Bus Listrik TransJakarta Mondar-mandir Tahun Depan
TransJakarta dan PT Bakrie Autoparts telah melakukan uji coba dua unit bus listrik bermerek BYD selama 3 bulan, yakni sejak 6 Juli-6 Oktober 2020. Evaluasi uji coba 3 bulan membuktikan dua unit bus listrik yang melayani rute EV1 rute Blok M - Balai Kota itu memenuhi standar operasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya dia sesuai spesifikasi, charging-nya tepat, kemudian power ratio dengan kilometernya tepat seperti yang ada di dalam spesifikasinya. Intinya secara operasional, bus listrik yang kita uji cobakan ini, yang punya merek BYD yang dibawa masuk oleh Bakrie Autoparts itu bagus. Tidak mogok, alhamdulillah tidak meleduk. Tidak ada masalahlah secara teknis," kata Sardjono.
Melihat hasil evaluasi yang memuaskan itu, TransJakarta menargetkan 100-300 unit bus listrik akan dikirim ke Tanah Air tahun depan. Hal ini merupakan upaya perusahaan mencicil target untuk menggantikan seluruh armada TransJakarta dengan bus listrik di tahun 2030.
"Kita menargetkan antara 100-300 unit di tahun 2021. Itu sudah masuk di dalam rencana kerja kita," ungkap Sardjono.
Namun, menurut Sardjono, upaya melaksanakan program Langit Biru dengan menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan ini tak bisa dilakukan oleh TransJakarta sendiri. Ia mengharapkan, seluruh kementerian/lembaga terkait juga bisa dengan cepat memberikan bantuan agar program ini terlaksana dengan baik.
Khususnya kepada pemerintah pusat, ia berharap ada relaksasi dari sisi bea masuk, dan juga perpajakan terhadap PT Bakrie Autoparts yang akan membeli seluruh bus listriknya. Relaksasi itu tentunya akan mengurangi beban operator dan juga TransJakarta, dan pada akhirnya juga meringankan beban APDB Jakarta yang bisa membengkak jika bea masuk dan pajak pembelian bus listrik tetap berlaku normal.
Pasalnya, biaya yang dikeluarkan untuk membeli bus listrik akan mempengaruhi biaya rupiah per kilometer (Km) yang dibayarkan TransJakarta. Apabila, tinggi, maka tiket penumpang bisa naik, dan Pemprov DKI Jakarta harus memberikan subsidi lebih besar.
"Kalau (tarif tiket penumpang ) nggak naik kan disubsidi, makanya saya katakan itu akan menjadi stressor pada struktur APBD," tutup Sardjono.
(ara/ara)