
[Gambas:Video 20detik]